Sunday, January 13, 2019

Ini Lho Kon-Tiki (2012)

Pada tahun 1947, seorang etnografer berjulukan Thor Heyerdahl melaksanakan sebuah ekspedsi asing yang diberi nama Kon-Tiki Expedition. Disaat orang-orang yakin bahwa Polinesia ditemukan oleh orang-orang yang ber-migrasi dari Barat, Thor meyakini sebaliknya, bahwa Polinesia ditemukan oleh orang-orang dari Amerika Selatan. Perjalanan tersebut direkam oleh Thor dan pada hasilnya menghasilkan sebuah film dokumenter berjudul Kon-Tiki yang memenangkan Oscar untuk kategori Best Documentary Feature Film di tahun 1951. Kemenangan tersebut mengakibatkan film dokumenter itu sebagai satu-satunya film Norwegia yang berhasil memenangkan Oscar sampai kini. Selang 65 tahun dari ekspedisinya, film wacana Kon-Tiki kembali dibuat, bedanya kali ini bukan dengan format dokumenter. Lagi-lagi film ini berhasil mendapat nominasi Oscar, kali ini untuk kategori Best Foreign Language Film dan mengakibatkan Kon-Tiki sebagai satu-satunya film Norwegia yang berhasil meraih nominasi di Oscar dan Golden Globe. Nampaknya ekspedisi Kon-Tiki memang sebuah anugerah yang selalu membawa laba bagi Norwegia, bahkan sampai kini.

Dalam film ini kita akan diajak mengikuti perjuangan Thor Heyerdahl yang semenjak kecil digambarkan sebagai seseorang yang tidak pernah takut menantang ancaman dan tidak pernah mendengar cibiran ataupun larangan dari orang lain akan hal tersebut. Makara meskipun para ilmuwan dan aneka macam macam pihak mencibir teorinya wacana Polinesia Thor tetap tidak gentar. Bahkan disaat ia mendapat tantangan untuk menandakan kebenaran teorinya dengan berlayar menuju Polinesia hanya dengan menaiki rakit, beliau menyanggupi hal tersebut. Awalnya Thor kesulitan mencari dana dan orang-orang yang akan diajaknya berlayar. Sampai pada hasilnya Thor berhasil mendapat lima orang untuk diajak mengarungi lautan dan mendapat pendanaan dari pemerintah Peru. Akhirnya pada 28 April 1947 Thor dan kelima rekannya mulai berlayar menempuh hampir 7.000 km hanya dengan rakit  yang dibentuk secara begitu tradisional, ibarat yang dilakukan orang-orang Tiki pada 1.500 tahun yang lalu. Di tengah maritim mereka harus menghadapi aneka macam macam rintangan mulai dari kondisi cuaca yang tidak bersahabat, sampai ancaman binatang buas khususnya hiu.
Menonton Kon-Tiki mengingatkan saya pada Life of Pi, hanya saja dalam versi yang lebih sederhana tanpa balutan CGI mewah. Namun hal itu tidak menyurutkan kualitas film ini dalam menghadirkan keindahan yang tersaji di tengah lautan. Beberapa adegan memiliki kemiripan dengan film Ang Lee tersebut, mulai dari kemunculan paus raksasa, ikan terbang, maritim yang bercahaya indah di malam hari sampai serangan angin ribut yang mengerikan. Jika Life of Pi menekankan pada sisi spiritual yang dirasakan oleh karakternya selama mengarungi lautan, maka Kon-Tiki lebih menekankan pada bagaimana para kru yang ada bertahan dari segala rintangan yang mereka hadapi. Ini ialah sebuah cerita wacana bagaimana seseorang terus berpegang pada apa yang ia yakini dan percaya, sehingga rintangan sebesar apapun yang ada tidak lagi menjadi masalah. 

Kon-Tiki punya beberapa momen yang emosional. Tentu saja momen final dimana pada hasilnya ekspedisi tersebut berhasil ialah salah satu yang paling menggugah perasaan Tapi diluar itu masih ada aneka macam momen lain yang cukup mengena. Sayangnya bukan berarti film ini tidak terasa melelahkan. Sepanjang 118 menit memang ada beberapa keindahan visual dan momen emosional yang tersaji, tapi cukup banyak juga momen membosankan yang terasa. Ada kalanya saya dibentuk tegang ibarat disaat kemunculan hiu yang menjadi momen paling sadis dan berdarah dalam film ini, tapi ada kalanya juga saya dibentuk mengantuk disaat film ini mengalir dengan begitu lambat tanpa adanya momen menarik. Menonton Kon-Tiki laksana saya menjadi salah satu kru dalam rakit tersebut, dimana ada suatu waktu yang terasa begitu menegangkan tapi ada kalanya kapal hanya terombang-ambing penuh kesunyian dan yang tersisa hanyalah rasa bosan dan kantuk. Secara keseluruhan bukanlah sebuah film yang luar biasa, tapi Kon-Tiki sudah terasa lebih menarik dari apa yang saya perkirakan, khususnya adegan pembantaian hiu yang jadi momen favorit saya.


Artikel Terkait

Ini Lho Kon-Tiki (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email