Monday, January 14, 2019

Ini Lho Amour (2012)

Film ini memang berjudul Amour yang artinya cinta dan menampilkan sepasang suami istri lanjut usia, tapi karya terbaru Michael Haneke ini bukanlah sebuah romansa mengharu biru yang penuh gelora cinta. Ini bukan sebuah kisah cinta sejati yang akan menciptakan penontonnya terharu dan banjir air mata melihat bagaimana sepasang suami istri itu saling membuatkan cinta. Film yang berhasil memenangkan Palme d'Or di ajan Cannes Film Festival tahun kemudian ini ialah tontonan yang begitu kelam dan menyesakkan. Amour sendiri ialah salah satu film yang menerima nominasi Best Picture di ajang Oscar tahun ini. Michael Haneke sendiri menerima nominasi Best Director dan Best Original Screenplay. Sedangkan aktris Emmanuelle Riva menjadi aktris tertua yang menerima nominasi Best Actress dengan usia 85 tahun. Daripada menampilkan kisah cinta yang indah, Haneke lebih menentukan memaparkan kisah wacana bagaimana sebuah rasa cinta yang perlahan mulai memudar. Sepasang suami istri lanjut usia yang menjadi sentral dongeng ialah Georges (Jean-Louis Trintignant) dan Anne (Emmanuelle Riva). Pada dikala muda dan sehat dulu keduanya ialah pengajar musik, dan diawal film kita melihat mereka gres menonton konser dari salah seorang murid Anne dulu.

Disuatu pagi dikala keduanya sedang sarapan secara tiba-tiba Anne terdiam, diam dan tidak bergerak. Georges melaksanakan banyak sekali macam hal namun Anne tidak meresponnya. Hal itu memang berlangsung hanya selama beberapa menit, tapi ternyata dikala itu Anne mengalami serangan stroke untuk kedua kalinya. Perlahan kondisi Anne makin memburuk, sehabis operasi yang ia jalani gagal. Kini Anne sudah kesulitan untuk bergerak dan harus duduk di dingklik roda. Menghadapi hal tersebut tentu saja Georges dengan sabar terus merawat Anne meskipun tentu saja hal itu tidak gampang baginya yang juga sudah lanjut usia. Kesabaran Georges juga terus diuji oleh perilaku Anne yang memang keras kepala dan makin terasa menyerupai anak-anak. Dia tidak mau dibawa ke rumah sakit, tapi tidak pernah berdasarkan pada sang suami yang setia merawatnya. Begitu sulit untuk membujuk Anne makan dan minum, apalagi disaat beliau mulai merasa membebani sang suami. Georges sendiri meskipun begitu sabar merawat Anne bukannya sama sekali tidak kerepotan. Jelas ia kerepotan menghadapi kondisi dan perilaku sang istri. Dari adegan pembuka kita tahu bahwa Anne sudah meninggal, jadi Amour akan mengajak kita mengamati hari-hari terakhirnya.

Layaknya film-film Eropa lain yang mengedepankan sisi realisme dan alur yang mengalun lambat, film Austria yang satu ini juga melaksanakan pendekatan yang sama. Amour berutur dengan lambat dan sunyi. Banyak gambar-gambar statis menghiasi 121 menit film ini. Tidak ada scoring music makin menciptakan film ini terasa sunyi. Tidak ada juga dramatisasi dan melodrama yang berlebihan, semuanya dibentuk senatural mungkin hingga penonton sanggup menangkap emosi dan perasaan filmnya juga secara alami, dan apa adanya lewat dongeng dan akting para pemainnya. Tentu butuh kesabaran yang lebih untuk sanggup menikmati dan pada alhasil mendalami film-film menyerupai ini. Bagi penonton yang belum terbiasa akan mendapati Amour begitu melelahkan bahkan membosankan. Tapi percayalah dengan kesabaran lebih film-film ini akan menjadi sebuah perjalanan penuh emosi mendalam yang ditampilkan dengan apa adanya. Tapi bila pun anda sudah cukup terbiasa dengan film yang berjalan lambat menyerupai ini, masih ada "rintangan" satu lagi, yakni suasana kelam yang ditampilkan oleh Haneke.
Amour memang berkisah wacana bagaimana cinta itu, setidaknya cinta yang terjalin antara Georges dan Anne. Georges tidak munafik dan beliau sendiri merasa kerepotan dalam mengurus sang istri. Tapi atas nama cinta, Georges tetap setia mendampingi dan merawat sang istri. Banyak kata-kata pedas dan tindakan dari Anne yang mungkin menyakitkan bagi Georges, tapi ia hanya diam. Yang Georges lakukan hanya melaksanakan yang ia sanggup untuk merawat sosok yang begitu ia cintai tersebut. Praktis bagi kita untuk bersimpati pada sosok Georges yang begitu setia dan penuh kasih sayang merawat sang istri sesulit apapun kondisinya. Sosok Anne yang keras kepala juga bukanlah sosok yang akan menciptakan kita membencinya, tapi juga turut menghadirkan simpati akhir kondisi kesehatannya yang terus menurun. Menyaksikan kisah keduanya ialah sebuah perjalanan yang cukup menyesakkan, dan hingga pada alhasil kita akan hingga pada sebuah momen yang begitu mengejutkan, tragis, dan mungkin terasa kejam. Pada momen itulah kita akan bertanya wacana bentuk sesungguhnya dari cinta sejati. 

Jean-Louis Trintignant dan Emmanuelle Riva bermain begitu luar biasa disini. Sebagai Georges, Trintignant begitu baik dalam mempresentasikan sosok yang tengah dilanda problem luar biasa dalam hidupnya. Emmanuelle Riva juga tampil begitu baik. Transformasinya dari perempuan renta yang masih sehat menjadi makin usang makin lemah dan pada alhasil lumpuh begitu meyakinkan. Tidak hanya fisik saja, sebab dari segi mental pun seiring dengan makin menurunnya kondisi fisik, kondisi mental Anne perlahan juga terus berubah. Dia makin tidak stabil, makin kekanak-kanakan dan sering meracau. Dengan aktingnya disini, kemungkinan Emmanuelle Riva memenangkan Best Actress cukup besar. Riva memang dilupakan di Golden Globe dan tidak masuk nominasi SAG Awards. Tapi mengingat usianya yang sudah tidak muda masih ada kemungkinan Oscar menawarkan kemenangan tahun ini padanya, toh akting yang ia tampilkan sama bagusnya dengan Jessica Chastain dan Jennifer Lawrence yang menjadi kandidat kuat. Sepanjang sejarah hanya Kate Winslet (The Reader) yang berhasil menang Oscar walaupun tidak dinominasikan di SAG, tapi dikala itu Kate Winslet bahwasanya menerima nominasi SAG namun lewat film yang berbeda, yakni Revolutionary Road.

Apa yang harus kita lakukan bila orang yang begitu kita cintai tengah menderita? Itulah yang menjadi dasar pertanyaan film ini. Selebihnya kita akan bertanya wacana apa bahwasanya cinta sejati itu. Amour mungkin akan menampar keras ekspektasi anda wacana tontonan mengenai cinta sejati. Konteks cinta sejatinya juga mungkin akan memancing kontroversi dan berbeda dari apa yang anda pikirkan. Namun rasa-rasanya sehabis menonton Amour saya sadar bahwa cinta sejati sekalipun ialah hal yang tidak sanggup diukur. Setiap orang punya cara masing-masing untuk mengekspresikan cinta sejati mereka, apalagi dalam kondisi tertentu yang cukup berat sekaligus pada masa renta menyerupai apa yang dihadapi oleh Georges dan Anne. Benarkah cinta sejati tidak akan berubah? Benarkah cinta sejati selalu sanggup menawarkan yang terbaik bagi pasangannya? Benarkah cinta sejati ada? Pertanyaan-pertanyaan yang bahwasanya cukup sinis namun patut dicari jawabannya.


Artikel Terkait

Ini Lho Amour (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email