Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho To Kill A Man (2014)

Bagaimana jadinya jikalau seseorang yang punya kiprah sebagai pelindung justru yakni seorang penakut yang tidak punya nyali untuk berkonfrontasi? Itulah yang terjadi pada Jorge (Daniel Candia). Dia yakni seorang laki-laki penakut yang bahkan tidak berani untuk sekedar melawan dikala pada suatu malam menerima gangguan dan dipalak oleh Kalule (Daniel Antivilo), seorang preman lokal beserta teman-temannya. Jorge hanya membisu saja dan pasrah dipermalukan menyerupai itu. Justru sang anak, Jorgito (Ariel Mateluna) yang kesannya nekat mendatangi kediaman Kalule untuk membela sang ayah. Malang bagi Jorgito, ia justru terluka sehabis ditembak oleh Kalule. Karena perbuatannya itu, Kalule harus mendekam di dalam penjara meski hanya dalam waktu tidak hingga dua tahun. Tapi begitu keluar dari penjara, Kalule justru semakin intens dalam menebarkan teror pada Jorge dan keluarganya. Masing-masing dari mereka menerima teror bahkan pelecehan. Yang bisa dilakukan Jorge hanyalah kembali melapor pada polisi, sesuatu yang sayangnya tidak membuahkan hasil memuaskan. 

Jorge sendiri tidak berani untuk berbuat lebih, dimana ia lebih banyak merasa takut dan lari dari permasalahan. Hal itu jugalah yang menciptakan sang istri, Marta (Alejandra Yanez) merasa jengah pada sang suami. Sebenarnya sisi pengecut dari Jorge tidak hanya ia tunjukkan dalam permasalahan keluarganya ini saja, alasannya yakni disaat ia bertugas untuk melindungi sebuah hutan, Jorge pun sempat dengan gampang dibentuk ketakutan oleh seorang gelandangan yang menolak diusir alasannya yakni menyalakan api disana. Tentu dari judulnya kita bisa tahu akan bergerak kemana film ini. To Kill A Man melanjutkan tren drama-thriller arthouse tahun ini, yaitu sebuah tontonan dengan tempo lambat yang bercerita ihwal seorang abjad utama laki-laki pengecut dan tidak bisa diandalkan yang mau tidak mau harus memberanikan dirinya melaksanakan hal ekstrim demi orang-orang tercinta. Tema itu sering dieksplorasi alasannya yakni begitu efektif untuk sebuah studi abjad dan mengeksplorasi sisi gelap yang dimiliki semua orang. Sehingga muncul pertanyaan "sejauh mana seseorang bisa bertindak dikala dalam kondisi terjepit demi keluarga mereka?"
To Kill A Man yang juga merupakan perwakilan Chile pada ajang Oscar 2015 ini bersama-sama cukup baik dalam melaksanakan studi terhadap sosok Jorge, hanya saja tidak ada sesuatu yang outstanding di dalamnya. Eksplorasi terhadap Jorge cukup mendalam dimana saya bisa diajak memahami karakternya yang penakut itu hingga pada kesannya juga memahami kenapa ia nekat untuk melaksanakan sesuatu yang amat jauh dari kepribadiannya sehari-hari. Akting anggun Daniel Candila juga amat mendukung eksplorasi yang dilakukan film ini. Jorge yakni penakut luar biasa, dan kita bisa melihat itu dengan terang lewat mulut dan gestur Candila. Contoh terbaik yakni dikala Kalule melemparkan kerikil kedalam rumah Jorge. Disitu kita bisa meihat terang dari mulut dan gerak badan Candila rasa takut Jorge serta ketidak tahuannya untuk berbuat apa. Tapi tidak ada hal besar yang bisa menciptakan saya benar-benar bersimpati pada Jorge. Tentu yang ia lakukan pada kesannya yakni hal benar untuk melindungi keluarganya, tapi alasannya yakni abjad penakutnya itu saya tidak pernah benar-benar terikat apalagi mendukung sosoknya.
Dari alurnya pun tidak ada yang istimewa. Seperti yang telah saya singgung, bersama-sama film ini sudah baik dalam usahanya melaksanakan studi karakter, tapi ketiadaan sesuatu yang Istimewa dan alasannya yakni sudah cukup banyak film-film setipe yang jauh lebih anggun tahun ini, menyebabkan To Kill A Man terasa semakin biasa saja. Alurnya begitu sederhana, dengan tempo yang lambat dan sunyi penonton diajak untuk melihat transformasi Jorge, hanya itu. Jika ada sesuatu yang membedakan itu hanyalah dikala Alejandro Fernandez Almendras menyelipkan sebuah kritikan pada pihak kepolisian yang tidak responsif dan terlalu berfokus pada manajemen dan malah mengesampingkan kiprah mereka utuk menomor satukan pemberian pada masyarakat. Bagi saya yang juga sering memendam kekesealan pada pihak kepolisian, aspek itu cukup menyenangkan tapi tidak hingga menciptakan film ini spesial.

Untungnya film ini ditutup dengan sebuah ending memuaskan dengan sentuhan bencana personal di dalamnya. Lewat ending-nya tersebut, kita diajak untuk melihat bagaimana ironi dan bencana yang terjadi dikala seseorang sudah berkorban besar tapi tidak menerima respon yang positif. Bukan alasannya yakni pengorbanan tersebut tidak dihargai, tapi lebih alasannya yakni perspektif orang akan dirinya yang negatif. Dalam kasus Jorge yakni disaat keluarganya sudah terlanjur mencap dirinya sebagai seorang ayah, seorang kepala keluarga yang tidak berani bertindak lebih dan telah gagal melindungi keluarganya. Menyedihkan, alasannya yakni dikala filmnya berakhir kita tahu Jorge justru semakin merasa sendirian dan tidak berguna. Overall, To Kill A Man adalah sebuah slow-burning revenge story yang cukup mendalam menghadirkan studi karakter, tapi sering terasa melelahkan alasannya yakni tempo yang lambat tanpa mengatakan sesuatu yang lebih meski hanya berdurasi tidak hingga 90 menit.

Artikel Terkait

Ini Lho To Kill A Man (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email