Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Kick-Ass 2 (2013)

Tiga tahun lalu, Matthew Vaughn sukses menghadirkan Kick-Ass, sebuah film pembiasaan komik mengenai superhero tanpa kekuatan super yang berhasil mendapat respon positif serta meraih kesuksesan finansial yang lumayan. Sebuah kesuksesan yang cukup untuk menghasilkan sebuah sekuel. Kali ini Matthew Vaughn hanya menjadi produser sesudah memutuskan untuk terlibat dalam franchise X-Men yang sibuk dan memperlihatkan dingklik penyutradaraan dan penulisan naskah kepada Jeff Wadlow. Tentu saja sekuelnya masih akan melanjutkan ciri khas yang telah dibangun film pertamanya, yakni komedi satir, tingkat kekerasan yang cukup tinggi, serta sosok gadis berusia 15 tahun yang hebat membunuh orang dan bermulut kotor yaitu Hit Girl yang masih dimainkan oleh Chloe Moretz. Kisahnya masih melanjutkan apa yang terjadi pada film sebelumnya dimana kemunculan Kick-Ass mulai menginspirasi banyak orang untuk turun ke jalan dan memerangi kejahatan dalam balutan kostum superhero buatan mereka sendiri.

Ironisnya disaat mulai banyak yang terinspirasi dengan aksinya, David Lizewski (Aaron Taylor-Johnson) sang Kick-Ass justru telah berhenti melaksanakan kegiatannya membasmi kejahatan. Namun usang kelamaan Dave merasa bosan dengan kehidupan normal tersebut dan meminta Mindy (Chloe Moretz) untuk melatihnya menjadi seorang superhero yang tangguh. Itulah yang menjadi bekal Dave untuk kembali beraksi dan karenanya bergabung dengan grup superhero berjulukan Justice Forever yang dipimpin oleh mantan cecunguk berjulukan Colonel Stars and Stripes (Jim Carrey). Sayangnya Dave harus kecewa dikala Mindy menolak ajakannya bergabung alasannya ialah terlah berjanji kepada Marcus (Morris Chestnut) yang sekarang menjaganya sepeninggal sang ayah untuk tidak lagi menjadi Hit Girl. Mindy sendiri tengah berusaha untuk menjadi gadis normal yang bergaul dengan teman-teman seusianya. Disisi lain, Chris D'Amico (Christpher Mintz-Plasse) masih menyimpan dendam terhadap Kick-Ass yang meledakkan sang ayah dengan bazoka. Menanggalkan jubah Red Mist sang superhero, Chris bermetamorfosis supervillain pertama berjulukan The Motherfucker yang kemudian merekrut para penjahat untuk membentuk grup supervillain berjulukan The Toxic Mega-Cunts. Tujuan utamanya satu, yaitu membunuh Kick-Ass.

Disaat banyak orang begitu memuji Kick-Ass dengan segala tingkat kebrutalan, bahasa garang serta komedi satirnya, saya sendiri tidak terlalu terpukau. Ya, film pertamanya ialah tontonan unik yang menyoroti hal berbeda dari kehidupan superhero di dunia nyata. Saya sendiri tidak terlalu terkejut dengan tingkat kesadisannya yang bagi saya masih biasa saja (jauh lebih ramah dibanding komiknya) juga tidak terlalu mempermasalahkan abjad Mindy yang mengucapkan kata cunt di film tersebut. Sudah banyak karkater anak kecil yang jauh lebih muda dari Hit-Girl mengucapkan bahasa yang lebih garang dalam film. Namun memang harus diakui pembawaan Chloe Moretz membuat kata tersebut menohok, sama ibarat dikala Samuel L. Jackson berkata mother fucker!. Singkatnya Kick-Ass ialah hiburan yang menyenangkan namun tidak terlalu memenuhi ekspektasi saya yang begitu tinggi. Sedangkan dalam Kick-Ass 2 saya tidak lagi memasang ekspektasi tinggi apalagi sesudah filmnya mendapat respon negatif dari para kritikus.  
Kick-Ass 2 menampilkan lebih banyak porsi drama dan memang ada begitu banyak aspek yang coba disinggung, tidak lagi hanya sekedar obsesi cukup umur menjadi superhero. Disini kita akan melihat bagaimana seorang superhero bersinggungan dengan konsekuensi "pekerjaan" mereka yang tidak hanya membahayakan nyawa mereka tapi juga orang-orang tercinta di sekitar mereka. Juga ada konflik seputar kehidupan sosial remaja, konflik yang terbangun antara sahabat hingga keluarga. Tapi Jeff Wadlow terasa sedikit serakah dalam merangkai kisahnya. Dengan berfokus pada konflik diri Kick-Ass sekaligus Hit-Girl, filmnya berulang kali berpindah fokus. Belum lagi melihat fakta bahwa tiap abjad tidak hanya diperkenalkan pada satu konflik yang karenanya malah membuat masing-masing dramanya tidak berakhir maksimal. Dampak yang seharusnya lebih terasa dari banyak sekali konflik tersebut terasa berlalu begitu saja seolah semuanya gampang dilupakan oleh tiap-tiap karakternya. Sangat disayangkan padahal beberapa kali momen tragis yang ada terasa menusuk namun efek yang mengiringi insiden tersebut sama sekali tidak mengena dan konflik yang telah dibangun berakhir cukup hambar.

Masih seputar "kebanyakan", film ini menampilkan banyak sekali macam abjad superhero dengan keunikan kostum dan basic abjad yang gotong royong unik tapi lagi-lagi semuanya tidak mendapat porsi yang sesuai dan berakhir hanya sebagai embel-embel yang terlupakan. Bicara soal jumlah pahlawan yang banyak, saya geli melihat bagaimana tiba-tiba puluhan pahlawan yang menyerbu markas The Toxic Mega-Cunts bisa tiba-tiba hilang dikala pertarungan telah berakhir. Pengecualian mungkin ada pada sosok Mother Russia yang sukses menjadi sosok villain yang begitu mengancam. Ambil referensi superhero yang tergabung dalam Justice Forever dimana mereka masing-masing punya dilema masing-masing yang memacu mereka menjadi superhero tapi pada karenanya semua itu tidak lebih dari sekedal tempelan tak berarti. Yang paling saya sayangkan tentu saja kemunculan Jim Carrey yang begitu minim dengan abjad yang kurang tergali sebagai sosok superhero mantan cecunguk yang mengkalim sebagai pengantu Katolik yang "terlahir kembali". Padahal di beberapa momen saya merasa Carrey bisa memanggul beban yang jauh lebih berat untuk membuat sosok Colonel Stars and Stripes jauh lebih menarik lagi. 

Tapi untungnya Kick-Ass 2 masih punya rangkaian adegan agresi seru yang brutal dengan darah dimana-mana serta tingkat kesadisan yang memuaskan. Memang tidak se-stylish film pertama tapi saya suka bagaimana kesadisannya membuat sebuah hiburan yang seru, menyenangkan sekaligus menghadirkan kekelaman tersendiri. Tentu saja lagi-lagi bicara adegan agresi brutal yang seru kita harus berterima kasih kepada sosok Hit-Girl yang masih begitu keren disini. Pertarungannya dengan Mother Russia di titik puncak jauh lebih seru dibandingkan momen (yang diharapkan) epic dikala puluhan anggota Justice Forever menyerbu markas The Toxic Mega-Cunts. Bagi Chloe Moretz film ini makin membuat saya menyukai sosoknya yang juga dengan luar biasa memerankan Mindy yang harus bergulat dengan kehidupa sosialnya. Subplot Mindy dengan kehidupan sosialnya mau tidak mau membuat saya teringat pada sosok Carrie yang nantinya akan diperankan oleh Chloe Moretz. Penampilannya disini membuat saya optimis akan hasil tamat film tersebut.

Ada begitu banyak hal yang tidak terpapar dengan maksimal lainnya ibarat cerita cinta Dave dengan....wanita manapun di film ini, hingga konflik antara Dave dan sahabatnya yang kemudian sempat berpaling kepada The Toxic Mega-Cunts. Seharusnya itu menjadi sebuah ironi yang bisa tergarap lebih maksimal disaat sahabat sang superhero justru berbalik berada di pihak musuh besarnya. Satir yang dihadirkan pun terasa kurang menggigit termasuk kaos bertuliskan I Hate Reboot yang dikenakan Dave. Tapi bagi saya dengan segala kekurangannya, Kick-Ass 2 tetaplah hiburan yang sangat menyenangkan dengan segala kebrutalan yang ada dan penampilan yang (lagi-lagi) memikat dari seorang Chloe Moretz.

Artikel Terkait

Ini Lho Kick-Ass 2 (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email