Tuesday, January 15, 2019

Ini Lho El Topo (1970)

Melihat judul dan sedikit cuplikan filmnya, aku mengira El Topo ialah film western biasa yang mengisahkan wacana petualangan seorang koboi berjulukan El Topo dan akan berisi banyak adegan tembak-menembak seru ala film-film koboi lawas. Meski aku bukan penggemar film menyerupai itu, tapi aku pikir toh bukan duduk masalah sekali-kali menonton film koboi klasik sekedar untuk mencari hiburan. Lagipula sesudah sekilas melihat beberapa data wacana film garapan sutradara Alejandro Jodorowsky ini, ternyata ini ialah film yang menjadi wakil Meksiko dalam ajang Academy Awards 1972 untuk kategori Best Foreign Language Film meski pada akibatnya gagal masuk daftar nominator final. Tapi hal tersebut sudah cukup untuk menjadi bukti bahwa El Topo bukan sekedar film agresi koboi biasa. Tapi sesudah selesai menonton, yang aku dapatkan justru salah satu pengalaman menonton paling gila dalam hidup saya. Daripada menerima suguhan film koboi/western yang dibalut dengan dongeng apik aku justru mendapati bahwa ini ialah sebuah film abstrak penuh filosofi yang dibungkus dengan genre western. 

Cerita di paruh awal film belum terasa aneh. Kita akan dibawa melihat sosok El Topo (Alejandro Jodorowsky) yang berkelana menunggangi kuda melintasi padang gurun Meksiko yang gersang dengan anaknya yang gres berusia 9 tahun. Tidak ada kecacatan apapun kecuali sang anak yang telanjang bulat. El Topo dan anaknya mendapati sebuah kampung yang semua penduduknya dibantai dengan sangat sadis. Perjalanannya akibatnya berujung pada pertemuan dengan seorang Colonel (David Silva) dan beberapa anak buahnya yang menjadi dalang dibalik pembantaian tersebut. El Topo berhasil mengalahkan Colonel dan anak buahnya sekaligus menyelamatkan desa tersebut. Setelah itu hero kita kembali melanjutkan perjalanannya,tapi kali ini ia meninggalkan sang anak kepada para biarawan yang sebelumnya menjadi budak seks para anak buah Colonel yang homoseksual. Meski meninggalkan anaknya, El Topo justru membawa seorang perempuan (Mara Lorenzio) yang sebelumnya menjadi budak seks sang Colonel. El Topo kemudian menamai perempuan tersebut "Mara". Mara kemudian meminta El Topo untuk mengalahkan "The Four Great Gun Master" supaya menjadi penembak terhebat. Mara meminta hal tersebut sebagai syarat supaya ia bisa menyayangi El Topo. Mau tidak mau El Topo memulai perjuangannya mengalahkan keempat orang jago tembak tersebut yang pada akibatnya justru akan mengajarkan El Topo banyak hal wacana hidup.

Paruh pertama film yang gila ternyata masih berlanjut ketika di paruh kedua filmnya tiba-tiba berubah haluan dari petualangan seorang koboi menjadi sebuah film wacana perjalanan hidup seorang biarawan yang ternyata ialah El Topo itu sendiri. Dari sinilah aku makin sadar bahwa ini bukanlah sekedar film abstrak biasa, namun sebuah film penuh metafora dan banyak sekali simbol didalamnya. Awalnya El Topo terlihat hanya sebagai sebuah film western yang penuh dengan adegan sadis yang susah dinikmati. Sebuah film bisa saja punya kadar gore yang lebih dari film ini, namun jarang ada sebuah film yang bisa merangkum banyak sekali kesadisan dan darah menjadi sebuah tontonan yang sangat tragis menyerupai film ini. Suasana film yang sedari awal sudah kelam makin menguatkan perasaan tersebut. Pada awalnya, segala momen sadis itu memang menciptakan aku masih belum berpikir bahwa ini akan menjadi tontonan penuh simbol. Sampai kemudian tingkat keabsurdan film ini mulai meningkat perlahan ketika El Topo ditunjukkan sebagai sosok yang bisa mengubah air pahit menjadi manis, kemudian memunculkan air dari batu. Lalu semuanya bertambah abstrak ketika El Topo mulai bertemu dengan keempat master yang akan ia lawan dimana keempatnya punya karakterisasi yang gila luar biasa. Lalu kecacatan juga muncul ketika ditengah perjalanan El Topo dan Mara bertemu dengan seorang perempuan misterius yang berdandan menyerupai mirip El Topo dan bersuara laki-laki. Oya, selain tingkat kekerasan yang cukup tinggi, film ini juga punya konten seksual yang juga tinggi. Wanita telanjang sampai unsur homoseksual yang sangat berpengaruh terperinci terasa disini.
Bicara soal simbol yang muncul, terperinci ada sangat banyak simbol yang aku tidak bisa menangkap apa maksudnya alasannya ialah sebagian besar dari simbol-simbol tersebut ialah visualisasi versi abstrak dari banyak sekali kisah yang terdapat dalam Alkitab. Sosok El Topo terperinci penggambaran dari sosok orang suci. Saya kurang yakin apakah beliau ialah citra dari Yesus Kristus, Musa (fakta bahwa El Topo bisa menciptakan air menjadi manis) atau mungkin ialah citra universal wacana sosok orang suci atau bisa disebut nabi. Namun yang niscaya film ini memang menceritakan wacana seorang tokoh berjulukan El Topo yang punya banyak sekali kemampuan luar biasa, namun masih belum menemukan pencerahan dalam hidupnya, dan perlahan selama film ini ia menemukan pencerahan tersebut. Kemudian masih ada banyak sekali simbol lain yang lebih baik tidak usah dituliskan disini alasannya ialah akan mengurangi kepuasan penonton dalam menggali banyak sekali simbol yang ada. Sebuah film yang penuh dengan simbol memang akan lebih asyik ditonton kalau kita tidak diberi petunjuk apapun wacana makna ataupun banyak sekali macam detail metafora yang akan muncul nantinya. 

Pada akibatnya menilai sebuah film yang penuh simbol dan metafora akan menjadi sangat subjektif bagi saya, alasannya ialah tidak semua penonton bisa menangkap maksud dari segala simbol tersebut dan mereka yang tidak mengerti juga tidak bisa dipersalahkan, alasannya ialah tidak semua orang mengetahui sumber dari simbol tersebut menyerupai aku yang memang tidak begitu mengerti kisah-kisah dari Injil yang cukup banyak menjadi rujukan film ini. Overall, El Topo memang terasa sebagai sebuah visualisasi abstrak dari banyak sekali kisah di Injil dengan adanya unsur menyerupai ke-Nabi-an, okultisme, penyaliban sampai banyak sekali macam simbolisasi lain. Saya sendiri pada akibatnya tidak terlalu terkesan dengan apa yang ditampilkan Alejandro Jodorowsky disini. Kisah wacana seorang gunfighter yang bertransformasi menjadi seorang biarawan ini malah terasa terlalu dipaksakan. Saya tidak mempermasalahkan banyak sekali simbol yang ditampilkan, toh hal-hal tersebut memang menunjukkan aku pengalaman menonton yang unik dan menciptakan otak ini berpikir. Sayangnya pengemasan alur utamanya bagi aku terasa dipaksakan untuk menciptakan sosok El Topo dari seorang gunfighter menjadi biarawan yang bahkan sempat dipuja bagaikan Tuhan. Sangat disayangkan, padahal aku merasa bahwa suasana kelam dan tragis yang dibangun film ini sudah sangat menarik dan karakterisasi yang penuh simbol juga terasa abstrak dalam konteks yang positif. Bagi aku ini sebuah suguhan sureal yang tidak terlalu berhasil, namun cukup menarik sebagai sebuah alternatif tontonan bagi para penonton yang suka dibentuk berfikir oleh sebuah film. El Topo juga bisa menjadi alternatif tontonan bagi genre western sendiri.


Artikel Terkait

Ini Lho El Topo (1970)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email