Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho Jogja Asian Film Pameran - Selamat Pagi, Malam (2014)

Kepalsuan sudah mendarah daging di masyarakat kita dikala ini. Sebuah kepalsuan yang menciptakan banyak orang menjalani hidup dengan topeng menempel di wajah mereka. Kepalsuan yang mengaburkan makna dari kata-kata menyerupai "teman" dan "komunikasi". Kepalsuan demi kepalsuan itu juga yang pada alhasil menggiring kita semua pada krisis identitas, menggiring negeri penuh jutaan kebudayaan ini menjadi latah akan tren, atau dalam konteks Selamat Pagi, Malam Jakarta dan segala isinya yang menjadi korban dari semua itu. Kenapa film yang disutradarai sekaligus ditulis naskahnya oleh Lucky Kuswandi ini mempunyai judul yang unik dan mengandung kontadiksi di dalamnya? (Pagi & Malam) Karena memang hampir semua aspek dalam film ini mengandung kontradiksi, ambil pola wajah kota Jakarta di pagi/siang dan malam hari, si kaya dan si miskin, dunia maya dan dunia nyata, serta masih banyak lagi. Lokasi ceritanya lebih banyak didominasi ada di Jakarta malam hari, dan pelopor ceritanya yaitu empat orang abjad perempuan yang mempunyai krisis masing-masing dan berusaha menemukan "obat" dari duduk perkara mereka di Jakarta kala malam.

Gia (Adinia Wirasti) yaitu perempuan berumur 32 tahun yang sudah sejak berkuliah tinggal di New York. Tapi pada dikala alhasil ia kembali pulang ke Jakarta, Gia justru menemukan daerah yang ia anggap rumah itu semakin terasa asing. Menurutnya Jakarta telah kehilangan jati diri dan orang-orangnya karam dalam kepalsuan akhir kemajuan zaman yang menciptakan mereka sibuk dengan smartphone masing-masing bahkan dikala sedang bersama-sama. Gia pun beropini bahwa amat asing disaat Jakarta lebih New York daripada New York, lebih Tokyo daripada Tokyo, dan lebih Seoul daripada Seoul disaat segala hal berbau luar negeri begitu dipuja. Dia semakin terganggu dikala Naomi (Marissa Anita) yang tidak lain merupakan sahabat lamanya dikala di New York dulu mulai menjadi salah satu dari "pemakai topeng" disana. Sosok berikutnya yaitu Indri (Ina Panggabean) yang punya mimpi mendapat laki-laki kaya yang dapat membawanya pergi dari status sebagai penjaga handuk di sebuah gym. Harapannya muncul dikala seorang laki-laki mulai menghubunginya. Terakhir ada Ci Surya (Dayu Wijanto), perempuan 48 tahun yang gres saja ditinggal mati sang suami dan kehilangan gairah hidup. Saat itulah ia tahu bahwa sang suami sempat berselingkuh dengan seorang penyanyi kafe berjulukan Sofia (Dira Sugandi).
Apa yang lebih menyenangkan dari menonton film bagus? Jawabannya yaitu menonton film anggun yang berhasil mewakili isi pikiran dan menyuarakan sesuatu sama menyerupai yang ada dalam hati kita. Begitulah pengalaman aku menonton film ini. Apa-apa saja yang disuarakan oleh film ini wacana gosip sosial-masyarakat juga merupakan hal-hal yang telah menciptakan aku gerah. Kaprikornus walau ber-setting di Jakarta, Selamat Pagi, Malam sesungguhnya juga amat sesuai dengan daerah lain khususnya kota-kota besar di Indonesia. Saya kesal dikala sedang nongkrong tapi orang-orang justru sibuk dengan smartphone mereka. Saya kesal dikala makanan import lebih dipuja, dan harga makanan di restoran jadi lebih mahal hanya sebab sajian yang memakai bahasa Inggris. Saya kesal dikala status sosial ditentukan oleh daya beli, tampak luar dan sejauh mana seseorang mengikuti tren. Sepertinya hampir tidak ada gosip sosial yang terlewat disentil oleh film ini, setidaknya lewat satu-dua baris kalimat. Hampir setiap momen dimaksimalkan oleh Lucky Kuswandi untuk mengkritik sesuatu tanpa harus terasa dipaksakan, sok pintar, apalagi menggurui.
Film ini dibagi kedalam tiga kisah yang saling beriringan, yaitu Gia-Naomi, Indri dan Ci Surya. Ketiga kisah itu sama-sama menghadirkan kegetiran masing-masing perempuan, bagaimana mereka merasa sendiri, sepi dan loveless di tengah suasana hiruk pikuk ibukota. Kisah Gia dan Naomi paling banyak dimanfaatkan untuk memperlihatkan kritik lewat pertukaran obrolan mereka berdua. Tentu saja didukung akting anggun dan chemistry kuat Adinia Wirasti-Marissa Anita, kisah keduanya berhasil menjadi yang paling cerdas dan lengkap. Sedangkan kisah Indri yaitu yang paling menghibur dan memancing tawa. Indri yaitu perempuan polos yang mencoba, dan ingin mencicipi menjadi kaya tanpa tahu apapun wacana hal itu. Sosoknya lucu tapi tidak komikal secara berlebihan. Tetap ada kedalaman yang tentu saja bersumber dari kegetiran dalam hatinya. Pada alhasil memang kisah Ci Surya yang paling tidak menarik. Tidak buruk, hanya saja amat jauh dibanding dua dongeng lainnya. Seolah kisahnya ada di dunia yang berbeda. Sayang sekali sebab dongeng Ci Surya berpotensi menghadirkan pembeda lewat konflik yang lebih kompleks, lebih tragis dan lebih sampaumur tentunya.

Tapi Selamat Pagi, Malam tidak hanya melulu soal kegelapan dan kesedihan, sebab di tengah gelapnya malam itu selalu terselip keindahan yang hadir dikala lebih banyak didominasi sudah terlelap, dan yang masih terbangun mulai melepaskan topeng mereka secara perlahan. Meski pada alhasil tidak terasa memunculkan kebahagiaan, tetap ada secercah impian yang terasa pada konklusi, sama menyerupai matahari yang secara perlahan akan mulai menerangi dunia, menggantikan gelapnya malam. Keindahan itu semakin terasa berkat adegan-adegan yang juga dihukum dengan begitu indah. Keindahan tidak hanya berarti gambar-gambar malam dengan lampu-lampu berkilau yang biasanya menjadi tolak ukur keindahan film dengan setting malam hari. Film ini lebih dari itu. Keindahannya tidak hanya tersaji oleh visual saja, tapi lebih dalam lagi hadir sebab jalinan rasa yang berhasil tercipta. Sebagai pola lihat adegan Dira Sugandi menyanyikan "Pergi untuk Kembali" tanpa iringan satupun alat musik. Bicar soal musik, film ini pun seolah menyajikan paket lengkap sebab jajaran soundtrack-nya yang memukau menyerupai "Selamat Pagi, Malam" milik Agustin Oendari atau "To NY" dari Aimee Saras. Menonton Selamat Pagi, Malam terasa menyerupai duduk bersama teman-teman atau pacar dibawah langit malam, berbicara wacana banyak hal dan melibatkan banyak emosi, tapi pada alhasil berakhir dengan senyuman, menghisap rokok dan meminum tetes terakhir dari cangkir kopi, kemudian memejamkan mata. Sungguh indah.

Artikel Terkait

Ini Lho Jogja Asian Film Pameran - Selamat Pagi, Malam (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email