Akhirnya sehabis berusaha cukup keras aku kesampaian juga menonton Crocodile yang merupakan film debut dari Kim Ki-duk. Film yang mempunyai judul Korea Ageo ini dirilis pada tahun 1996, dimana pada tahun tersebut Kim Ki-duk merilis dua film pertamanya yakni Crocodile dan Wild Animals. Melalui film ini semua dongeng dan legenda mengenai Kim Ki-duk karenanya dimulai. Lewat film ini namanya masuk ke dalam industri perfilman Korea Selatan. Lewat film ini pula industri perfilman mulai mengenal segala kontroversi perihal karyanya yang dipenuhi adegan kekerasan serta unsur seksual yang begitu kental. Lewat film ini Kim berusaha memantapkan aneka macam aspek yang nantinya akan kita kenal sebagai signature miliknya,. Melalui film ini jugalah kerja sama panjang antara Kim Ki-duk dan pemain drama Cho Jae-hyun dimulai. Nantinya mereka berdua akan bekerja sama dalam lima film lain. Dari segi dongeng yang ditampilkan, Crocodile memang terasa bagaikan cetak biru bagi karya-karya Ki-duk berikutnya. Crocodile berkisah mengenai kehidupan seorang laki-laki yang hidup di pinggiran sungai Han. Pria yang mempunyai nama panggilan Crocodile (Cho Jae-hyun) tersebut tidak tinggal sendirian, sebab ada seorang kakek (Jeon Mu-Song) dan anak kecil (Ahn Jae-hong) yang menyebarkan daerah tinggal dengan Crocodile.
Crocodile ialah seorang laki-laki dengan perangai yang tidak menyenangkan. Dia selalu bicara bergairah dan seringkali mengamuk dan memarahi orang-orang di sekitarnya. Dia juga berusaha mendapat uang dengan aneka macam cara mulai dari berjudi, menyuruh si anak kecil untuk bekerja menjual aneka macam barang, hingga yang paling gila ialah mengambil uang dari dompet mayat-mayat. Ya, tinggal di pinggir sungai Han menciptakan Crocodile sudah tidak asing lagi melihat orang-orang yang mati bunuh diri melompat dari atas jembatan. Sungai tersebut memang dikenal sering menjadi daerah bagi orang-orang untuk bunuh diri, dan tiap kali ada yang melompat Crocodile akan pribadi berenang tapi bukan untuk menyelamatkan orang itu tapi untuk mengambil dompetnya. Suatu hari seorang perempuan (Woo Yun-kyeong) melaksanakan bunuh diri dan peristiwa itu dilihat oleh mereka bertiga. Namun kali ini Crocodile tidak membiarkannya mati melainkan menyelamatkan nyawa perempuan tersebut. Apakah Crocodile telah menjelma baik hati? Tentu tidak, sebab selepas perempuan itu sadar, ia dijadikan materi pelampiasan nafsu seksual dan berulang kali diperkosa oleh Crocodile. Anehnya, si perempuan itu tidak mencoba untuk kabur dari daerah tersebut. Dan semakin sering mereka berinteraksi, hubungan gila antara keduanya pun semakin dalam.
Dari ceritanya aku sendiri merasa bahwa Crocodile merupakan sebuah dasar dongeng yang dijadikan patokan oleh Kim Ki-duk dalam aneka macam filmnya. Nantinya pun kisah ini akan lebih diperdalam dan diperkompleks lagi dalam Bad Guy. Dibandingkan dengan Bad Guy, film ini memang terasa mempunyai banyak kemiripan. Hubungan gila antara laki-laki bergairah dengan perempuan tak berdaya yang berawal dari penculikan hingga berlanjut ke hubungan seksual yang perlahan berkembang menjadi cinta sama-sama muncul dalam kedua film ini. Tokoh utamanya juga sama-sama terdiri dari tiga orang laki-laki yang punya hubungan love-or-hate dimana mereka kadang saling membantu tapi juga sering saling menyakiti. Tapi yang paling menciptakan kedua film ini menyerupai ialah fakta bahwa Cho Jae-hyun sama-sama menjadi pemain drama utama yang memainkan huruf keras dan kedua huruf yang ia mainkan punya ciri fisik yang sama. Tapi dalam penggarapannya, Crocodile cukup berbeda dari Bad Guy maupun film-film Kim yang lain. Film debut ini terasa sebagai pencarian jati diri sang sutradara baik dari konten hingga cara penyampaian ceritanya.
Kita lupakan dulu aneka macam aspek teknis yang kurang menyerupai bunyi yang terasa begitu bergairah dan dipenuhi noise, sebab film ini memang sang low budget dan dibentuk oleh Kim yang belum berpengalaman sama sekali dalam menciptakan film sepanjang hidupnya. Dalam film ini Kim Ki-duk nampak belum menemukan gayanya dan menyebabkan penyampaian ceritanya tidak terlalu baik. Disini memang sudah ada rangkaian adegan penuh kekerasan maupun konten seksual, tapi Kim nampak belum rancak dalam mengharmonisasikan aneka macam konten "berat" tersebut menjadi sebuah rangkaian dongeng yang indah. Crocodile memang belum mempunyai keindahan ala Kim Ki-duk maupun metafora-metafora luar biasa yang jadi andalannya. Cerita yang ditampilkan terasa kurang mengena dan tidak menciptakan aku terpukau dan berkeinginan untuk menggali hingga sedalam mungkin konten ceritanya. Hal itu tidak hanya diakibatkan oleh masih belum jelinya Kim Ki-duk merangkum kisahnya, tapi juga sebab karakternya yang jauh dari kata likeable. Jarang huruf dalam film Kim Ki-duk itu menyenangkan untuk diikuti, tapi setidaknya mereka punya keunikan tersendiri yang menciptakan aku sanggup mengasihi tokoh-tokoh tersebut.
Dalam film ini, Crocodile terang sulit untuk disukai. Dari awal beliau tidak ubahnya seorang preman pecundang yang tidak ragu menindas orang lain tapi tidak punya kekuatan untuk melawan orang yang lebih punya power dari dirinya. Karakternya memang bertransformasi secara perlahan namun itu tidak banyak berpengaruh. Meski begitu penampilan Cho Jae-hyun patut mendapat pujian. Sosoknya memang menggambarkan dengan tepat huruf utama yang menjadi ciri Kim, yakni laki-laki dengan kepribadian keras yang tidak ragu menggunakan kekerasan namun di dalam hatinya ia ialah sosok yang terluka. Sedangkan huruf perempuan sendiri masa lalunya kurang terkeksplorasi dengan terang hingga alasannya untuk tetap bertahan hidup di sungai Han sendiri kurang sanggup diterima. Pada karenanya hubungan gila antara dirinya dengan Crocodile jadi terasa lambat panas dan gres menarik menjelang akhir. Untungnya di belahan selesai film ini ditutup dengan tepat lewat sebuah ending yang selalu menjadi ciri khas sang sutradara, yakni peristiwa berbalut keindahan serta romantisme yang terasa begitu menghantui pikiran penontonnya. Namun sekali lagi huruf yang ada terasa kurang mengena hingga pada karenanya aneka macam aspek kekerasan maupun seksual yang biasanya jadi poin utama kekuatan film Ki-duk jadi terasa kurang maksimal disini. Seolah aneka macam konten tersebut hanya numpang lewat belaka.
Selain kisah cinta yang aneh, Crocodile juga bertutur mengenai keras dan gelapnya kehidupan insan serta bagaimana insan menyikapi kondisi tersebut. Apakah mereka akan bertarung habis-habisan ataukah mereka akan mengalah pada kondisi yang berat tersebut ialah piliha masing-masing. Film ini juga memperlihatkan bagaimana kapitalisme yang kekuasaannya begitu mencengkeram pihak-pihak lemah. Crocodile menindas anak kecil dan memperkosa sang perempuan dimana mereka tidak sanggup memperlihatkan perlawanan berarti yang sanggup menghentikan perbuatannya. Namun disisi lain Crocodile pun tidak berdaya menghadapi orang-orang lain yang lebih berkuasa dari dirinya. Dia tidak sanggup melawan dan hanya sanggup memohon ataupun mengalah pada mereka. Tapi pada karenanya menyerupai film Kim yang lain, seburuk apapun huruf utamanya ia akan mencari cara untuk kembali menuju kemurnian dan kesucian bagi dirinya. Secara keseluruhan Crocodile terang masih dibawa standar film-film Kim Ki-duk lainnya, khususnya dari caranya bertutur serta kekuatan ceritanya. Tapi setidaknya ini bukanlah sebuah debut yang jelek dari seseorang yang sebelumnya tidak pernah mengenyam pendidikan resmi perihal film ataupun menciptakan film. Ini ialah awal dari legenda Kim Ki-duk.
Ini Lho Crocodile (1996)
4/
5
Oleh
news flash