Sunday, January 13, 2019

Ini Lho The Squid And The Whale (2005)

Noah Baumbach memang bukanlah sutradara yang mengarahkan film-film dengan bujet besar atau bisa menghasilkan film dengan pendapatan ratusan juta dimana filmnya yang paling banyak mendapat uang yakni The Squid and the Whale ini yang berhasil mendapat lebih dari $11 juta. Meski begitu, karya-karyanya yang relatif mini itu selalu memuat ksiah-kisah sederhana namun unik dalam kehidupan sehari-hari. Baumbach selalu bisa menangkap suatu hal dalam hidup dari sisi yang cukup unik dan khas sehingga menghasilkan karya-karya yang sangat menarik.The Squid and the Whale sendiri yakni film rilisan tahun 2005 yang berhasil memperlihatkan Noah Baumbach nominasi Oscar untuk Best Original Screenplay meskipun pada kesannya harus kalah oleh duo Paul Haggis dan Bobby Moresco lewat Crash. Film ini dibintangi oleh Jeff Daniels. Laura Linney, Anna Paquin serta Jesse Eisenberg yang dikala itu gres memulai awal karirnya di dunia film layar lebar. Filmnya sendiri berkisah ihwal sebuah keluarga yang harus menghadapi permasalahan seputar perceraian. Tentu saja meskipun membahas ranah permasalahan yang cukup berat dan sedikit kelam namun Noah Baumbach tidak akan mengemasnya sebagai film keluarga yang depresif ibarat American Beauty misalnya. Seperti film-filmnya yang lain, Baumbach tetap akan memperlihatkan sedikit unsur komedi di dalamnya.

Walt (Jesse Eisenberg) dan adiknya, Frank (Owen Kline) sedang berada dalam situasi sulit dalam kehidupan mereka disaat suatu hari kedua orang renta mereka memberitahu bahwa keduanya akan berpisah. Untuk mengakali hak asuhnya, maka dibagilah aktivitas hari kapan Walt dan Frank ikut dengan ibunya dan kapan dengan ayahnya. Tapi tentu saja ibarat apapun kondisinya, perpisahan kedua orang renta selalu menghadirkan permasalahan pelik tidak hanya bagi keduanya tapi bagi bawah umur mereka juga. Walt dan Frank sendiri mulai menghadapi permasalahan mereka masing-masing akhir dari konflik keluarga yang menimpa tersebut. The Squid and the Whale mungkin hanya berdurasi 81 menit, tapi dengan waktu singkat tersebut kisahnya bisa mengeksplorasi cukup dalam aspek-aspek seputar perceraian serta dampaknya bagi anak-anak. Kita akan melihat bagaimana Walt dan Frank pada masa dimana keduanya tengah beranjak remaja harus menghadapi sulitnya perceraian yang terjadi. Pada kesannya mereka mau tidak mau dan secara sadar tidak sadar harus menentukan antara ayah ataupun ibu. Mereka melaksanakan pelarian beserta coping terhadap apa yang dilakukan oleh kedua orang renta mereka selaku role model. Walt yangdekat dengan sang ayah dan sering mendapat aneka macam hikmah mulai bermain-main dengan rasa cinta meskipun harus membohongi dirinya sendiri. Sedangkan Frank terobsesi dengan masturbasi dimanapun ia berada dan mengkonsumsi minuman keras.
Keduanya nampak kehilangan pegangan dalam kehidupan mereka. Ada yang kelakuannya melebihi batas toleransi, ada juga yang seolah kehilangan jati diri dalam mengambil langkah-langkah. Kita pun diajak untuk menelusuri permasalahn yang menciptakan kedua orang renta mereka tetapkan bercerai, dan mungkin gampang bagi kita untuk menentukan pihak mana yang bergotong-royong salah dan berpihak pada pihak yang lain. Sedari awal saya sendiri merasa begitu membenci hal-hal yang dilakukan oleh sang ibu dimana beliau berselingkuh dengan banyak laki-laki dan menentukan untuk mengejar karirnya sebagai penulis yang akhir-akhir ini mulai meningkat bahkan melebihi sang suami yang dulunya merupakan penulis ternama. Namun perlahan saya mulai memikirkan ulang hal tersebut. Apakah sang ayah memang sepenuhnya korban? Atau memang perbuatannya lah yang menjadikan sang istri berselingkuh? Sampai pada kesannya saya menyadari sesuatu bahwa semua permasalahan ini bukanlah mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Mungkin mencari akar permasalahan yakni hal yang penting, tapi lebih penting lagi yakni bagaimana memahami antar anggota keluarga baik itu suami-istri maupun anak-orang tua. Ini yakni cerita ihwal bagaimana kita harus berusaha mengontrol diri kita sekaligus memahami serta memaafkan orang yang kita sayangi.

Mungkin kisahnya terlihat seriusdan cukup depresif, tapi ibarat yang sudah saya singgung diatas, Noah Baumbach bisa merangkumnya dengan sentuhan komedi. Bukan komedi konyol layaknya film-film Adam Sandler tentunya tapi bisa menciptakan saya tertawa dan tersenyum jauh melebihi dikala saya melihat film-film Adam Sandler. Melihat bagaimana tingkah laris Frank dengan hal berbau masturbasi yang ia lakukan yakni momen-momen yang selalu menciptakan saya tertawa. The Squid and the Whale memang memuat cerita yang cukup kelam namun memperlihatkan saya sudut pandang lain bahwa hal-hal ibarat itu juga bisa "ditertawakan". Selain itu film ini juga dihiasi dengan dialog-dialog cerdas baik itu yang menyinggung buku-buku atau quote dari aneka macam pengarang hingga bagaimana tiap karakternya saling bertukar kata-kata. Sederhana namun terasa begitu cerdas dan berisi. The Squid and the Whale yakni sebuah film yang bisa bertutur dengan begitu baik, menyulap sebuah cerita berat menjadi bisa menggelitik namun tetap bisa terasa begitu mendalam dan memiliki kehangatan yang khas ala film-film dramedi berbujet mini dan pada kesannya bisa ditutup dengan sebuah ending yang multi interpretasi namun bagi saya terasa menyentuh. Makara apa maksud dari judulnya sendiri? Tidak ada klarifikasi pasti, tapi interpretasi saya itu yakni citra bagaimana perjuangan para tokohnya untuk berusaha dalam menghadapi permasalahn yang menejerat mereka.

Artikel Terkait

Ini Lho The Squid And The Whale (2005)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email