Friday, January 11, 2019

Ini Lho Raze (2013)

Film yang memperlihatkan karakter-karakternya harus bertarung satu sama lain hingga mati sudah sangat banyak. Tapi bagaimana kalau aksara yang beratrung hingga mati itu yaitu wanita? Premis itulah yang menciptakan Raze jadi sebuah tontonan yang menarik sebab disaat film-film serupa yang menampilkan pria-pria macho justru tampil kurang kasar dan brutal, Josh C. Waller menjanjikan pertarungan tangan kosong brutal antara para perempuan dalam film ini. Sebagai bintang utama ada nama Zoe Bell yang selama ini dikenal sebagai stunt dalam film-film ibarat Kill Bill, Iron Man 3 sampai serial televisi Xena: Warrior Princess. Zoe Bell sendiri sempat menjadi bintang utama dalam film Death Proof milik Quentin Tarantino. Selain Zoe Bell ada aktris-aktris "tangguh" lain ibarat Rachel Nichols dan Tracie Thorms. Nama terakhir juga tampil di Death Proof dan The Descent. Raze sendiri bercerita perihal puluhan perempuan yang diculik dan dipenjara untuk kemudian dipaksa bertarung satu lawan satu hingga mati hingga jadinya hanya ada satu pemenang yang bertahan hidup. Wanita-wanita ini juga tidak dapat menolak bertarung sebab kalau mereka menolak atau kalah dalam pertarungan maka orang tersayang mereka akan segera dibunuh. Sabrina (Zoe Bell) yaitu mantan anggota militer sekaligus tahnan perang yang ikut dicullik bersama puluhan perempuan lainnya. Sabrina mau tidak mau harus mulai membunuh lawan-lawannya, kalau tidak puterinya akan dibunuh. 

Tentu saja plot dalam Raze sepitis kertas meski ada perjuangan dari Josh C. Waller untuk menambahkan aneka macam satir sosial dalam ceritanya. Tapi toh pada jadinya Raze memang lebih banyak mengandalkan pertarungan-pertarungan brutal para petarung perempuan tersebut. Namun meski ceritanya tipis, perjuangan untuk memperlihatkan kisah dan sedikit latar beakang pada karakternya patut diapresiasi dan apa yang ditampilkan masih lebih manis daripada film-film setipe. Raze coba memasukkan unsur kapitalisme dalam kisahnya perihal orang-orang kaya yang dapat berbuat semau mereka bahkan demi mendapat hiburan. Ya, film ini memang coba memperlihatkan hiburan gila tidak manusiawi yang diminati orang-orang berduit. Selain itu Raze juga berkisah perihal sisi liar yang dimiliki oleh semua orang bahkan perempuan sekalipun. Tentu saja hal ibarat itu sudah bukan barang gres lagi, tapi berhubung yang dieksploitasi sisi liarnya yaitu para perempuan hasil jadinya jadi jauh lebih menarik. Dan ibarat yang sudah aku singgung sebelumnya film ini juga berusaha memperlihatkan latar belakang meski seadanya untuk masing-masing aksara sehingga memperlihatkan motivasi bagia tiap-tiap karakternya untuk bertarung. Sayangnya latar belakang tersebut masih terasa kurang dalam memperlihatkan sisi emosional yang dihadapi tokohnya jawaban dilema yang mereka hadapi. Padahal ada potensi untuk menggali aspek emosional perihal perjuangan bertarung demi orang tercinta hingga ketika mereka harus bertarung dengan sesama petarung yang sudah dekat dengan mereka. 
Kekurangan lain yang terasa dalam Raze adalah tidak terlalu jelasnya berapa jumlah petarung secara keseluruhan dan bagaimana sistem dari "turnamen" itu sebenarnya. Babak demi babak yang ada terasa terlalu random dan hanya asal menampilkan aksara yang satu melawan aksara yang lain. Hal ini terasa sebagai bentuk kemalasan dari penulis naskahnya untuk coba menampilkan pertarungan dengan sistem yang lebih terstruktur. Saya paham mungkin hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan "kejutan" pada penonton sebab penonton tidak tahu siapa yang akan bertarung berikutnya, namun bagi aku  hal tersebut malah menciptakan filmnya terasa dipaksakan. Namun pada jadinya dengan segala kekurangan dalam segi kisah termasuk dengan banyaknya plot hole, Raze tetap terasa menarik sebab sesungguhnya sajian utama dalam film ini yaitu pertarungan demi pertarungan brutal yang tersaji. Film ini memang pada jadinya justru terasa jauh lebih brutal dan punya momen pertandingan yang jauh lebih seru dibandingkan film-film serupa yang menampilkan laki-laki sebagai karakternya. Ada cukup banyak darah, kepala pecah dan bagian-bagian badan yang patah dalam film ini. Mungkin koreografi pertarungannya tidak bagus-bagus amat, tapi sajian kebrutalannya cukup menghibur. Dan lagi-lagi sebab yang bertarung yaitu para wanita, tensi yang muncul jadi jauh lebih seru dan menegangkan. Karakter-karakternya juga cukup menarik ketika harus bertarung dengan gaya mereka masing-masing meski pada jadinya banyak pertarungan yang terasa terlalu singkat. Andaikan beberapa pertarungan disajikan lebih panjang dan dikoreografi dengan lebih menonjolkan keunikan tiap-tiap karakternya, aku yakin film ini akan jauh lebih menyenangkan.

Bicara duduk kasus akting, tidak ada akting yang menonjol dalam film ini. Performa dari Rebecca Marshall sebagai Phoebe yang sinting terasa berlebihan dan terkadang malah menggelikan dengan tawa dan tatapannya yang coba dibentuk segila dan semenyeramkan mungkin. Doug Jones dan Sherilyn Fenn sebagai pasangan suami istri sinting yang memprakarsai "hiburan" bagi orang kaya ini juga tampil layaknya villain dalam B-Movie. Ya, sebab Raze memang B-Movie yang tidak dapat diperlukan bakal menampilkan kualitas akting yang memukau dan lebih banyak menyuguhkan performa over-the-top yang seringkali menggelikan daripada mengerikan. Tapi Zoe Bell terang jadi bintang utama film ini. Kualitas akting dramanya memang biasa saja, namun tidak terlalu buruk. Mungkin sebab ia sudah cukup banyak berguru dengan menjadi stunt dalam film-film manis yang menampilkan aktris-aktris hebat macam Uma Thurman dan Lucy Lawless. Tapi terang sinarnya paling terasa ketika ia pamer kebolehan beraturng dan menjadi perempuan perkasa ketika bertarung. Dalam hal ini Zoe Bell memang pilihan tepat dan bersama Gina Carano ia yaitu action heroine paling badass bagi saya. Pada jadinya Raze ditutup dengan ending yang cukup gampang ditebak, tapi berhubung aku menyukai tipikal ending macam ini, jadinya aku pun menyukai apa yang disajikan Raze. Dan secara keseluruhan Raze berhasil menjadi sebuah hiburan brutal yang menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan dari film-film lain yang menyebabkan pertarungan tangan kosong hingga mati sebagai sajian utamanya.

Artikel Terkait

Ini Lho Raze (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email