Sunday, January 13, 2019

Ini Lho After Earth (2013)

Saya bukanlah satu dari sekian banyak orang yang "bergabung" untuk mencela M. Night Shyamalan seperti beliau merupakan sutradara terburuk sepanjang masa menyaingi reputasi Ed Wood. Saya menyukai The Sixth Sense, Unbreakable sampai Signs yang angker meskipun punya twist yang mengecewakan. Bahkan kalau dilanjutkan, saya masih menyukai The Village termasuk twist ending-nya yang sering dicap kolot itu. Saya memang belum menonton Lady in the Water, tapi barulah pada The Happening saya merasa kecewa dan merasa film itu jelek meski punya premis yang potensial serta dibuka dengan cukup meyakinkan. Pada balasannya memang karya terakhir Shyamalan, The Last Airbender ialah film yang amat sangat buruk, tapi sejujurnya saya masih yakin pada Shyamalan, termasuk apda twist ending yang menjadi signature miliknya. Kali ini Shyamalan kembali menggarap film yang jauh dari ciri khasnya (thriller supranatural) yakni sebuah science-fiction berbuujet $130 juta berjudul After Earth yang turut dibintangi duo ayah-anak, Will Smith dan Jaden Smith. Tentu saja banyak dongeng yang mengiringi perilisan film ini, mulai dari tuduhan nepotisme dalam keterlibatan Jaden Smith, keraguan terhadap sang sutradara, sampai perdebatan ihwal twist macam apa yang akan ia tampilkan kali ini.

After Earth ber-setting 1000 tahun di masa depan dimana pada ketika itu insan sudah meninggalkan Bumi yang sudah terkotori dan pindah ke planet gres berjulukan Nova Prime. Namun Nova Prime tidak sepenuhnya kondusif alasannya ialah insan masih harus menghadapi bahaya dari alien ganas berjulukan Ursas yang mampu mendeteksi insan dari rasa takut yang mereka keluarkan. Untungnya ada Jenderal Cypher Raige (Will Smith) yang tidak punya rasa takut dan memimpin para Ranger untuk menjaga keamanan Nova Prime dari serangan Ursas. Cypher sendiri punya seorang putera berjulukan Kitai (Jaden Smith) yang gres saja gagal dalam ujiannya menjadi seorang ranger. Untuk memperbaiki hubungan dengan sang putera yang telah rama merenggang, Cypher tetapkan membawa serta Kitai dalam sebuah misi yang ia rencanakan sebagai misi terakhirnya sebelum pensiun. Namun celakanya pesawat yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan dan pada balasannya terjatuh di Bumi yang telah 1000 tahun tidak ditinggali insan dan menciptakan spesies liar yang ada berevolusi menjadi monster-monster ganas. Pada kecelakaan tersebut Cypher mengalami cedera parah dan menciptakan Kitai harus sendirian mencari sisa reruntuhan pesawat guna mengirim sinyal bantuan.

Saya yakin tidak sedikit penonton yang terkecoh dengan trailer film ini. Melihat bahan promosi tersebut saya menerka After Earth ialah sebuah suguhan film ihwal survival yang penuh dengan adegan agresi yang memacu adrenaline. Namun pada kenyataannya After Earth bukanlah film yang berfokus pada adegan aksinya namun lebih kepada drama yang mencakup dua huruf utamanya. Jelas saya tidak menentang hal tersebut, justru bagi saya kalau wangsit dasar tersebut bisa dihukum dengan maksimal, film ini akan berkali lipat lebih elok daripada film-film sci-fi yang hanya berfokus pada adegan agresi saja. After Earth punya begitu banyak kandungan dalam ceritanya, mulai dari kisah coming-of-age seorang remaja, hubungan ayah dan anak yang tidak terlalu dekat, dosa masa lalu, sampai bagaimana seorang insan bisa menyikapi rasa takut terbesarnya. Bukan sebuah hal yag mengejutkan melihat Shyamalan melaksanakan pendekatan itu, alasannya ialah ia memang sudah sering memasukkan banyak sekali hal yang sifatnya spiritual untuk kemudian dibungkus dengan banyak sekali metafora. Metafora-metafora penuh kandungan filosofis  macam itu juga terlihat dalam After Earth. Saya suka dengan konsep filosofi dan metafornya, tapi lagi-lagi sanksi Shyamalan terasa jauh dari maksimal.
Tidak ada momen yang mampu menyokong dan memaksimalkan kandungan drama yang ada dalam film ini. Bicara hubungan ayah dan anak tidak ada momen menyentuh antara Cypher dan Kitai disini. Hal ini dipengaruhi oleh fakta bahwa hampir tidak ada adegan yang menyatukan keduanya secara langsung, alasannya ialah kita lebih banyak difokuskan pada petualangan Kitai. Permasalahannya Jaden Smtih tidak punya kapasitas untuk menciptakan karakternya likeable.Yang ada saya justru malah beliau menjadi huruf yang menyebalkan. Saya sama sekali tidak peduli apakah karakternya akan hidup, bahkan seringkali saya berharap Kitai dimatikan saja alasannya ialah itu akan menjadi twist yang menarik dan menunjukkan dramatisasi pada film yang begitu datar ini. Saya cukup suka ihwal filosofi rasa takut yang ditampilkan, namun secara keseluruhan film ini berjalan begitu datar tanpa ada ikatan emosi yang bisa menciptakan saya tertarik mengikuti jalan ceritanya. Lain halnya kalau film ini dibalik ceritanya dengan menampilkan sosok Will Smith yang bertualang untuk menyelamatkan anaknya, saya yakin filmnya akan lebih hidup. Oke, drama yang menjadi menu utama berakhir dengan datar, namun After Earth akan tertolong andaikan Shyamalan menyelipkan adegan agresi yang spektakuler di beberapa momen. Namun hampir semua adegan agresi rupanya sudah kita lihat di trailer malah apa yang kita lihat di trailer lebih dahsyat, bahkan klimaksnya terasa sangat biasa. Jadilah After Earth makin membosankan.

Jika drama dan adegan aksinya sudah gagal tampil maksimal, maka tinggal satu unsur lagi yang bisa dibutuhkan dari film sci-fi blockbuster ibarat ini, yaitu imbas CGI yang memukau. Tentunya dengan bujet sebesar itu, After Earth bisa menghadirkan citra alam Bumi 1000 tahun di masa depan yang meyakinkan serta citra hewan-hewan buas CGI yang kasatmata sekaligus menyeramkan. Namun lagi-lagi saya dikecewakan. Gambaran alamnya tidak buruk, tapi terang tidak kreatif. Coba bayangkan bisa seliar apa imajinasi kita membayangkan Bumi yang sudah tidak ditinggali 1000 tahun kedepan. Mungkin ada imbas pencemaran yang merusak dan menunjukkan dampak pada berubahnya Bumi dan masih banyak lagi. Namun yang terlihat disini hanyalah hutan biasa saja. Begitu juga dengan citra binatang buasnya yang jauh dari kata imajinatif. Khusus untuk para hewan, imbas CGI yang ada benar-benar terasa kaku dan jelek untuk film berbujet $130 juta. Pada balasannya hampir tidak ada hal yang memuaskan di After Earth kecuali konsepnya. Saya tidak persoalan pada film yang punya alur lambat asalkan bisa mengikat. Terakhir kali saya mengantuk dan nyaris tertidur di bioskop ialah ketika menonton John Carter, dan After Earth mengulangi pengalaman tidak menyenangkan tersebut. Film ini jelek dan saya menyampaikan ini bukan alasannya ialah saya membenci Shyamalan namun alasannya ialah memang adanya ibarat itu. Saya sendiri masih berharap Shyamalan diberi kesempatan lagi dan kembali pada genre thriller lengkap dengan twist ending yang telah menjadi ciri khasnya.

Artikel Terkait

Ini Lho After Earth (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email