Friday, January 11, 2019

Ini Lho The Monuments Men (2014)

George Clooney dan Matt Damon bergabung lagi mengumpulkan rang-orang terbaik untuk membuat sebuah "super group" dalam sebuah film bertemakan heist dengan setting perang dunia II. Apakah ini Ocean's dalam versi period? Dengan disutradarai oleh George Clooney serta banyaknya bintang yang bermain mulai dari Clooney dan Damon, kemudian ada Bill Murray, John Goodman, Jean Dujardin hingga Cate Blanchett, The Monuments Men nampak menyerupai sebuah film yang sudah niscaya menerima keberhasilan pada award season termasuk Oscar. Hal tersebut juga terlihat dari kegiatan rilis filmnya yang semula dijadwalkan pada Desember 2013, yang berarti bertepatan dengan award season. Namun tiba-tiba kegiatan rilisnya mundur hingga bulan Februari 2014 dengan alasan terjadi sedikit permasalahan pada proses editing. Apakah ini berarti pihak studio tidak percaya diri untuk merilis film ini pada bulan-bulan penghargaan alasannya yaitu kualitasnya yang tidak terlalu baik? Apapun itu, sebuah film yang disutradarai oleh Clooney dan diisi nama-nama besar yang penuh sesak sudah niscaya masuk daftar wajib tonton saya. Setelah menonton film ini aku pun amat sangat memaklumi pemunduran kegiatan rilisnya. Bukan hanya tidak punya kualitas untuk bersaing di ajang Oscar, The Monuments Men juga punya kualitas yang mengecewakan secara general.

Alkisah pada perang dunia II, terjadi sebuah kekhawatiran bahwa peperangan tersebut akan menghancurkan banyak sekali macam benda seni bersejarah milik para seniman ternama pada masa lalu. Kekhawatiran lain juga muncul berkaitan dengan rencana Hitler untuk mencuri semua benda seni yang ada untuk membangun sebuah musem miliknya yang akan diberi nama Fuhrer Museum. Atas dasar itulah Letnan Frank Stokes (George Clooney) meminta pembentukan sebuah tim yang bertujuan untuk mengamankan benda-benda seni dari kehancuran sekaligus mencari dan mengembalikan karya-karya yang telah dicuri oleh Hitler dan para Nazi. Setelah permintannya disetujui oleh Presiden, Frank pun mulai mengumpulkan orang-orang yang ia rasa layak untuk tergabung dalam tim tersebut. Bersama teman lamanya, Letnan James Granger (Matt Damon), Stokes pun membentuk tim berjulukan "The Monuments Men" yang alhasil terjun ke medan perang dengan mengusung misi menyelamatkan benda seni sebanyak mungkin termasuk yang dicuri oleh Hitler untuk dikembalikan pada daerah asalnya. Tapi tentu saja misi ini tidak akan gampang alasannya yaitu The Monuments Men diisi oleh orang-orang yang kurang berpengalaman di medan perang atau mereka para veteran perang yang tentu saja sudah tidak lagi fit untuk bertempur di bawah desingan peluru dan ledakan bom. Disisi lain Granger juga tengah berusaha menggali informasi dari Claire Simon (Cate Blanchett) seorang kurator yang diyakini tahu daerah para Nazi menyimpan benda seni yang mereka curi.
The Monuments Men sesungguhnya punya semua aspek untuk menjadi sebuah film yang anggun bahkan merajai award season. Mulai dari dasar dongeng yang berdasar kisah konkret menyangkut perang dunia bercampur dengan heist serta tentunya deretan pemain yang sudah dekat dengan nominasi Oscar. Tapi sayangnya naskah goresan pena George Clooney dan Grant Heslove yang merupakan pembiasaan dari buku The Monuments Men buatan Robert M. Edsel gagal memaksimalkan segala potensi yang dipunyai. Sebagai sebuah heist movie, kisah yang ditawarkan hampir tidak menarik sama sekali. Film bertemakan heist seperti Ocean's Eleven misalnya harus punya alur yang menarik dalam memberikan usaha karakternya dalam menjalankan misi yang dibebankan pada mereka dengan banyak sekali jalan yang cerdik. The Monuments Men gagal menampilkan itu. Alurnya terasa tidak rapih, berbelit-belit dan hanya terasa menyerupai kepingan demi kepingan scene yang dipaksakan menjadi satu. Hal ini membuat filmnya terasa membingungkan dan menghilangkan ketegangan yang seharusnya menjadi salah satu keunggulan utama film macam ini. Sedangkan sebagai sebuah film wacana kepahlawanan, film ini pun terasa kurang maksimal, tanpa adanya aspek emosional yang mendukung. Pada alhasil aku sama sekali tidak mencicipi kesan heroik yang harusnya terasa ketika melihat usaha tim pengaman benda seni ini.

Dengan berjubelnya nama besar yang membentuk sebuah grup, The Monuments Men juga gagal memaksimalkan aspek super group yang mereka miliki. Dalam sebuah film wacana super group, masing-masing karakternya harus sanggup digali hingga mempunyai keunikan serta daya tarik masing-masing yang berimbang. Pada alhasil ada huruf yang hanya numpang lewat tanpa terasa menarik menyerupai yang dimainkan oleh John Goodman dan Jean Dujardin, bahkan huruf yang punya porsi besar menyerupai yang dimainkan oleh Clooney dan Damon pun tidak terasa menarik. Sangat disayangkan khususnya untuk Dujardin yang punya potensi besar sebagai seorang laki-laki Prancis yang flamboyan dan punya "mulut" yang andal melontarkan kata-kata menarik. Untungnya ada Bill Murray dan Bob Balaban yang sanggup mencuri perhatian lewat pertukaran obrolan yang lucu serta chemistry yang kuat. Kita sanggup mencicipi kesan love/hate relationship diantara keduanya. Adegan yang menampilkan mereka berdua selalu menarik. Ya, jikalau film anda punya Bill Murray beliau setidaknya sanggup sedikit menyelamatkan film dari kehancuran secara menyeluruh. Cate Blanchett sendiri punya porsi yang begitu minim namun berkat aura yang ia pancarkan serta aksen uniknya beliau selalu sanggup mencuri perhatian saya. 
Dialog dalam film ini sendiri tolong-menolong cukup berpengaruh khususnya dengan selipan humor yang cukup efektif. Tapi sayangnya dari dialognya juga aku mencicipi ada kelemahan lain, yaitu beberapa momen repetitif yang mengolok-olok Hitler. Saya tidak mempermasalahkan sebuah film yang anti-Nazi atau anti-Hitler, tapi cara yang dipakai oleh film ini terlalu gamblang kalau tidak mau dibilang terlalu dangkal. Untuk film sekelas The Monuments Men (baca: disutradarai oleh Clooney) aku rasa tidak seharusnya untuk memperlihatkan kebencian pada seseorang harus ditampilkan dengan mengucapkannya secara eksklusif dan berulang-ulang. Satu hal lagi yang berusaha dituturkan dalam film ini yaitu betapa pentingnya benda seni dan sejarah yang seringkali dilupakan bahkan dianggap tidak berharga. Pertanyaan yang dilontarkan yaitu "apakah harga satu benda seni setimpal dengan harga nyawa seseorang?" Bagi aku ini yaitu pertanyaan yang tidak sanggup dijawab dengan eksklusif "ya" atau "tidak". Untuk menawarkan jawabannya, diperlukan kepintaran dalam mengemas tanggapan tersebut, dan The Monuments Men gagal menawarkan tanggapan yang memuaskan alasannya yaitu disatu sisi mereka berniat menawarkan tanggapan abu-abu yang lebih mengarah pada "ya", tapi di tamat film tetap saja tanggapan yang terasa yaitu "tidak".

Pada alhasil The Monuments Men diisi dengan banyak ketidak maksimalan termasuk dalam merangkum plot utama dan beberapa subplot yang ada. Sebagai teladan kisah antara Granger dan Claire yang sama sekali tidak berasa gregetnya. Tapi setidaknya film ini sanggup membuat banyak sekali macam replika benda-benda seni dengan begitu memikat. Mulai dari lukisan hingga patung-patung yang ada terlihat begitu indah. Tapi diluar itu, film ini diisi dengan banyak kekecewaan Yang paling utama tentu saja bagaimana film ini menyia-nyiakan potensi besar yang dimiliki mulai dari aspek dongeng hingga menyia-nyiakan talenta yang terlibat di dalamnya. Bukan sebuah film yang sangat buruk, tapi dengan segala ekspektasi dan potensi di dalamnya masuk akal saja jikalau aku begitu kecewa pada hasil tamat yang diberikan film ini. Mungkin film terburuk yang disutradarai oleh George Clooney hingga ketika ini.

Artikel Terkait

Ini Lho The Monuments Men (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email