Friday, January 11, 2019

Ini Lho Arisan! (2003)

Salah satu hal yang paling sering menjadi alasan saya untuk menonton kembali film-film yang sudah saya tonton dulu yaitu guna melihat kembali apakah film tersebut masih anggun ditonton sehabis lewat bertahun-tahun. Kemudian jikalau film itu yaitu film lokal yang mengangkat sebuah info tertentu, menarik juga untuk melihat apakah ceritanya masih relevan pada zaman sekarang. Hal itulah yang menciptakan saya kali ini menonton Arisan! yang selama ini hanya saya tonton di televisi. Film ini Istimewa alasannya banyak hal. Pertama terang alasannya tema gay dalam naskah karya Joko Anwar ini sangat jarang muncul dalam perfilman Indonesia. Kedua yaitu alasannya Arisan! masuk dalam jajaran film-film yang dianggap berperan besar dalam membangkitkan gairah perfilman tanah air bersama Ada Apa dengan Cinta dan Petualangan Sherina. Pada kesudahannya berkat ketiga film ini jugalah Festival Film Indonesia kembali diadakan sehabis vakum selama 12 tahun. Dalam FFI 2004 itulah Arisan! berhasil mendapat penghargaan sebagai Film Terbaik mengalahkan  AADC dan Pasir Berbisik. Tidak hanya itu, ketiga pemainnya yakni Tora Sudiro, Surya Saputra dan Rachel Maryam juga masing-masing berhasil meraih piala kala itu. Film ini berhasil menjadi film terbaik diantara rangkaian film-film berkualitas yang kini sudah layak disebut legendaris tersebut. Makara apakah Arisan! masih anggun dan yang paling penting masih relevan jikalau ditonton lebih dari satu dekade kemudian?

Filmnya bercerita wacana persahabatan antara Sakti (Tora Sudiro) dan Meimei (Cut Mini Theo) yang juga bekerja bersama di sebuah perusahaan interior design. Keduanya sendiri sama-sama punya permasalahan pribadi yang selalu menghantui pikiran mereka. Sakti yaitu seorang gay yang merasa terganggu dengan orientasi seksualnya itu dan mencoba "sembuh" dengan rutin mendatangi seorang psikiater (Jajang C. Noer). Sakti sendiri menyembunyikan fakta itu dari Meimei dan ibunya sendiri alasannya takut akan mengecewakan mereka. Sakti juga ingin "sembuh" alasannya sebagai orang Batak ia merasa wajib melanjutkan garis keturunannya. Sedankan Meimei harus menghadapi kenyataan bahwa pernikahannya dengan Ical (Nico Siahaan) sudah tidak lagi hangat alasannya ketidak mampuan Meimei menawarkan keturunan. Suatu hari Meimei memutuskan untuk ikut dalam sebuah arisan yang diikuti oleh seorang lagi sahabatnya, Andien (Aida Nurmala). Dari orang-orang yang tergabung dalam arisan itulah kita akan melihat kisah wacana mereka yang menganut pola hidup hedonisme dan memuja kemewahan. Kemudian masuklah Nino (Surya Saputra) dalam kehidupan keduanya. Nino sendiri yaitu seorang gay yang awalnya hanya merupakan klien dari Sakti tapi beranjut menjalin romansa dengannya. Dari sinilah segala konfliknya semakin berkaitan dan bertambah rumit. Belum lagi aneka macam sindiran dan sentilan akan info sosial yang ditebarkan dalam filmnya lewat aneka macam cara.

Bagi saya Arisan! merangkum filmnya sebagai sebuah cerminan mengenai kehidupan di Jakarta. Sebelum hingga pada kisah yang lebih spesifik, film ini sudah terasa menarik dikala opening credit-nya dikemas dengan begitu menarik sekaligus menawarkan citra umum bagaimana Jakarta dikala itu mulai dari keramaian jalannya dan apa-apa saja yang ada disana. Dari situ saja film ini sudah terasa menarik, apalagi dikala sudah mulai masuk lebih dalam secara perlahan pada cerminan-cerminan berikutnya yang disajikan dengan cukup cerdas. Ada banyak sindiran baik yang tersaji secara eksklusif maupun tersirat. Saya sendiri paling suka disaat dialognya menawarkan sindiran pada aneka macam macam hal secara cukup gamblang dan lugas tapi mungkin akan terlewatkan oleh banyak penonton alasannya hadir hanya sebagai obrolan santai bahkan "tidak penting" dalam acara sehari-hari. Kemudian kisahnya pun mulai menyoroti arisan. Makara kenapa arisan yang dipilih? Bukannya masih banyak hal lain yang banyak dilakukan oleh para hedonis menyerupai pesta atau clubing? Bagi saya alasannya kedua hal itu dilakukan untuk bersenang-senang dan pada kesudahannya mereka memang bersenang-senang. Sedangkan arisan pada kesudahannya seringkali digunakan justru untuk pamer barang-barang glamor dan kekayaan menyerupai yang muncul dalam film ini. Seolah semua itu jadi perlambang kepalsuan yang mengiringi mereka para pemuja kehidupan hedonisme.
Arisan! memberikan sindiran yang menggelikan dan mengena bagi mereka para sosialita. Ada banyak sindiran yang muncul dan lagi-lagi lebih banyak didominasi muncul lewat dialognya yang cerdas. Tentu saja ada beberapa perbuatan mereka yang disindir disini menyerupai misalnya alasan mereka yang bisa dibilang ndeso dikala memutuskan membeli barang "mewah" dengan harga mahal. Mereka membeli bukan alasannya mempertimbangkan kualtias tapi alasannya barang tersebut digunakan oleh para selebritis bahkan meski kualtiasnya biasa saja. Selain itu ada aneka macam hal wacana alasan-alasan ndeso mereka lainnya yang mendasari perbuatan mereka. Selain itu Arisan! juga membahas hal-hal yang lebih "umum" menyerupai cinta, perselingkuhan, persahabatan, pengkhianatan serta konflik dan diam-diam yang tersimpan diantara mereka. Namun tema-tema yang lebih umum itu berhasil menjadi pondasi yang begitu besar lengan berkuasa sehingga filmnya yang berjalan lebih dari dua jam ini (127 menit) tidak pernah terasa membosankan. Semuanya tersaji dengan begitu kuat. Kisah cintanya terasa romantis meski dibumbui tema gay. Tapi toh semua kisah cinta sama saja, tidak peduli gay atau straight jika dikemas dengan baik semuanya bisa terasa romantis. Kisah persahabatannya pun bisa terasa menyenangkan ditonton. Menyenangkan alasannya sentuhan komedi yang diselipkan terasa efektif. Komedinya terasa cerdas, tidak konyol tapi ampuh untuk setidaknya memancing senyum.

Tidak hanya naskah Joko Anwar yang brilian serta pengarahan Nia Dinata yang cermat saja yang menciptakan filmnya berjalan begitu menarik. Akting anggun para pemainnya juga turut berkontribusi maksimal disini. Tora Sudiro menawarkan akting terbaiknya sebagai seorang gay tanpa harus menjadi waria namun kita bisa mencicipi ada sedikit kesan feminin pada sosok Sakti di film ini. Ini yaitu masa dimana Tora Sudiro masih digadang-gadang sebagai salah satu bintang film berbakat Indonesia yang bahkan hampir menyaingi Lukman Sardi kala itu. Ya, sebelum ia berkenalan dengan Rako Prijanto dan jatuh kedalam film-film komedi ndeso sang sutradara sebut saja Krazy Crazy Krezy, D'Bijis sampai yang terbaru Perempuan2 Liar. Cut Mini sebagai seorang perempuan yang nampak kokoh di tengah timbunan masalahnya pun tampil baik, sama halnya dengan Surya Saputra dimana ketiga bintang film diatas sanggup menjalin chemistry yang begitu besar lengan berkuasa satu sama lain. Sedangkan Rachel Maryam mengemban kiprah sebagai soso komedik yang bagi saya sukses memancing tawa dan terasa menghibur. Dari Rachel Maryam juga muncul quote favorit saya yang sukses menciptakan tertawa ngakak dalam film ini. Quote tersebut muncul dikala abjad Lita mengaku ia menemukan majalah gay milik Sakti. Bunyi dialognya keduanya kira-kira menyerupai ini:

"Aku juga sempat liat-liat koleksi majalah abang, kutengoklah majalah yang itu."
"Majalah yang mana?"
 "Yang itu lah bang, yang tak ada perempuannya lah"

Kalimat terakhir yang sebetulnya sederhana itu sukses menciptakan tawa saya lepas. Dan masih ada obrolan lain dari Lita yang begitu lucu. Arisan! pun diakhiri dengan sebuah adegan yang diawali obrolan bertiga antara Sakti, Meimei dan Andien dimana obrolan tersebut dikemas dengan sangat keren, lucu dan terasa sebagai sebuah epilog yang positif, sama menyerupai niat Joko Anwar dalam menciptakan kisah ini, yakni menangkap kehidupan gay tidak dengan negatif namun dengan positif serta penuh harap. Pesan wacana be yourself pun sangat terasa dan berhasil mengena di ending tersebut. Pada kesudahannya Arisan! sukses menjadi sebuah sentian sosial yang begitu mengena serta sanggup mengangkat tema yang cukup sensitif tanpa harus terasa terlalu serius ataupun menggurui. Sayangnya saya cukup terganggu dengan artikulasi obrolan dalam film ini yang seringkali kurang jelas, dimana hal tersebut terjadi cukup sering dan mengganggu kenikmatan saya menonton film ini. Overall filmnya punya konflik kehidpuan yang rumit dan kompleks namun disajikan secara ringan bahkan lucu menyerupai tagline-nya, "A happy picture about unhappy people!" Dan jikalau membahas kembali pertanyaan saya diawal postingan mengenai apakah film ini masih relevan, jawabannya yaitu masih, sangat masih. Semua sindiran wacana sosialita, homoseksual, perselingkuhan dan lain-lain masih dan akan selalu relevan. Bahkan sindiran wacana Wapres pun masih relevan (Ups!)

Artikel Terkait

Ini Lho Arisan! (2003)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email