Pada gelaran 6th Asian Film Awards lalu, nama Indonesia cukup terangkat dengan terdapatnya dua wakil di ajang tersebut. Yang pertama yakni The Mirror Never Lies yang menerima dua nominasi yaitu Best Newcomer untuk sutradara Gita Novalista dan nominasi Best Cinematography dimana film tersebut memang punya sinematografi yang hebat dan menampilkan gambar-gambar indah. Sedangkan satu film lagi yakni Lovely Man ini yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Film garapan Teddy Soeriaatmadja ini lebih hebat lagi dengan berhasil mengantongi tiga nominasi yaitu untuk Best Director, dan dua nominasi sisanya didapat Donny Damara untuk kategori Best Actor dan Favorite Actor. Hebatnya, Donny Damara berhasil memenangkan kategori Best Actor walaupun untuk kategori pemain drama favorit harus kalah dari Andy Lau. Tapi tentunya hal ini merupakan pujian yang luar biasa dan menciptakan saya jadi ingin tau sebagus apakah filmnya? Sekeren apakah akting Donny Damara yang di film ini memerankan banci?
Kisahnya yakni wacana Cahaya (Raihaanun) seorang gadis berjilbab berusia 19 tahun yang nekat pergi ke Jakarta tanpa berpamitan pada ibunya untuk mencari ayahnya yang telah 15 tahun pergi meninggalkan rumah. Meski tiap bulan sang ayah selalu rutin mengirimkan uang, namun tentunya Cahaya ingin untuk bertemu eksklusif dengan ayahnya itu. Betapa kagetnya Cahaya ketika mengetahui sang ayah ternyata bekerja tiap malam sebagai bencong yang dikenal dengan nama Ipuy (Donny Damara). Pada awalnya mereka berdua sama-sama saling kesulitan mendapatkan satu sama lain. Tapi obrolan demi obrolan yang terjadi diantara mereka makin usang makin menciptakan mereka saling memahami satu sama lain dan bertahap relasi ayah dan anak yang telah 15 tahun tidak bertemu itu mulai hangat. Tapi ternyata masih ada beberapa kejutan yang muncul dari duduk perkara mereka masing-masing. Ya, tidak disangka Lovely Man menyimpan beberapa kejutan tak terduga yang tidak asal mengejutkan tapi menyisakan renungan-renungan tersendiri bagi para penontonnya.
Mendengar bahwa Lovely Man adalah drama yang tokohnya yakni bencong niscaya yang terpikirkan yakni sebuah drama mengenai bagaimana kerasnya hidup para bencong dan kritikan sosial mengenai bagaimana mereka selalu dipandang sebelah mata. Tapi ternyata film ini tidak ibarat itu. Lovely Man tidaklah terlalu berambisi mengangkat kritikan yang berat, namun murni hanya drama antara ayah dan anak dan diselipi banyak sekali bumbu yang tidak terasa berlebih. Sepanjang film yang "hanya" berdurasi 75 menit ini kita akan disuguhkan dua orang tokoh yang di permukaan terlihat sangat berbeda satu sama lain yang saling berbicara, bertukar pikiran, pengalaman dan perasaan. Terdengar membosankan? Sama sekali tidak. Sebuah konsep yang mengingatkan saya pada film macam Before Sunrise meskipun dalam Lovely Man masih ada beberapa adegan yang tidak hanya menampilkan obrolan keduanya, tapi dominan durasi memang berlangsung ibarat itu. Yang menciptakan obrolan itu tidak membosankan yakni konten yang diobrolkan memang menarik. Banyak sekali perenungan-perenungan didalamnya, dan tidak ada satupun momen dimana kita terasa digurui. Celetukan-celetukan "khas" bencong yang dilontarkan Donny Damara juga cukup bisa menciptakan suasana cair dan menciptakan obrolan tidak pernah terasa berat.
Jika diperhatikan ada banyak sekali ironi yang terpampang dalam film ini. Dari kemasannya sudah terlihat dimana seorang bencong ngobrol berdua dengan gadis berjilbab dimana itu yakni hal yang amat bertolak belakang. Namun seiring berjalannya dongeng dan makin banyak obrolan diantara keduanya maka sisi lain dari masing-masing huruf mulai terlihat. Setelah banyak sekali sisi lain keduanya terungkap saya jadi teringat akan sebuah "ajaran" usang yang sudah berulang kali saya dengar mengenai jangan menilai orang dari tampilan luarnya. Sebuah hal klise yang sudah berulang kali dituturkan oleh banyak pihak namun dalam Lovely Man hal itu sangat terasa dan muncul dengan begitu alamiah tanpa harus senagaja dibentuk biar penonton mengetahui pesan moral tersebut. Kemudian berlanjut kepada perenungan saya mengenai sosok orang renta ideal. Apakah dengan mempunyai ayah seorang bencong ibarat yang dialami Cahaya hal itu artinya ia tidak mempunyai ayah yang baik? Mari berandai-andai bahwa ayah Cahaya bukanlah seorang bencong dengan kehidupan keras namun hanya pedagang biasa, apakah bisa Cahaya mendapatkan banyak sekali pengalaman dan "petuah"mengenai duduk perkara berat yang sedang ia alami dari ayahnya dimalam mereka bertemu?
Lalu bagaimana dengan akting Donny Damara yang diganjar Best Actor tersebut. Dia memang hebat disini. Jangan kira tugas bencong membuatnya harus senantiasa berlaku annoying layaknya karakter-karakter bencong di sinetron. Pendapat saya wacana akting Donny disini yakni "bancinya natural". Disamping itu ia bisa memainkan momen-momen dramatis dalam karakternya sebagai seorang bencong dengan baik. Sebuah pencapaian yang hebat sebab momen-momen macam itu yakni momen yang sulit kalau akting sang pemain tidak natural. Hubungannya dengan Raihaanun disini juga yummy dilihat. Pembangungan interaksi keduanya begitu baik dari awal yang masih terasa canggung, sampai mulai menghangat sambil muncul juga konflik diantara keduanya. Momen-momen emosional bisa mereka hidupkan dengan baik sama baiknya dengan momen-momen tanpa obrolan yang hanya mengandalkan ekspresi, tatapan mata dan gestur. Raihaanun juga tidak bisa diremehkan disini. Dia aslinya yakni perempuan 23 tahun yang sudah punya seorang anak dan disini ia benar-benar terlihat sebagai gadis 19 tahun yang masih polos dan bergaya kampung. Akting hebat dipadu dengan chemistry apik memang akan menyajikan tontonan yang apik pula.
Pada kesudahannya Lovely Man adalah sebuah drama dengan konsep yang sederhana tapi unik dan kalau ditengok lebih dalam lagi akan ada banyak sekali hal yang bisa kita ambil dan banyak pula nilai moral. Tapi nilai moral yang muncul tidak berkesan menggurui dan bukan ditampilkan dengan begitu gamblang dengan menyampaikan bagaimana sesuatu itu seharusnya tapi menciptakan penontonnya merenungkan kebenaran itu sendiri. Perasaan itulah yang paling saya sukai dan nantikan seusai menonton sebuah film, dan Lovely Man mampu menciptakan saya mencicipi itu. Apalagi konsep ceritanya yang sederhana dengan hanya dominan diisi obrolan juga merupakan hal yang tidak gampang untuk dilakukan tapi Teddy Soeriaatmadja berhasil menyajikannya dengan baik.Gambar-gambar yang menyuguhkan pinggiran Jakarta di malam hari juga saya sangat suka. Jalanan sepi dibawah sinar lampu memang indah. Pada kesudahannya saya amat oke dengan sebuah baris obrolan tokoh Ipuy yang pada dasarnya yakni tidak ada benar/salah dalam seseorang menjalani hidupnya sebab semua yakni proses kehidupan.
RATING:
Ini Lho Lovely Man (2012)
4/
5
Oleh
news flash