Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Dawn Of The Planet Of The Apes (2014)

Tiga tahun lalu, Rupert Wyat berhasil menciptakan sesuatu yang langka yaitu Rise of the Planet of the Apes, sebuah reboot yang cantik dari franchise klasik Planet of the Apes yang bahkan tidak sanggup dilakukan oleh Tim Burton dengan versinya yang memalukan dengan patung Abraham Lincoln monyet itu. Diluar dugaam "Rise" punya kualitas yang cantik lengkap dengan keberhasilan mendapat lebih dari $480 juta dari bujet hanya $93 juta. Tentu saja gampang bagi 20th Century Fox untuk memperlihatkan lampu hijau pembuatan sekuel yang berjudul Dawn of the Planet of the Apes. Kali ini memang tidak ada lagi nama Rupert Wyatt di posisi sutradara alasannya ialah ia sudah digantikan oleh Matt Reeves (Cloverfield, Let Me In). Dawn masih menampilkan banyak bintang film dengan menggunakan baju motion capture seperti Toby Kebbell dan tentu saja sang master mo-cap Andy Serkis yang nampaknya masih akan mendapat banyak derma untuk memenangkan Oscar lagi tahun depan. Sedangkan di jajaran cast manusia ada Jason Clarke dan Gary Oldman menggantikan James Franco yang merupakan sosok sentral di Rise. Meski mengganti semua tokoh manusianya, Dawn masih melanjutkan apa yang ditinggalkan oleh film pertama, lebih tepatnya 10 tahun pasca ending Rise.

Virus ALZ-113 yang dibawa oleh para monyet sekarang tidak hanya telah menyebar ke seluruh dunia tapi juga sudah memusnahkan hampir sebagian besar peradaban manusia. Beberapa orang di San Francisco cukup "beruntung" alasannya ialah secara genetis mereka kebal terhadap virus tersebut dan sekarang tingga bahu-membahu untuk membangun kembali peradaban sambil mencari para survivor lainnya dibawah pimpinan Dreyfus (Gary Oldman) dan tangan kanannya, Malcolm (Jason Clarke). Disisi lain, para simpanse yang dipimpin oleh Caesar (Andy Serkis) sekarang hidup secara berkelompok, membangun peradaban di Muir Woods, tidak jauh dari daerah tinggal para manusia, meski kedua belah pihak sama-sama tidak tahu perihal keberadaan masing-masing. Kera-kera itu sendiri sekarang sudah semakin cerdas. Mereka sudah sanggup sedikit membaca, menulis, bahkan berbicara meski masih terbatas dan sering menggunakan bahasa isyarat. Caesar sendiri sekarang masih harus menghadapi konflik lain lagi di dalam kelompoknya tersebut, mulai dari sang anak, Blue Eyes (Nick Thurston) yang mulai beranjak arif balig cukup akal dan ingin memperlihatkan kehebatan dirinya, hingga Koba (Toby Kebbell) yang makin berhasrat menghabisi insan akhir dendam yang selama ini ia pendam. Disisi lain para insan membutuhkan tenaga PLTA dari sebuah bendungan yang terletak di erat pemukiman para kera, sesuatu yang sanggup menjadikan perselisihan maupun aliansi diantara kedua belah pihak.
Dawn of the Planet of the Apes langsung memperlihatkan jati dirinya sebagai sebuah film blockuster yang tidak mengambil jalan "umum" sedari adegan pembukanya. Jika pada umumnya film-film besar ekspresi dominan panas eksklusif dipuka dengan adegan agresi yang cepat, bising sekaligus penuh ledakan, Dawn justru sebaliknya. Memang pembukanya tergolong adegan agresi ketika para simpanse berburu rusa sebelum dihadang oleh beruang, tapi pengemasannya tergolong sunyi dengan tempo yang sedang tapi terasa mencekam. Matt Reeves seolah ingin sebisa mungkin membawa filmnya sebagai sajian yang se-realistis mungkin. Tentu saja para simpanse yang sanggup sedikit berbicara bahkan menembakkan senjata tidaklah terlalu realistis, tapi Reeves berusaha sebisa mungkin menciptakan semuanya believable dan nyata. Jika mau ia sanggup menciptakan para simpanse ini berbicara lancar, menciptakan bazoka atau mengendarai pesawat, tapi terperinci ini bukan "Michael Bay's ape movie". Adegan agresi eksplosif tetap ada tapi konsentrasi utamanya ialah bagaimana menuturkan sebuah kisah sci-fi berbalut drama yang kuat. Fokus utamanya ialah memperlihatkan perkembangan yang terjadi dalam komunitas kera, sehingga lebih banyak adegan yang menampilkan para simpanse saling berinteraksi dengan bahasa isyarat. Terasa sunyi dan bertempo agak lambat memang, tapi Reeves sanggup mengemasnya dengan begitu intens.

Reeves berhasil membangun eksplorasi dan pembangunan konfliknya dengan baik. Bertahap, tidak tergesa-gesa sehingga sanggup menciptakan penonton benar-benar memahami motivasi tiap-tiap abjad dan pemicu aneka macam macam tabrakan konflik yang muncul. Disini konflik utamanya masih ada pada diri Caesar dimana beliau yang mati-matian membangun peradaban para simpanse perlahan mulai menyadari bahwa simpanse yang cerdas itu sendiri tidak jauh beda dengan manusia. Meski ia menganggap simpanse lebih baik daripada manusia, simpanse tidak akan saling bunuh, ternyata perlahan Caesar mulai sadar bahwa anggapannya itu salah. Para simpanse tetap sanggup menyimpan dendam yang karenanya berujung pada ambisi sekaligus anarki yang menghkianati segala kekeluargaan yang selama ini telah ia bangun. Semuanya dituturkan oleh Reeves dengan baik dan cukup mendalam. Saya pun pada karenanya dibentuk sanggup memahami segaa motivasi karakternya. Baik itu Koba maupun Dreyfus semuanya punya alasan besar lengan berkuasa atas perbuatan mereka. Koba dipicu oleh dendam sedangkan Dreyfus dipicu oleh impian besar lengan berkuasa melindungi umat manusia. Ada juga drama yang besar lengan berkuasa perihal pergolakan dalam diri Caesar. Disatu sisi ia begitu ingin melindungi kera-kera yang ia pimpin, tapi disisi lain Caesar juga masih menyimpan rasa cinta terhadap umat manusia. Karena tidak menyerupai Koba, Caesar pernah mendapat cinta yang besar dari insan yang merawat dan mengajari semua hal yang ia tahu.
Bicara soal drama, ada sebuah adegan yang begitu mengharukan disaat Caesar kembali ke "rumahnya" dan mengenang semua masa lalunya dengan Will Rodman (James Franco). Tidak hanya dikemas dengan begitu emosional tapi minimalis, adegan itu juga menciptakan Dawn tidaklah melupakan Rise meski semua abjad manusianya berganti. Dawn benar-benar terasa sebagai sebuah pengembangan dongeng yang berafiliasi besar lengan berkuasa dengan Rise daripada sebuah sekuel yang mencoba tampak lebih besar. Bahkan film ini tidaklah lebih besar dari film pertamanya. Skalanya lebih kecil meski ada narasi yang memperlihatkan dampak global dari titik puncak film pertamanya. Tidak ada titik puncak besar-besaran menyerupai pertempuran diatas jembatan dalam Rise, tapi bukan berarti klimaksnya datar. Masih ada pertempuran yang seru antara simpanse dan para manusia, hingga pertarungan antara Caesar dan Koba. Adegan yang disebut kedua memang tidaklah terlalu mengesankan, tapi adegan pertempuran awal antara insan dan simpanse itu cukup seru. Bahkan saya cukup merasa "sakit" ketika harus melihat kera-kera tidak bersalah terbunuh dalam pertempuran itu. Ada sebuah adegan yang amat saya sukai disini dan akan saya sebut sebagai "Ape on tank". Dengan camera work yang memukau, one shot yang cukup panjang ini mengingatkan saya pada tone Children of Men meski tidak sepanjang, serumit dan se-epic film tersebut.

Kembali ke dramanya, mengapa aspek itu terasa begitu besar lengan berkuasa selain alasannya ialah pengemasan yang cantik juga didukung oleh akting mahir para aktornya. Pertama dari para simpanse yang berkat CGI memukau plus akting mahir tidak menyerupai simpanse yang dipaksakan menyerupai manusia, tapi benar-benar menjadi simpanse yang mempunyai jiwa layaknya manusia. Tentu saja Andy Serkis luar biasa. Gesturnya, ekspresinya, hingga sepatah dua patah kata yang ia teriakkan memang pantas diganjar minimal nominasi Oscar. Tapi tidak hanya Serkis saja simpanse yang bersinar disini, alasannya ialah Toby Kebbell juga luar biasa sebagai "lawan" Caesar. Lihat ekspresinya yang menyimpan dendam, lihat juga dua adegan ketika ia menyusup ke gudang senjata milik manusia. Luar biasa. Mereka yang menjadi insan mungkin tidak sebersinar itu, tapi nama-nama menyerupai Gary Oldman dan Keri Russell berhasil memaksimalkan porsi mereka yang tidak banyak. Satu kesamaaan muncul dalam performa aktor-aktor tersebut. Mereka berhasil menyajikan akting yang emosional tanpa harus didramatisasi berlebihan. Lihat saja air mata Andy Serkis dan Keri Russell yang tanpa kita sadar tiba-tiba mengalir lembut di wajah mereka. Atau lihat bagaimana Toby Kebbell teta sanggup terlihat penuh amarah meski ketika ia tidak sedang "menggila". Overall, Dawn of the Planet of the Apes menunjukkan bagaimana memaksimalkan bujet yang besar tanpa harus melupakan kualias cerita. Penggunaan CGI dimaksimalkan untuk sosok simpanse dan pemukiman mereka, membuatnya sebagai sebuah aspek pendukung daripada sajian utama. Sajian utama film ini terperinci sebuah pengembangan dari suatu dongeng yang diperdalam sekaligus dikembangkan lagi menuju sebuah perang besar yang bakal menutup trilogi ini dengan epic tahun 2016 mendatang.

Artikel Terkait

Ini Lho Dawn Of The Planet Of The Apes (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email