Wednesday, January 16, 2019

Ini Lho Wrath Of The Titans (2012)

Saya tidak menonton Clash of the Titans dalam format 3D, jadi yang saya rasakan dari film itu hanyalah sebuah film dengan dongeng yang dangkal, akting yang biasa saja, dan efek-efek yang sebetulnya cukup manis tapi tidak bisa mengangkat kualitas film tersebut. Terlebih lagi porsi adegan aksinya tidak cukup seru untuk mengangkat tensi film. Kraken memang menjanjikan tapi sangat disayangkan pertempuran melawan kraken tersebut terasa sambil kemudian saja. Dua tahun kemudian sekuelnya dengan judul Wrath of the Titans rilis. Para pemain utamanya masih sama minus Gemma Arterton. Posisi sutradara dipegang oleh Jonathan Liebesman yang sebelumnya menggarap Battle: L.A. Bujet filmnya sendiri naik menjadi $150 juta dan masih dirilis dalam format 3D dengan kesepakatan bahwa imbas CGI dan 3Dimensinya akan lebih hebat. Tapi toh sedari awal saya tidak mendengar ada kesepakatan wacana dongeng yang digarap lebih baik dan memang saya tidak berniat menonton film dengan dongeng berbobot disini.

Sudah 10 tahun semenjak Perseus (Sam Worthington) menghabisi kraken dan sekarang ia kembali hidup sederhana sebagai nelayan bersama anaknya yang berusia 10 tahun, Helius (John Bell). Mereka hidup berdua sehabis Io meninggal dunia. Mereka hidup tenang hingga suatu hari Zeus (Liam Neeson) tiba meminta dukungan Perseus sehabis dinding Tartarus di neraka yang dijaga Hades (Ralph Fiennes) mulai rusak dan bisa berpotensi membangkitkan kembali Kronos, ayah dari para dewa. Perseus yang awalnya menolak undangan ayahnya itu jadinya mau tidak mau harus kembali bertempur sehabis Hades dan Ares (Edgar Ramirez) mengkhianati Zeus dan menangkapnya untuk ditukar dengan keabadian yang ditawarkan oleh Kronos. Tentu saja kalau Kronos bangun itu yakni simpulan dunia. Dibantu oleh Andromeda (Rosamund Pike) dan Agenor (Toby Kebbell) yang juga merupakan demigod dan anak dari Poseidon, Perseus mencoba menerobos kedalam neraka untuk mencegah kehancuran dunia.
Membahas seberapa plot hole dalam film ini sama saja dengan menghitung berapa liter darah yang keluar dalam film Tokyo Gore Police. Wrath of the Titans memang punya segudang lubang dalam plot ceritanya. Kaprikornus apakah naskahnya tidak mengalami perbaikan dibanding film pertamanya? Pada dasarnya, inspirasi dongeng untuk film ini lebih menarik dan sudah sempurna sebagai sebuah sekuel, tapi toh ketika inspirasi tersebut dikonversi menjadi naskah oleh duo Dan Mazeau dan David Leslie Johnson hasilnya tetap saja dangkal, apalagi sehabis naskah tersebut diterjemahkan oleh Jonathan Liebesman kedalam filmnya. Begitu banyak kisah yang berpotensi menjadi konflik yang menarik gagal dimaksimalkan. Sebut saja konflik keluarga antara Zeus-Hades-Poseidon, kemudian ada juga yang melibatkan Zeus-Perseus-Ares. Tapi pada jadinya kesemuanya terasa hanya tempelan belaka. Belum lagi kisah cinta Perseus-Andromeda yang bahkan sepanjang film tidak terlihat ibarat dua orang yang saling mencintai. Jika anda tidak melihat film pertamanya tentu anda akan kebingungan semenjak kapan kedua orang ini saling mencintai.
Naskah yang lemah masih ditambah karakterisasi yang dangkal dari masing-masing tokohnya. Belum lagi akting para pemain khususnya Sam Worthington yang sangat kurang. Sam begitu banyak membuang momen emosional yang seharusnya bisa dipakai untuk membangun tensi dongeng andaikan ia berakting lebih baik lagi. Entah kapan Sam Worthington bisa memunculkan verbal wajah dan emosi yang lebih dari datarnya ia di film-filmnya selama ini termasuk Wrath of the Titans. Untung ada Ralph Fiennes dan Liam Neeson yang setidaknya menampilkan akting yang punya daya pikat lebih. Melihat keduanya menyebarkan screen time cukup banyak khususnya di simpulan dongeng saya jadi teringat Schindler's List.

Tapi saya rasa pembahasan saya diatas mengenai dongeng dan akting sudah sedikit terlalu jauh, alasannya toh saya sebetulnya sudah tahu bahwa film ini tidak akan diisi oleh dongeng dan akting yang mumpuni, melainkan adegan agresi seru serta visual imbas megah yang dibalut format 3-Dimensi. Kaprikornus bagaimana dengan visual imbas dan 3D-nya? Harus saya akui Wrath punya balutan imbas yang andal dan keren. Monster macam Chimera, Cyclop hingga kemunculan Kronos tampil dengan begitu megah dan meyakinkan. Harus diakui film ini yakni film dengan imbas paling keren yang pernah saya lihat. Belum lagi imbas 3D-nya yang muncul dengan efektif. Padahal film ini yakni hasil konversi, tapi lihat bagaimana imbas gambar yang berulang kali secara meyakinkan "keluar" dari layar. Dibandingkan John Carter yang punya bujet $100 juta lebih besar, Wrath justru punya imbas 3D yang jauh lebih memuaskan bagi saya.

yang agak disayangkan yakni pengemasan adegan aksinya yang biasa saja dan kurang epic. Terasa nanggung ketika imbas yang membangun suasananya sudah meyakinkan, tapi adegan aksinya hanya berlalu begitu saja dan terasa biasa saja. Adegan pertarungan dengan Chimera justru terasa lebih seru dibandingkan adegan titik puncak ketika Kronos sudah bangkit. Hal ini sebetulnya sudah saya perkirakan bakal terjadi. Saya masih ingat bagaimana Kraken muncul dengan begitu hebatnya tapi dikalahkan dengan cepat di film pertama. Untuk Kronos hal itu terjadi lagi dimana dengan gampang dan cepatnya Perseus berhasil mengalahkan ayah para yang kuasa tersebut. Saya sendiri agak terganggu dengan penggambaran Kronos yang terlihat hanya ibarat monster, padahal ia yakni ayah dari Zeus-Hades-Poseidon yang seharusnya layak menerima penggambaran lebih elegan dan sedikit karakterisasi. Tapi masih ada beberapa adegan agresi yang cukup keren ibarat ketika Zeus dan Hades menghajar pasukan Kronos. Secara keseluruhan Wrath of the Titans tidaklah begitu jelek alasannya sukses memperlihatkan imbas dan 3D yang bagus, meski banyak sekali kekurangan bertebaran disana-sini tapi saya tidak hingga kecewa dengan film ini dan tetap akan menonton apabila film ketiganya jadi dibuat.

RATING:

Artikel Terkait

Ini Lho Wrath Of The Titans (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email