Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Only God Forgives (2013)

Dua tahun yang kemudian duet Nicolas Winding Refn dan Ryan Gosling berhasil meraih sukses besar di Cannes Film Festival yang menerima standing ovation sekaligus memperlihatkan gelar Best Director pada Refn. Kolaborasi keduanya berlanjut di tahun ini melalui Only God Forgives yang menarik perhatian banyak orang termasuk saya. Setelah kesuksesan Drive kira-kira film mahir apalagi yang akan dihasilkan keduanya? Namun pada pemutarannya di Cannes, film ini memecah penonton menjadi dua kubu dimana banyak yang mencemooh namun ada juga penonton yang memperlihatkan standing ovation pada film ini. Opini kritikus pun cukup terpecah meski lebih banyak yang menilai negatif film ini. Mayoritas orang mengkritisi plot serta karakterisasinya yang dianggap kosong meskipun filmnya mempunyai sinematografi yang menawan. Namun saya tetap merasa tertarik pada film ini alasannya dua alasan, pertama Nicolas Winding Refn, kedua Ryan Gosling. Saya memang begitu menyukai Drive, namun diluar film tersebut karya-karya sang sutradara menyerupai Bronson dan Valhalla Rising selalu memperlihatkan pengalaman menonton film yang unik. Sedangkan Ryan Gosling bisa dibilang ketika ini merupakan salah satu properti "terpanas" Hollywood yang kapasitas aktingnya selalu memuaskan.

Julian (Ryan Gosling) yaitu seorang ekspatriat yang alasannya alasan tertentu meninggalkan Amerika dan tinggal di Thailand bersama kakaknya, Billy (Tom Burke). Disana Julian merupakan seorang pemilik boxing club yang sebetulnya merupakan kawasan penyelundupan narkoba besar-besaran. Suatu malam ia menerima kabar bahwa Billy telah tewas dibunuh. Mencoba membalaskan janjkematian kakaknya, Julian kesannya mengetahui bahwa Billy dibunuh alasannya ia memeprkosa seorang perempuan berusia 16 tahun sebelum membunuh perempuan tersebut secara brutal. Ayah perempuan tersebut, Choi Yan Lee (Kovit Wattanakul) lah yang memukuli Billy sampai tewas. Saat Julian tiba untuk menuntut balas, Choi Yan Lee bercerita bahwa ia membunuh Billy atas paksaan seorang polisi berjulukan Chang (Vithaya Pansringarm) yang ia deskripsikan sebagai Angel of Vengeance. Mendengar dongeng itu Julian melepaskan sang pembunuh kakaknya. Di satu sisi, Crystal (Kristin Scott Thomas) yang merupakan ibu Billy dan Julian tiba di Bangkok dan tetapkan memburu pembunuh Billy sehabis Julian menolak melakukannya.

Only God Forgives berjalan dengan tempo yang begitu lambat dan suasana yang sangat sepi. Karakternya jarang berdialog dan mengeluarkan emosi yang meletup-letup. Aliran emosinya datar dan hal tersebut dibalut dengan banyaknya adegan yang dibalut slow-motion walaupun gerakan para aktornya sudah dibentuk selambat mungkin. Gambarnya lebih banyak membisu dan menyorot suatu titik atau seseorang selama beberapa ketika tanpa ada perubahan posisi ataupun gerak dari objek yang dijadikan fokus. Ini merupakan sebuah tontonan yang tidak jauh beda dengan Valhalla Rising ataupun Drive. Namun yang menciptakan Only God Forgives berbeda dan merupakan faktor yang sering dijadikan target kritik yaitu begitu absurd dan asingnya semua hal yang ditampilkan disini. Dimulai dari karakter, sulit untuk saya menyampaikan bahwa Julian ataupun Chang yaitu seorang insan dilihat dari perbuatan sampai emosi yang terpancar dari mereka. Saya bukan mengarah pada datarnya muka Julian ataupun sadisnya perbuatan Chang dalam menegakkan hukum, melainkan pada rasa yang terpancar dari keduanya. Sangat masuk akal jikalau banyak yang menyebut abjad dalam film ini terasa dangkal.
Hal kedua yang menciptakan film ini terasa "asing" yaitu bagaimana lokasi-lokasi yang ada dikemas. Sebenarnya Only God Forgives hanya bertempat di lokasi-lokasi biasa di Thailand mulai dari boxing club, kamar apartemen, restoran dan jalanan-jalanan Thailand. Tapi pengemasan Nicolas Winding Refn yang memakai lampu berwarna-warni menciptakan Only God Forgives terasa bagaikan sebuah perjalanan di dunia mistis yang surreal. Saya sendiri begitu menyukai bagaimana sinematografi dalam film ini. Warna-warna yang digunakan bukanlah sekedar gaya belaka tapi terasa substansial. Bagaimana warna menyerupai merah, biru sampai kuning berpadu menggambarkan situasi yang penuh amarah, kematian, kesedihan sampai aura seksual yang kental. Lewat warna-warna inilah saya terbantu untuk mencicipi emosi yang ada disaat abjad yang ada tidak nampak memunculkan emsoi tersebut dari luar. Tapi bicara abjad yang sering dikritisi dangkal, saya justru merasa mulut datar yang mereka tampilkan yaitu perwujudan yang tepat dari masing-masing abjad khususnya Chang. Siapakah Chang? Jika ia disebut sebagai angel of vengance maka sosoknya sudah benar-benar menggambarkan hal itu. Mungkin abjad Chang merupakan salah satu abjad paling menyeramkan dalam film yang pernah saya tonton. Tanpa mulut ia memperlihatkan penghakiman pada orang yang menurutnya bersalah, dan dengan cuek ia akan menebaskan pedangnya untuk menghabisi mereka, membalas secara setimpal kesalahan yang telah mereka perbuat.

Ada anggapan Only God Forgives yaitu perjuangan seorang Nicolas Winding Refn menyamarkan film eksploitasi yang hanya menjanjikan adegan-adegan sadis dan sentuhan seksual kedalam sebuah bentuk arthouse cinema. Sedangkan alur ceritanya dianggap kosong dan tidak mempunyai tujuan yang berarti. Memang benar film ini punya kadar kekerasan yang cukup tinggi dan dikemas secara vulgar. Ada adegan menyerupai memotong tangan, menebas tubuh, menusuk mata dan lain-lain. Tidak salah memasukkan film ini ke ranah eksploitasi, tapi menilai ceritanya dangkal saya sendiri kurang setuju. Dibalik tingkat kekerasannya, Only God Forgives sebetulnya punya sebuah kisah yang menarik mengenai kekerabatan antara insan (pendosa) dengan Tuhan yang senantiasa memperlihatkan eksekusi bagi mereka. Julain sendiri merupakan seseorang yang tengah lari dari dosa yang ia perbuat dan ia pun "terpana" mendengar ada sosok angel of vengeance. Apa yang ia lakukan? Ia berusaha merenung dan kesannya tetapkan untuk melawannya. Seolah merupakan sebuah kisah ihwal insan yang berusaha "melawan" Tuhan hanya untuk menyadari bahwa pada kesannya Tuhan lah yang memberi putusan mengenai kesalahan seseorang.

Only God Forgives senantiasa berhasil mempengaruhi saya dengan rangkaian kisahnya yang cukup sureal dibalut dengan warna-warni cerah bersama karakternya yang justru tidaklah berwarna-warni. Setiap adegan demi adegannya bisa menciptakan saya terpana menantikan keindahan sekaligus kegilaan apa lagi yang akan diberikan oleh Winding Refn pada saya. Pada kesannya Only God Forgives memang akan menjadi film yang benar-benar memecah belah penontonnya. Akan ada penonton yang mencela karakter, dongeng serta tingkat kekerasannya, namun ada pula yang akan memuji serta terhipnotis oleh itu semua. Saya sendiri termasuk golongan yang kedua. Bagi saya Only God Forgives adalah kisah ihwal Tuhan dan insan yang berdosa, tapi secara tersirat film ini menceritakan hal-hal lain menyerupai rasa bersalah yang menghantui, penebusan dosa, bahkan disfungsi seksual dan incest sekalipun turut tergambar diantara kilatan lampu neon penuh warna tersebut.

Artikel Terkait

Ini Lho Only God Forgives (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email