Monday, January 14, 2019

Ini Lho Zero Dark Thirty (2012)

Kathryn Bigelow memang bukan orang gres dalam dunia perfilman. Sejak film pertamanya The Loveless yang dirilis tahun 1982 hingga kini total sembilan film yang sudah ia buat. Tidak terlalu banyak namun tiap filmnya punya kualitas yang sanggup dibilang tidak mengecewakan. Tapi gres sekitar 3-4 tahun belakangan ini namanya mulai benar-benar dipandang sehabis filmnya, The Hurt Locker sanggup mengalahkan Avatar milik James Cameron yang tidak lain ialah mantan suaminya. Kali ini Bigelow kembali menyajikan sebuah drama dibalik peperangan pada kita. Zero Dark Thirty memang bukan sepenuhnya film perihal medan perang. Judulnya sendiri ialah sebuah istilah militer untuk menyebut "30 menit sehabis tengah malam". Berkisah perihal perburuan terhadap orang paling dicari sedunia, Osama bin Laden, ini ialah kisah perihal perang melawan terorisme dan sosok yang dianggap paling bertanggung jawab atas aneka macam macam agresi teror termasuk bencana 9/11. Zero Dak Thirtyi memang mengakibatkan banyak kontroversi, mulai dari adegan penyiksaan, sempat dituduh membocorkan belakang layar tingkat tinggi militer, hingga tidak dinominasikannya Bigelow sebagai Best Directori dalam ajang Oscar tahun ini.

Maya (Jessica Chastain) ialah anggota CIA yang sudah bertahun-tahun berusaha mencari keberadaan Osama bin Laden. Dia sudah mengabdikan waktunya untuk hal tersebut selama lebih dari 10 tahun. Dengan durasi 157 menit, dua jam pertama dalam Zero Dark Thirty akan membawa kita melihat bagaimana perjuangan Maya untuk melacak keberadan Osama. Tentu saja hal itu tidak gampang dan beliau harus melalui aneka macam macam rintangan yang bahkan sempat mengancam nyawanya sendiri. Sedangkan 30 menit terakhir ialah sebuah penyergapan ke sebuah rumah yang ditengarai ialah kediaman Osama bin Laden. Tentu saja kita semua sudah tahu mengenai fakta bahwa penyergapan tersebut akan berakhir dengan terbunuhnya Osama disamping banyaknya kontroversi perihal benar atau tidaknya hal tersebut. Tentu saja proses penyelidikan yang disajikan selama kurang lebih dua jam tersebut tidaklah mudah, bahkan jauh lebih rumit dan kompleks dari apa yang saya bayangkan sebelum menonton film ini. Sudah dibuka dengan adegan penyiksaan yang cukup keras sedari awal, Zero Dark Thirty nampaknya akan menjadi sebuah perjalanan yang juga keras dan penuh rintangan bagi Maya.

Dua jam yang mengeksplorasi segala penyelidikan tersebut ialah bukti begitu andal dan cerdasnya naskah yang ditulis oleh Mark Boal ini. Sejak awal saya sudah dibentuk terpaku pada ceritanya. Alurnya memang tidak berjalan cepat, tapi secara perlahan mencengkeram penontonnya untuk terus terpaku pada layar mengikuti perburuan orang paling dicari di seluruh dunia tersebut. Zero Dark Thirty ialah kombinasi tepat dari dialog-dialog cerdas, berbobot, namun menarik untuk diikuti dan tidak terasa sok pintar. Kita tidak pribadi dibawa pada sosok Osama, tapi secara terstruktur dibawa untuk mengiktui penyelidikan dari jaringan Al Qaeda paling bawah, hingga kesudahannya hingga pada sosok yang dianggap sangat bersahabat dengan Osama. Memang begitulah pelacakan jaringan teroris dilakukan, namun gres pada film ini saya benar-benar diperlihatkan secara konkret bagaimana itu dilakukan dan bagaimana rumitnya pelacakan tersebut. Dua jam yang begitu intens Tapi tidak hanya itu, alasannya ialah 30 menit terakhir yang menampilkan penyergapan terhadap Osama juga masih terasa menegangkan meski kita sudah tahu hasil kesudahannya akan menyerupai apa. Sebuah baku tembak yang tidak bombastis tapi begitu efektif menghadirkan kekerasan dan ketegangan.
Selain kisah yang tersusun rapih, obrolan cerdas dan ketegangan yang tidak pernah menghilang, Zero Dark Thirty juga punya sesuatu lain untuk dipikirkan oleh penontonnya. Ambiguitas begitu terasa disini. Tapi sebelum bicara ambiguitas, saya akan membahas sosok Maya terlebih dahulu. Di awal beliau masih orang gres dalam misi tersebut, bahkan melihat penyiksaan dalam interogasi saja beliau masih kesulitan. Namun perlahan beliau mulai terbiasa bahkan bersedian melaksanakan penyiksaan meski masih dalam taraf ringan. Semakin usang ia makin karam dalam pekerjaannya, dan Maya telah menjadi sosok yang jauh lebih besar lengan berkuasa bahkan keras. Apalagi ketika ia harus kehilangan sahabatnya dalam bertugas, dimana hal itu merubah Maya dari seseorang yang berdedikasi tinggi menjadi seseorang yang terobsesi pada pekerjaannya. Begitu banyak rintangan yang ia alami, bahkan ia hampir kehilangan apa yang ia kejar. Tapi pada kesudahannya kerja keras dan kepintarannya berhasil terbayar ketika aneka macam titik terang mulai terungkap dan pada kesudahannya misi berhasil, tapi benarkah itu? Benarkah semua progres dalam misi memang hal yang nyata, atau itu hanya sebuah upaya denial dari Maya yang tidak siap mendapatkan kegagalan dalam pekerjaannya? Maya ialah sosok yang pintar, dan beliau ialah expert dalam penyelidikan ini, cukup mungkin baginya muncul dengan analisis meyakinkan meski bahwasanya hal itu ialah kesalahan. Dan pertanyaan paling besar pastinya ialah benarkah sosok yang terbunuh itu ialah Osama?

Namun dibalik ambiguitas dan kontroversi tersebut, Maya terang sebuah perlambang kekuatan dari femininitas. Jessica Chastain sebagai Maya bukanlah seorang perempuan tangguh dilihat dari fisiknya, dengan tubuh langsing, wajah manis dan kulit yang putih mulus tentu beliau jauh dari kesan sosok perempuan yang kuat. Dia ialah citra tepat seorang perempuan anggun. Tapi dibalik tampilan fisik itu beliau punya kepribadian dan mental yang begitu besar lengan berkuasa dan keras. Kata-kata yang ia ucapkan penuh dengan keyakinan dan seringkali cukup tajam. Dia tidak segan membentak, mengeluarkan sedikit sumpah serapah untuk meyakinkan lawan bicaranya. Tatapan matanya memancarkan kekuatan namun juga kesepian dan kesedihan. Untuk itulah Jessica Chastain patut diberi kebanggaan tinggi atas aktingnya disini. Sosoknya memang tengah mendominasi dalam jajaran aktris papan atas Hollywood. Dua tahun terakhir selalu menerima nominasi Oscar dan film-filmnya hampir tidak ada yang buruk, mulai dari Take Shelter, Coriolanus, The Tree of Life, The Debt, The Help, Lawless dan tentunya film ini, masih belum cukup bukti? Jessica Chastain akan bersaing ketat dengan aktris lain yang juga sedang panas-panasnya, siapa lagi kalau bukan Jennifer Lawrence. Andai ada Meryl Streep di daftar Best Actress tahun ini maka persaingan ketiganya akan benar-benar luar biasa.

Dengan durasi sekitar dua setengah jam yang justru terasa sangat cepat terang sebuah bukti bahwa Zero Dark Thirty ialah sebuah karya yang sangat baik dari Kathryn Bigelow. Bahkan saya pribadi lebih menyukai film ini daripada The Hurt Locker. Film ini lebih besar, lebih cepat, lebih intens dan menegangkan, naskahnya pun lebih cerdas. Tapi satu kelebihan The Hur Locker yang tidak berhasil disamai oleh Zero Dark Thirty ialah "hati". Film ini memang punya Maya, tapi beliau ialah sosok yang menarik untuk diikuti dan diobservasi, namun bukan sosok yang menciptakan kita tersentuh ataupun tergerak atas apa yang ia lakukan. Tapi diluar itu film kesembilan dari Bigelow ini ialah masih yang terbaik diantara nominator Best Picture Oscar lainnya. Saya belum menonton Amour, sedangkan Django Unchained ialah favorit saya, tapi sejauh ini yang paling pantas menang bagi saya ialah Zero Dark Thirty. Ini bukan sekedar perihal perang terhadap terorisme, tapi perihal mereka yang sudah menghabiskan waktu begitu banyak dalam hidup untuk memerangi hal tersebut, apapun motivasinya.


Artikel Terkait

Ini Lho Zero Dark Thirty (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email