Mungkin nama Judge Dredd bukan termasuk abjad A-List dalam jajaran superhero. Saya pernah mendengar namanya, tapi yang saya tahu hanya sebatas bahwa ia yaitu seorang penegak aturan dengan helm yang tak pernah lepas dari kepalanya. Saya belum pernah sekalipun membaca komiknya dan saya juga belum menonton film Judge Dredd yang rilis tahun 1995 dan dibintangi Sylvester Stallone. Film itu sendiri terhitung gagal baik secara pendapatan maupun kualitas. Banyak yang mengkritisi sosok Dredd yang diperankan Stallone alasannya yaitu terlalu sering membuka helm dan banyak berdialog, padahal di komikmnya Dredd tidak pernah memperlihatkan wajahnya dan termasuk jarang bicara. Yah, nampaknya wajah Stallone terlalu berharga untuk terus ditutupi sepanjang film. Selang 17 tahun kemudian sosok Dredd kembali diangkat ke layar lebar dengan bujet (uniknya) setengah dari versi 1995. Kali ini yaitu Karl Urban yang mengemban kiprah menjadi sosok Judge Dredd. Urban sendiri menjanjikan sosok Dredd yang lebih setia dengan versi komiknya.
Ada satu kisah lagi yang menarik dari film ini yaitu ketika trailer-nya muncul dan menciptakan banyak orang menyampaikan bahwa trailer dan ceritanya sangat ibarat dengan The Raid, yaitu menampilkan sebuah serbuan kedalam gedung tinggi yang dikuasai oleh sosok kriminal berbahaya. Tapi toh tudingan penjiplakan tersebut terbantahkan dengan fakta bahwa proses produksi Dredd sudah selesai sebelum The Raid memulai syuting, hanya saja film garapan Gareth Evans tersebut lebih dulu rilis. Dredd sendiri akan membawa kita melihat kondisi masa depan dimana dunia sudah menjadi kawasan yang gersang dan rusak. Amerika Serikat sendiri juga tidak lepas dari hal itu dan disebut sebagai "Cursed Land". Di bab Timur Amerika terdapat sebuah kota berjulukan Mega-City One dimana kejahatan sudah begitu merajalela dan kehidupan rakyatnya juga sudah tidak karuan. Salah satu perjuangan untuk mengontrol kriminalitas disana yaitu dengan dibentuknya satuan Judges yang bertugas menjadi hakim, juri sekaligus eksekutor. Salah satu anggotanya yaitu Dredd. Suatu hari Dredd menerima kiprah untuk menilai seorang rookie berjulukan Cassandra Anderson (Olivia Thirlby) yang bersama-sama tidak lulus tes namun punya kemampuan hebat sebagai cenayang. Dalam misi tersebut nantinya Dredd dan Anderson harus menghadapi gembong kriminal pimpinan Ma-Ma (Lena Headey) yang kejam dan bermarkas di sebuah gedung setinggi 200 lantai.
Pada karenanya ketika menonton film ini saya tetap teringat akan The Raid alasannya yaitu memang terdapat beberapa kemiripan mulai dari adegan hingga setting lokasinya. Dredd mungkin tidak se-intense The Raid dalam menyajikan kisahnya dan masih menyampaikan kesempatan bernafas bagi para penonton. Tapi tetap saja Dredd menyampaikan banyak sekali adegan agresi yang berjalan cepat dan punya tingkat kebrutalan yang diatas rata-rata film agresi Hollywood. Cukup ganti momen pertarungan tangan kosong yang jadi andalan The Raid dengan adegan tembak menembak yang brutal maka itulah Dredd. Film ini tidak hanya asal dalam menampilkan adegan baku tembaknya, tapi juga menampilkannya dengan visual yang cukup brutal dimana momen peluru menembus tubuh, merobek daging dan pada karenanya memuncratkan darah disajikan dengan cukup gamblang. Sutradara Pete Travis nampaknya sadar betul kalau ia hanya menampilkan adegan tembak menembak biasa saja maka film ini juga akan terasa biasa saja, maka dari itu keputusan untuk menampilkan kadar kekerasan yang cukup tinggi yaitu pilihan yang tepat. Hal itu juga cukup mendukung aura dystopia dan depresif yang muncul dalam filmnya. Bicara soal visual, Dredd juga cukup kental dengan imbas slow motion sebagai penggambaran imbas narkoba yang menciptakan penggunanya merasa dunia berjalan lambat ibarat dalam imbas slo-mo. Dengan penerapan yang tepat, imbas tersebut menjadi efektif menciptakan film ini punya aspek visual yang menarik.
Cukup disayangkan Dredd tidak menggali kisahnya dengan lebih dalam. Saya memang belum pernah membaca bahkan tahu detail jalan dongeng komiknya, tapi dari apa yang saya tangkap dalam filmnya tampaknya akan ada banyak kisah menarik yang bisa diangkat khususnya yang berkaitan dengan politik dan kekuasaan. Namun pada karenanya Dredd hanya berkonsentrasi untuk menyuguhkan sebuah film agresi yang brutal dan menghibur. Untuk para karakternya sendiri tidak ada eksplorasi yang mendalam. Baik Dredd, Anderson hingga sosok Ma-Ma tidak dieksplorasi lebih jauh. Anderson hanya akan kita kenal sebagai rookie dengan kemampuan cenayang yang hebat dan sudah kehilangan kedua orang tuanya. Lalu Ma-Ma sekilas akan diperlihatkan lata belakang masa lalunya, sedangkan Dredd? Tapi meski tidak dieksplorasi lebih jauh, Karl Urban sanggup menciptakan sosok Dredd menjadi seorang hero yang menarik untuk ditonton aksinya. Hanya berbekal memperlihatkan bibirnya (yang selalu muram) Urban sanggup menyuguhkan sosok Dredd yang masbodoh dan berkomitmen tinggi pada penegakkan hukum. Tapi dari sebuah adegan disaat Anderson membaca kepribadian Dredd saya yakin akan ada banyak hal menarik yang bisa digali pada sosok Dredd andaikan film ini akan dibuatkan sekuel.
Secara keseluruhan dari segi dongeng tidak banyak yang bisa diambil dari Dredd meski kisahnya berpotensi menghadirkan banyak hal wacana ambiguitas moral dalam penegakan hukum. Meski begitu, intinya sosok Dredd yang tidak pernah memperlihatkan wajahnya sudah menjadi sebuah metafora mengenai aturan itu sendiri yang harus "berwajah sama" pada semua pihak. Tapi toh pada karenanya Dredd yaitu sebuah apa yang disebut sebagai hiburan yang sangat berhasil. Ini yaitu sebuah presentasi yang cantik dari sebuah action flick yang diisi dengan kadar kekerasan tinggi. Dalam 95 menit durasinya Dredd berjalan dengan cepat, tanpa terlalu banyak basa-basi dan tidak pernah terasa membosankan meski kalau bicara ending film ini ditutup dengan anti-klimaks. Tambahan visualisasi slo-mo yang cukup unik juga makin menciptakan film ini punya ciri khas tersendiri.
Ini Lho Dredd (2012)
4/
5
Oleh
news flash