Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Lone Survivor (2013)

Konflik militer di Afghanistan yang berlangsung dari tahun 2001 dan belum juga usai hingga sekarang. Selama lebih dari satu dekade sudah puluhan bahkan mungkin ratusan ribu nyawa yang menjadi korban peperangan tersebut. Salah satu dongeng tragis nan heroik yang muncul dalam peperangan tersebut yakni sebuah dongeng mengenai Operation Red Wings. Operasi itu yakni sebuah operasi yang dijalankan di tahun 2005 oleh US Navy SEAL namun balasannya malah berujung kegagalan tragis. Hanya satu orang yang berhasil selamat dari menjalankan misi tersebut, ia tidak lain yakni Marcus Luttrell yang balasannya pada tahun 2007 menerbitkan sebuah buku menurut tragedi tersebut yang ia beri judul Lone Survivor.  Bukut itu jugalah yang menjadi dasar Peter Berg menulis naskah film ini. Sebenarnya sesudah Battleship yang hancur-hancuran, saya sendiri cukup pesimistis Peter Berg sanggup menghasilkan sebuah karya yang memikat. Lone Survivor sendiri mempunyai beberapa nama besar di dalamnya mulai dari Mark Wahlber, Emilie Hirsch, Ben Foster, Eric Bana, hingga Taylor Kitsch. Untuk nama yang terakhir mungkin Lone Survivor bisa jadi ajang kebangkitannya sesudah tahun 2012 kemudian yakni momen hero to zero bagi Kitsch. Dari seorang pemain drama muda yang digadang menjadi the next big thing menjadi rajanya film box office bomb berkualitas mengecewakan ibarat John Carter dan Battleship.

Pada 28 Juni 2005, SEAL team 10 yang bertugas di Afghanistan menerima misi untuk membunuh salah seorang pimpinan Taliban berjulukan Ahmad Shah. Maka dikirimlah sebuah tim yang dipimpin oleh Michael Murphy (Taylor Kitsch) untuk melaksanakan penyergapan. Bersama Michael ada tiga orang prajurti lainnya, yakni Marcus Luttrell (Mark Wahlberg), Danny Dietz (Emilie Hirsch) dan Matt 'Axe' Axelson (Ben Foster). Awalnya misi tersebut berjalan lancar dimana mereka berempat masih bisa saling bercengkerama dna bercanda satu sama lain. Namun semuanya berubah disaat sinyal komunikasi mulai menghilang dan terjadi sebuah hal yang tidak mereka perkirakan. Mereka berempat terjebak di sebuah pegunungan terjal sekaligus dikepung oleh pasukan Taliban yang jumlahnya berkali-kali lipat lebih banyak dari mereka. Jelas Lone Survivor berbeda dengan Battleship. Diluar film ini tidak melibatkan alien dan berbujet jauh lebih kecil, pendekatan yang dilakukan pun terang berbeda dengan tujuan selesai yang berbeda pula. Jika Battleship murni sebuah film hiburan penuh ledakan yang "bodoh", maka Lone Survivor meski tetap punya banyak ledakan, dibentuk sebagai bentuk penghormatan pada mereka para prajurit super tangguh Amerika khususnya yang gugur di medan perang. Ya, ini bukan sekedar festival ledakan dari Peter Berg.

Dibuka dengan sebuah footage latihan yang ditunjukkan diawal, Berg coba menegaskan bahwa mereka para prajurit Navy SEAL yang akan dikisahkan dalam film ini bukanlah prajurit biasa. Mereka sudah melewati banyak sekali latihan penuh siksaan berat yang tidak jarang mengancam nyawa mereka. Mereka yakni prajurti yang dilatih biar bisa melewati batas diri mereka sendiri. Hal itupun tergambar terang pada ketika baku tembak sudah pecah dimana keempat Navy tersebut digambarkan sebagai orang-orang yang terus gigih berjuang hingga titik darah penghabisan dan tetap berusaha mengangkat senjata meskipun fisik mereka sudah benar-benar terluka parah dan rasa takut menyelimuti diri mereka masing-masing. Disinilah perjuangan Berg untuk menunjukkan tribute bagi para prajurit ini sangat terasa. Memberikan momen demi momen yang terasa heroik dari para prajurit, untungnya Berg tidak lantas menimbulkan mereka berempat sebagai mesin patriotik belaka. Kita masih bisa mencicipi bahwa meski telah digembleng sedemikian rupa dan bisa melewati segala batasan fisik, mereka tetaplah insan biasa yang bisa mencicipi takut, cemas dan putus asa. Berkat akting yang cukup baik dari keempat pemain drama utamanya sisi tersebut berhasil dimaksimalkan. 
Tentu saja salah satu kelebihan lain dari Lone Survivor adalah kehebatan Berg mengemas adegan baku tembak yang terjadi. Film ini mempunyai adegan peperangan yang begitu menegangkan. Diawali dengan sebuah momen hening, semuanya terasa begitu intens dan mencekam sesaat sesudah desingan peluru terdengar untuk pertama kalinya. Dilengkapi dengan pengemasan tata bunyi yang memikat, banyak sekali desingan peluru, ledakan bom dan kehancuran dimana-mana menjadi terasa makin menegangkan. Tidak heran film ini menerima dua nominasi Oscar untuk tata suaranya, yakni Best Sound Mixing dan Best Sound Editing. Tidak hanya menegangkan, beberapa adegan juga terasa menyesakkan bahkan menyakitkan. Sebagai teladan yakni dua adegan ketika keempat prajurit SEAL tersebut jatuh dari tebing dan terus berguling seolah tanpa ujung. Beberapa adegan lain pun sukses menciptakan saya meringis ngilu ketika tanpa sadar diajak membayangkan rasa sakit yang dialami oleh masing-masing karakternya. Jika bicara perihal adegan baku tembak, Lone Survivor memang patut diacungi dua jempol berkat rentetan pertempuran yang terasa begitu intens, menegangkan dan menyesakkan dari awal hingga selesai dengan begitu konsisten.

Sayang kalau berbicara adegan diluar pertempuran, Lone Survivor tidaklah sehebat itu. Setiap kali Lone Survivor keluar sedikit saja dari momen baku tembak tensinya menurun. Bahkan paruh balasannya juga begitu terasa anti-klimaks. Mengatakan Lone Survivor sebagai film agresi tanpa hati juga tidak sepenuhnya tepat. Masih ada beberapa momen penggalian abjad yang dilakukan oleh Peter Berg. Saya sendiri tidak berharap akan ada eksplorasi mendalam perihal masing-masing dari keempat abjad utamanya alasannya yakni memang fokus utama film ini lebih pada momen peperangan yang terjadi. Hanya saja saya tetap merasa untuk bisa mencicipi simpati pada karakternya diharapkan pendekatan yang lebih mendalam lagi. Saya akui ending-nya terasa mengharukan, namun itu bukan alasannya yakni simpati saya pada versi film karakternya tapi lebih alasannya yakni melihat foto-foto para korban positif dalam momen penuh kebahagiaan masing-masing. Namun meski terasa kurang mendalam setidaknya Peter Berg sudah memasukkan beberapa pendalaman abjad meski hasil balasannya kurang maksimal. Secara keseluruhan Lone Survivor adalah film yang begitu menegangkan meski penonton sudah tahu bagaimana selesai filmnya. Film inipun mempunyai abjad laki-laki tangguh yang masih tetap terasa manusia. Bahkan Marcus yang selamat pun bukanlah sosok prajurti super ibarat Rambo, dan ia selamat lebih alasannya yakni faktor-faktor X lainnya.

Artikel Terkait

Ini Lho Lone Survivor (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email