Sudah tujuh tahun berlalu semenjak Nolan berhasil mengembalikan sosok Batman dari figur superhero norak dengan puting di kostumnya menjadi sosok superhero yang kelam, keren dan punya latar belakang dongeng yang mendalam. Dengan berani Batman Begins me-reboot dongeng Bruce Wayne, menyorotinya secara lebih detail dan mendalam, memperlihatkan sentuhan realistis yang gelap dalam kisahnya, dan tentunya memperlihatkan standar gres dalam film superhero. Sebuah origins yang layak didapatkan olehnya. Sampai tiga tahun kemudian Nolan kembali dengan The Dark Knight yang memperluas kisahnya, menciptakan sebuah film superhero yang makin gelap dan kompleks, dan tentunya performa dari Heath Ledger yang tidak akan terlupakan. Ya, ketika itu Nolan bisa meningkatkan standar yang pernah ia tanamkan dalam Batman Begins. Jika diibaratkan kompetisi sepakbola maka The Dark Knight ialah juara bertahan yang selalu coba dikalahkan oleh film-film superhero berikutnya, dan masih terus gagal...hingga empat tahun kemudian Nolan kembali lewat dongeng yang akan menjadi epilog trilogi Batman, selesai dari legenda sang kelelawar yang tentunya diiringi oleh jutaan keinginan akan sebuah selesai yang epic dan akan menutup trilogi luar biasa ini, dan sekali lagi Nolan berhasil.
Banyak yang penasaran, bagaimana Nolan menutup trilogi ini tanpa sosok Joker yang begitu luar biasa dalam film keduanya. Siapakah sosok yang bisa memperlihatkan teror setara dengan sang agent of chaos dan bisa menciptakan film ketiganya ini menjadi suguhan yang tidak kalah dari pendahulunya. Sosok tersebut hasilnya jatuh pada Bane (Tom Hardy). Bagi yang tidak mengikuti komiknya dan berpegangan pada film sebelumnya, niscaya sosok Bane yang muncul ialah sosok penjahat konyol tak berotak yang muncul di Batman & Robin. Tapi Bane lebih dari itu. Ia ialah sosok yang tidak hanya punya kekuatan otot diatas Batman tapi juga punya kepintaran yang tidak kalah dari sang insan kelelawar. Dalam komiknya sendiri Bane menjadi satu-satunya musuh yang bisa menciptakan Bruce Wayne pensiun sementarra sebagai Batman sesudah punggungnya dipatahkan dalam sebuah pertarungan seru. Dalam filmnya, Bane muncul delapan tahun sesudah even di TDK, dimana Gotham sudah menjadi kota yang kondusif berkat adanya aturan Harvey Dent. Masyarakat hidup tentram tanpa tahu fakta sebenarnya. Di sisi lain Bruce Wayne (Christian Bale) sekarang mengasingkan diri di Wayne Manor dengan kondisi fisik yang sudah melemah. Bruce masih belum berniat kembali menggunakan jubahnya, dan merasa Gotham masih belum butuh sosok Batman walaupun muncul seorang pencuri perempuan berjulukan Selina Kyle (Anne Hathaway). Tapi pada hasilnya kemunculan seorang teroris yang dianggap layaknya setan berjulukan Bane menciptakan Batman kembali beraksi, dan kali ini hasilnya ia menemukan lawan yang seimbang, bahkan mengunggulinya.
Separuh awal film berjalan lambat dengan banyak obrolan dan drama yang cukup kelam didalamnya. Sampai sekitar satu jam kita masih belum akan disuguhi Bruce Wayne dalam mantel Batman, dan pendekatan ini agak mengingatkan saya kepada apa yang muncul dalam Batman Begins.Jika dalam film pertamanya tersebut kita akan diajak mengikuti alasan Bruce menjadi Batman, di TDKR kita pada awalnya akan diajak menelusuri alasan kenapa Batman dibutuhkan oleh Gotham, dan kenapa Bruce Wayne pada hasilnya menentukan untuk kembali mengenakan jubah Batman. Bagi beberapa orang drama tersebut mungkin akan terasa melelahkan tapi sejujurnya bagi saya itu perlu untuk menguatkan pondasi kisahnya sebelum kita akan diajak masuk kedalam titik puncak panjang yang sangat epic hingga filmnya selesai. Pada hasilnya 165 menit dari film ini memang akan memperlihatkan sebuah tontonan yang lebih gelap, lebih menyentuh dan dengan cakupan dongeng yang lebih luas. Hal tersebut selalu dilakukan, khususnya untuk film ketiga yang menutup trilogi sebuah franchise superhero. Lihatlah Spider-Man 3 dan X-Men: The Last Stand yang sayangnya terlalu fokus pada memperbesar skala filmnya (baca: adegan aksinya). Tapi TDKR beda, film ini bisa memperbesar semua yang ada di film pendahulunya, termasuk memperdalam abjad Batman sendiri.
Jika di TDK seringkali sosok Joker menutupi sosok Batman itu sendiri, dalam TDKR semuanya ialah perihal Bruce Wayne dan Batman. Beberapa subplot memang masih ada, tapi semuanya akan kembali lagi pada perjalanan Bruce Wayne. Seperti judulnya, kita akan diajak melihat jatuh bangunnya sosok Batman. Batman memang seorang pahlawan yang sangat dibutuhkan Gotham, tapi sekali lagi ia bukanlah sosok insan super, ia bukanlah Superman yang bisa melaksanakan semuanya sendirian. Batman ialah figur pahlawan yang bisa hidup dan bangun dengan membutuhkan orang-orang di sekitarnya, dan ia membutuhkan sekaligus menyayangi Gotham mirip rakyat Gotham yang gotong royong sangat membutuhkan sosok pahlawan. Dalam TDKR kita tidak akan disuguhi dongeng superhero, tapi dongeng kepahlawanan. Batman memang pahlawan, tapi ia tetaplah insan biasa dan hal itulah yang membuatnya sangat gampang dicintai. Kisah jatuh bangun sang pahlawan itulah yang benar-benar disoroti dan ditampilkan dengan begitu menggugah disini, meskipun harus diakui momen kebangkita Bruce menjelang titik puncak terasa terlalu klise, tapi toh siapa yang akan protes? Yang dibutuhkan semua orang ialah bangkitnya Batman. Saya sendiri merasa ada di posisi yang sama dengan Alfred dalam film ini berkaitan dengan bagaimana ia sangat menyayangi Batman/Bruce Wayne dan sangat mengkhawatirkan nasib sang majikan.
Dari kualitas memang TDKR masih sedikit dibawah TDK tapi bukan berarti film ini buruk, alasannya ialah TDKR "hanya sedikit" dibawah TDK yang notabene ialah sebuah bentuk film yang sangat bersahabat dengan deskripsi kesempurnaan. Maka sebuah film yang hanya sedikit dibawah hal itu tetap ialah sebuah film yang luar biasa. Bicara soal luar biasa maka momen epic yang terjadi semenjak kembalinya Bruce Wayne sebagai Batman hingga filmnya berakhir memang ialah rangkaian momen yang sungguh luar biasa. Terkadang terasa menegangkan ketika kita dibawa melihat pertempuran-pertempuran luar biasa, melihat Batman beraksi dengan The Bat yang begitu megah di udara, melihat perang yang terjadi antara polisi dengan pasukan Bane, melihat bagaimana Batman dan Catwoman bertarung bersama, dan tentunya melihat bagaimana konfrontasi luar biasa antara Batman dengan Bane. Tidak hanya menegangkan, diluar dugaan TDKR juga cukup mengharukan. Mengharukan melihat bagaimana Batman/Bruce Wayne yang begitu menyayangi Gotham dan rela berkorban apapun demi cintanya tersebut, mengharukan pula melihat hubungannya dengan sosok di sekitarnya khususnya dengan Alfred, mengahrukan melihat bagaimana trilogi luar biasa ini hasilnya harus berakhir dengan epic, mengharukan, indah...dan sedikit ambigu. Bicara soal akhir, Nolan kembali menutup filmnya dengan ending yang menancap dan sedikit ambigu, Tidak se-ambigu yang muncul dalam Inception memang, namun masih cukup bisa menciptakan para penontonnya berdebat. Tapi apapun fakta sesungguhnya, film ini sudah ditutup dengan cara terbaik yang paling pantas.
Lanjut kepada sosok villain, saya termasuk yang ragu apakah sosok Bane bisa menandingi Joker yang luar biasa itu, dan jawabannya ialah BISA, namun dengan cara yang berbeda. Joker membuai penontonnya dengan agresi gila yang penuh dengan teror dan dagelan ala komedi hitam. Sedangkan Bane ialah sosok yang lebih waras, lebih cerdas, lebih kuat, dan tetap bisa menebar teror. Saya selalu ngeri kalau membayangkan sosomJoker-nya Heath Ledger muncul di dunia kasatmata dengan segala kegilaannya. Begitu juga yang terjadi pada sosok Bane milik Tom Hardy ini. Sosoknya begitu intimidatif. Tinggi besar, bunyi yang mengerikan (agak menggelikan?) topeng menyeramkan yang jauh dari kesan konyol, dan tentunya aksi-aksinya yang tetap tidak kalah gila dari Joker. Tapi yang paling penting sosok ini bisa menciptakan Batman kewalahan dan menciptakan sang pahlawan harus benar-benar berjuang hingga titik darah penghabisan, itulah sosok villain yang luar biasa. Lalu bagaimana dengan Catwoman-nya Anne Hathaway? Mungkin masih belum se-ikonik Catwoman versi Michelle Pfeiffer di Batman Returns (1992) tapi tetap saja penampilannya layak sanggup pujian. Baik itu sebagai Selina ataupun ketika harus menjadi Catwoman yang punya kekerabatan unik dengan Batman. Keputusan yang tepat untuk menghadirkan dua sosok ini, yaitu villain yang seimbang dengan Batman, dan seorang lagi ialah sosok villain yang punya kekerabatan paling kompleks dengan Batman.
Secara keseluruhan The Dark Knight Rises memang masih sedikit dibawah The Dark Knight,tapi itu sangat sedikit, tidak hingga satu level dibawahnya. Alur dalam film ini juga mempunyai beberapa plot hole yang kalau diperhatikan benar-benar akan sedikit mengganggu. Tapi apa daya saya untuk tidak memperlihatkan nilai tepat pada film yang bisa tampil luar biasa ini? Sebuah sajian epic yang tidak hanya menegangkan, namun juga menyentuh dan mengharukan. Begitu banyak momen luar biasa yang memorable disini dan salah satu favorit saya ialah momen meledaknya stadion yang memang sudah terlihat di trailer tapi ketika momen itu muncul di filmnya terasa begitu menyentuh, apalagi dengan iringan vokal yang luar biasa pula. Untuk momen lainnya saya sepakat dengan artikel dari Total Film ini yang menampilkan 50 momen terbaik TDKR. Semua momen tersebut juga dibalut dengan scoring Hans Zimmer yang mirip biasa bisa membangkitkan adrenaline. Meski gelap, TDKR juga punya beberapa momen yang bisa memancing tawa dari celetukan-celetukan tokohnya, dan itu cukup membantu mengendurkan ketegangan. Sebuah epilog trilogi dan selesai dari sebuah legenda luar biasa yang saya yakin tidak akan pernah dilupakan penontonnya hingga beberapa dekade mendatang. Sedangkan untuk siapa saja yang akan menjadi sutradara reboot film Batman, ada kabar baik dan kabar buruk. Kabar baiknya Nolan sudah memperlihatkan pola dan template untuk film Batman dan Nolan sendiri kabarnya akan menjadi produsernya. Tapi kabar buruknya ia akan dibanding-bandingkan dengan versi Nolan yang luar biasa ini.
RATING:
Ini Lho The Dark Knight Rises (2012)
4/
5
Oleh
news flash