Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Pee Mak Phra Khanong (2013)

Bicara mengenai perfiilman horor di Thailand, nama Banjong Pisanthanakun memang sudah begitu melekat. Sutradara yang satu ini memang telah banyak menciptakan film-film horor yang hebatnya masing-masing film tersebut layak disebut sebagai film horor terbaik yang pernah dihasilkan Thailand mulai dari Shutter, Alone, sampai ketika ia menciptakan masing-masing satu segmen dalam dua film Phobia. Bahkan Banjong juga terlibat dalam proyek The ABC's of Death tahun lalu. Sekarang disaat industri perfilman Thailand mulai beralih tren menjadi komedi romantis, Banjong tetap bisa menelurkan film yang berkualitas dan digemari lewat  sebuah komedi romantis berjudul Hello Stranger. Empat tahun semenjak Phobia 2 dan enam tahun semenjak Alone yang menjadi film horor panjang terakhirnya, Banjong kembali ke ranah tersebut lewat Pee Mak yang merupakan pembiasaan dari Nang Nak yang merupakan kisah rakyat Thailand. Tapi dengan berani Banjong menambahkan unsur komedi yang begitu kental dalam film ini termasuk memunculkan kembali Aey, Ter, Shin dan Puak yang sebelumnya sukses mengocok perut di dua film Phobia.

Kisah dalam film ini terjadi pada ketika Thailand masih berjulukan Siam dan berada dibawah pemerintahan Raja Mongkut yang berarti ber-setting sekitar tahun 1850-1860-an. Saat itu Mak (Mario Maurer) bersama kuartet kurang pintar Aey, Ter, Shin dan Puak sedang berada di medan perang. Mak meninggalkan istrinya Nak (Davika Hoorne) yang tengah hamil tua. Setelah perang usai, Mak dan keempat temannya tersebut pulang untuk menemui Nak yang ternyata telah melahirkan. Namun sesudah kepulangannya tersebut Mak justru mendapat kabar tidak yummy dari seisi kampung yang menyampaikan bahwa Nak sudah meninggal dan menjadi hantu. Mak tidak begitu saja percaya tapi satu per satu bencana horor mulai menimpa Mak dan teman-temannya. Film ini memang kurang ajar. Disaat saya berharap mendapat kembali teror mengerikan yang sekarang susah ditemukan dalam industri perfilman Thailand, sang master horor Negeri Gajah Putih tersebut justru menciptakan sebuah tontonan mengenai kisah rakyat horor yang ia rombak menjadi penuh kekonyolan demi kekonyolan yang pada karenanya mengakibatkan Pee Mak justru lebih kental unsur komedi daripada horornya.

Setelah adegan pembukanya yang cukup meyakinkan bahwa Pee Mak merupakan film horor yang menyeramkan, saya eksklusif "dikejutkan" ketika tone film berubah 180 derajat disaat kita dibawa melihat kondisi peperangan.Melihat belahan rambut menggelikan para karakternya, sampai obrolan yang (maunya) memantik semangat juang namun diselipin acuan film-film macam 300, Rocky sampai The Last Samurai padahal filmnya ber-setting jauh sebelum benda berjulukan film eksis saya eksklusif sadar bahwa daripada Shutter film ini akan lebih menyerupai segmen Man in the Middle ataupun In the End. Bahkan pada karenanya porsi komedi yang lebih banyak didominasi dibebankan pada kuartet konyol tersebut jauh lebih besar daripada porsi horornya sekalipun. Mungkin Pee Mak semenjak awal sudah berlabel horor-komedi namun pada karenanya saya merasa film ini lebih tepat disebut parodi. Karena karenanya pun momen angker yang ditampilkan seringkali berakhir lucu berkat keempat tokoh tersebut. Saya yang berharap mendapat sajian horor mengerikan pada awalnya sedikit kecewa tapi perlahan saya pun terpuaskan ketika humor konyolnya selalu tepat target dan menciptakan saya tertawa terbahak-bahak tidak hanya sekali dua kali namun berkali-kali. 
Namun Pee Mak tidak lantas menjadi sajian konyol nan tolol yang asal-asalan sebab baik itu konten humor yang penuh referensi, pembawaan para aktornya sampai timing dimunculkannya humor tersebut selalu sempurna. Dengan segala kteololan huruf dan kekonyolan humornya Pee Mak mengambarkan pernyataan bahwa idiot dan jenius itu berbeda tipis memang benar adanya. Tidak hanya komedi, bagi anda yang sebelumnya pernah mendengar kisah Nang Nak niscaya tahu bahwa akan ada unsur romansa yang cukup menyedihkan dalam kisah tersebut. Banjon Pisanthanakun pun masih akan menyajikan aspek romansa yang kuat. Tidak terlalu banyak, cukup berikan sebuah momen ketika Mak dan Nak berdua mengunjungi pasar malam yang indah sambil tertawa bersama dan sesekali melontarkan rayuan gombal maka terciptalah sebuah adegan klise namun terasa indah, romantis dan cukup menyentuh. Momen tersebut karenanya sudah mewakili kisah cinta Mak dan Nak. Romansanya sendiri secara keseluruhan berkisah perihal cinta sejati yang tidak mengenal bentuk dan sosok yang dicintai. Ini yaitu "pesan" biar kita tidak memandang jelek hal apapun tanpa mengenal hal itu lebih jauh. Bagi saya Pee Mak berkisah akan hal-hal tersebut daripada sekedar menebak "siapa bekerjsama yang hantu?"

Kaprikornus humornya sangat berhasil, romansanya cukup menggigit, pesan moralnya cukup terasa, kemudian bagaimana dengan horornya sendiri? Sayangnya dibandingkan aspek-aspek tersebut horor dalam film ini terasa tenggelam. Tidak jelek bekerjsama mengingat beberapa atmosfer mencekam dan tegang masih bisa dibangun namun sayang semuanya karam oleh begitu bersinarnya aspek komedi yang ada. Misteri perihal siapa bekerjsama yang hantu sekilas gampang ditebak diawal tapi semakin mendekati titik puncak misteri itu jadi semakin menarik dan dibumbui beberapa twist. Jika ada yang benar-benar mengganggu sesungguhnya bukan rasa horor yang kurang melainkan klimaksnya yang terlalu diulur-ulur. Momen dalam kuil tersebut dimulai cukup menarik kalau saja sesudah itu tidak ada tarik ulur kejar-kejaran dengan sang hantu yang terlalu usang dan diulang-ulang ataupun rangkaian obrolan romansa cheesy yang berlebihan antara Mak dan Nak. Sayang sekali tensi yang dibangun justru dirusak oleh klimaksnya yang terlalu panjang. Untung film ini diakhiri dengan sebuah credit scene yang kembali memunculkan tawa demi tawa yang membangkitkan kembali rasa suka saya kepada film ini.

Bicara soal jajaran cast, jelas yang paling bersinar yaitu kuartet Kantapat Permpoonpatcharasuk, Nuttapong Chartpong, Wiwat Kongrasri dan Pongsathorn Jongwilak yang dengan kompak dan tepat menebar humor demi humor yang begitu efektif. Davika Hoorne selain bagus ia bisa memperlihatkan kesan misterius sekaligus creepy yang cukup baik meski keteteran ketika harus menampilkan adegan penuh haru di simpulan film. Mario Maurer? Yah sosoknya menyerupai menjadi penarik minat penonton khususnya kaum hawa saja sebab sosoknya paling mengganggu disini. Penghantaran komedinya tidak terlalu jelek namun chemistry dan momen romansanya dengan Davika Hoorne menjadi terasa cuek sebab sosoknya yang terlalu childish. Secara keseluruhan Pee Mak Phra Khanong yaitu hiburan yang sangat menyenangkan. Jika anda berekspektasi mendapat tontonan horor mencekam mungkin itu tidak akan anda dapatkan tapi setidaknya anda tetap akan terhibur oleh film ini.

Artikel Terkait

Ini Lho Pee Mak Phra Khanong (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email