Wednesday, January 16, 2019

Ini Lho We Need To Talk About Kevin (2011)

Diadaptasi dari novel berjudul sama yang rilis tahun 2003, We Need to Talk About Kevin memang benar-benar akan menciptakan para penontonnya membicarakan sosok Kevin Katchadourian yang dalam film ini diperankan oleh tiga pemain drama berbeda. Tapi nampaknya yang menjadi topipembicaraan bukan hanya kisah dalam film ini tapi diluar ceritanya juga. Apalagi jikalau bukan ribut-ribut mengenai kegagalan Tilda Swinton mendapat nominasi Oscar untuk dua tahun berturut-turut. Tahun 2011 kemudian banyak yang kaget ketika penampilannya dalam I Am Love tidak diganjar nominasi Oscar. Saya sendiri belum menonton film itu jadi tidak sanggup terlalu banyak berkomentar. Untuk tahun ini aku sudah melihat penampilan kelima aktris yang mendapat nominasi Oscar (Meryl Streep, Viola Davis, Michelle Williams, Glenn Close dan Rooney Mara). Satu hal yang kesimpulan aku sehabis menonton film ini ialah Tilda Swinton pantas mendapatkannya!

Film ini berjalan dengan alur yang melompat-lompat, tapi intinya ada dua kisah yang menjadi sorotan utama. Sedari awal kita sudah tahu ada sebuah momen "X" dalam film ini yang berkaitan dengan Kevin. Nah, secara bergantian film ini akan mengisahkan dongeng sebelum momen tersebut dan setelahnya. Untuk dongeng sebelum momen X, ialah ketika Eva (Tilda Swinton) dan Franklin (John C. Reily) gres memulai relasi rumah tangga mereka dan memiliki seorang anak berjulukan Kevin. Kevin sedari kecil ialah anak yang sulit diatur. Selalu menangis ketika digendong sang ibu, dan sehabis beranjak balita juga selalu melawan ibunya. Kenakalan Kevin dan sifatnya yang sinis terhadap sang ibu terus berjlanjut hingga ia remaja. Sedangkan dongeng sehabis momen X ialah mengenai bagaimana Eva menghadapi "hukuman sosial" yang muncul sehabis momen X terjadi. Eva selalu mendapat pandangan yang sinis dari tetangganya, dibenci masyarakat, rumahnya juga ikut dilempari cat merah oleh orang misterius.
Apakah momen X itu? Kita gres akan diperlihatkan secara gamblang mendekati final film. Tapi sedari awal kita sudah akan sanggup mengira-ira insiden menyerupai apakah itu. Kita tentunya tahu insiden itu akan melibatkan Kevin dan itu ialah tindak kriminal sehabis kita melihat Eva menjenguk Kevin didalam penjara. Kita juga akan tahu Kevin telah melaksanakan perbuatan yang brutal dari beberapa flashback yang ada. Selain itu banyaknya warna merah yang tersebar dalam film ini juga seolah mengatakan insiden brutal tersebut. Selai strawberry yang meleleh, cat merah yang mewarnai tembok rumah, hingga pameran tomat yang sekilas menyerupai banjir darah. Sutradara Lynne Ramsay seolah ingin menciptakan penontonnya berimajinasi sendiri mengenai bagaimana brutal dan berdarahnya insiden yang telah terjadi. Hal itu juga tergambar terang dari tindak tanduk Kevin yang terlihat begitu mengerikan walaupun ia hanya berdiri membisu sambil menyeringai.
Kita akan disuguhkan misteri yang mendalam disini. Tapi bukan misteri mengenai plot-nya yang jadi konsen utama. Meski insiden apa yang terjadi dirahasiakan sebelum akhir, tapi hal itu bukanlah misteri utamanya. Misteri utama film ini ialah mengenai Kevin sendiri. Misteri mengenai seseorang terang lebih kompleks dibandingkan dengan misteri mengenai sesuatu. Akan lebih gampang menebak fakta mengenai insiden yang misterius daripada menebak isi pikiran seseorang yang misterius. Hal itulah yang menciptakan We Need to Talk About Kevin jadi begitu menarik diikuti. Tingkah polah Kevin sedari kecil yang sangat bandel dan terkadang mengarah kepada psikopat akan selalu menarik untuk disimak. Tentu saja kita tidak akan semudah itu eksklusif membenci Kevin dengan segala kenakalannya. Momen sebelum insiden itu diharapkan untuk menyoroti faktor apakah yang menciptakan Kevin bertindak menyerupai itu.

Tapi tentu saja sosok Eva juga begitu disoroti disini. Sebelum kejadian, beliau sudah merasa kehadiran Kevin perlahan justru merusak hidupnya. Setelah insiden kehidupannya makin depresif saja meski film ditutup dengan harapan. Menarik melihat Eva sebagai sosok yang nampak belum terlalu siap menjadi seorang ibu. Saat proses persalinan juga ada hal menarik dimana Eva berulang kali melawan bayi itu untuk keluar. Dan menyerupai yang aku bilang diatas, penampilan Tilda Swinton sebagai Eva yang depresif layak diganjar nominasi Oscar. Dibandingkan Glenn Close, penampilan Tilda Swinton jauh lebih mendalam karakternya. Toh We Need to Talk About Kevin masih jauh lebih manis daripada Albert Nobbs dimana Glenn Close bermain sebagai perempuan yang menyamar menjadi pria. Overall film ini bukanlah horror dan lebih kearah drama psikologis, namun film ini berhasil membangun suasana horror yang mengerikan secara tersirat dan berkeliaran dalam imajinasi masing-masing penontonnya.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho We Need To Talk About Kevin (2011)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email