Saat anda bisa merangkum sebuah kisah rumit menjadi suatu film yang gampang dipahami tanpa perlu terasa murahan dan "menyuapi" penonton, maka anda ialah sutradara hebat. Saat anda bisa merubah persepsi penonton wacana abjad dalam film hanya lewat satu adegan dan melaksanakan itu berkali-kali tanpa terasa dipaksakan atau terburu-buru terang anda sutradara yang hebat. Saat anda bisa menciptakan film berdurasi 149 menit tanpa ada sekalipun momen membosankan dan bisa menjaga stabilitas tensinya maka anda sutradara yang hebat. Saat anda bisa merangkai twist berlapis dan banyak momen "WOW" tanpa sekalipun terasa saling bertumpukan, terang anda sutradara yang hebat. Tapi kalau anda berhasil melaksanakan semua hal diatas ditambah kelebihan-kelebihan lain yang belum saya tuliskan, well then...you are David Fincher! Gone Girl yang merupakan penyesuaian novel berjudul sama karangan Gillian Flynn (yang juga menjadi penulis naskah film ini) ialah pembuktian bahwa David Fincher bekerjsama tidak perlu lagi menandakan apapun khususnya dalam hal menangani thriller-kriminal kompleks. Dia pernah melakukannya lewat Zodiac (plot complexity at its best) hingga remake The Girl With the Dragon Tattoo, dan lewat Gone Girl Fincher melakukannya lagi.
Pada suatu pagi yang juga merupakan hari jadi pernikahannya yang kelima, Nick Dunne (Ben Affleck) mendapati sang istri, Amy (Rosamund Pike) telah menghilang. Awalnya ia menerka itu hanya bab dari treasure hunt yang selalu dilakukan Amy setiap ulang tahun ijab kabul mereka, tapi dari kondisi di rumah, muncul kecurigaan bahwa sang istri telah diculik atau bahkan dibunuh. Penyelidikan pun mulai dilakukan, banyak sekali macam diam-diam dan kejutan pun mulai ditemukan. Sejauh ini saja sinopsis yang bisa saya tuliskan. Lebih jauh lagi akan merusak kesenangan pembaca yang belum dan berniat menonton filmnya. Filmnya dibuka dengan kalimat yang dinarasikan Ben Affleck ini:
"When I think of my wife, I always think of the back of her head. I picture cracking her lovely skull, unspooling her brain, trying to get answers. The primal questions of a marriage: What are you thinking? How are you feeling? What have we done to each other? What will we do?"
Sadar atau tidak, kalimat pembuka itu sudah mulai mempermainkan persepsi penonton. Sekilas mendengar narasi itu, yang terpikir ialah Nick merupakan suami yang berpotensi menjadi psikopat alasannya kebingungan atas ijab kabul yang dalam kondisi kritis. Tapi melihat lisan Rosamund Pike, kalimat "what are you thinking?" menjadi penggambaran tepat akan ekspresinya. Saya tidak bisa tidak berpikir bahwa perempuan ini menyembunyikan sesuatu, sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang misterius. Kaprikornus siapa yang gila? Nick atau Amy? Percayalah, sepanjang film pertanyaan itu pula yang selalu berputar di benak saya. Simpati pada kedua abjad itu akan terus berpindah sepanjang film, hingga hingga pada tahapan keduanya sama-sama menjadi sosok abu-abu. Pada awalnya Gone Girl terlihat "hanya" sebagai sebuah thriller wacana seorang suami yang mencari istrinya tapi menerima tanggapan negatif dari masyarakat akhir campur tangan media. Tapi hanya dalam satu adegan, semuanya berubah. Twist pertama hadir menawarkan kejutan, merubah persepsi, dan tinggal menunggu waktu hingga kejutan demi kejutan lain muncul.
Kejutan, pertanyaan dan ketegangan ialah apa-apa saja yang menciptakan film ini tetap menarik meski berjalan hampir dua setengah jam. Gone Girl erat kaitannya dengan sosok psikopat, dan film ini pun berjalan ibarat psikopat. Gila, tidak segan melaksanakan hal ekstrim, dan tidak terduga. Setiap build-up moment menimbulkan pertanyaan, setiap tanggapan menjadikan ingin tau akan hal macam apa yang akan terjadi berikutnya. Seperti biasa, film David Fincher selalu dipenuh kesan hambar dalam tiap gambarnya. Alur tidak pernah berjalan cepat, tapi juga sama sekali tidak terasa lambat. Dari sinilah ketegangan dibangun secara perlahan. Bayangkan di tengah malam anda sedang sendiri, dan dari kejauhan terdengar bunyi aneh. Semakin lama, secara perlahan bunyi itu terus mendekat, dan mendekat. Pastinya ada ketegangan yang hadir secara sedikit demi sedikit hingga kemudian mencapai klimaks. Tapi disisi lain ada rasa ingin tau dan pertanyaan "apa itu?". Seperti itulah kira-kira bagaimana Fincher mengemas film ini. Ditambah scoring penuh bunyi synth mencekam garapanTrent Reznor dan Atticus Ross yang akhir-akhir ini menjadi langganan Fincher, makin lengkap atmosfer kelam dan ketegangan yang ada.
Tapi Gone Girl tidak hanya wacana misteri dan ketegangan, ada juga satir yang berpengaruh hadir disini. Disamping banyak sekali perenungan wacana pernikahan, yang paling terasa ialah kehadiran media. Dalam sebuah kesempatan Gillian Flynn menyatakan bahwa kehadiran media pada ending film ialah untuk menggambarkan bagaimana mereka merupakan sosok ketiga yang memegang peranan besar di kisah sesudah Amy dan Nick. Disini kita akan melihat bagaimana kuatnya tugas sebuah media dalam peliputan suatu cerita. Media bisa menghipnotis persepsi orang secara masif, bisa memutar balikkan persepsi tersebut dalam sekejap, bahkan tidak hanya penonton tapi "pelaku" kisah juga bisa terpengaruh oleh media. Seperti yang diucapkan Tanner Bolt (Tyler Perry) bahwa inti dari kasus ini sudah bukan lagi menandakan siapa yang bersalah dan siapa yang tidak, tapi siapa yang bisa mengambil hati masyarakat. Bagaimana caranya? Tentu saja dengan memakai eksploitasi media dalam hal ini televisi. Gone Girl merupakan citra bahwa memang benar seringkali media tidak berperasaan, tapi kalau dimanfaatkan dengan tepat, media bisa jadi "teman" terbaik kita untuk menuntaskan masalah.
Tidak bisa dipungkiri, sekilas jajaran cast-nya agak meragukan. Ben Affleck terang bintang film yang tidak buruk, tapi saya masih merasa ia tidak konsisten. Kadang aktingnya Oscar-worthy, kadang buruk. Apalagi kini untuk urusan thriller gila, saya tidak bisa untuk tidak memikirkan Jake Gyllenhaal. Rosamund Pike pun sama saja. Sosoknya yang kental dengan aura sweetheart dan lucu apakah cocok memerankan Amy dengan dualismenya? Mungkin sebagai Amy yang dicintai masyarakat ia cocok, tapi sebagai Amy yang misterius? Apalagi ditambah nama ibarat Tyler Perry, keraguan tidak bisa dihindarkan. Hingga filmnya selesai, saya sadar bahwa saya telah lancang mewaspadai keputusan Fincher. Affleck dengan segala kerapuhan dan ketidak berdayaannya hingga Tyler Perry sebagai pengacara handal, semuanya sempurna. Tapi tidak ada yang bisa melebihi Rosamund Pike.
Saya punya kepercayaan bahwa dikala seseorang berakting, dan tanpa melaksanakan banyak hal diluar (ekspresi, dialog, emosi besar) ia bisa menciptakan penonton mencicipi kompleksitas yang hadir, maka itu ialah akting luar biasa yang dimunculkan benar-benar dari dalam diri sang pemeran. Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, hanya lewat tatapan matanya, tanpa obrolan maupun lisan besar, saya bisa dibentuk ikut mempertanyakan banyak hal. Apa yang ia pikirkan? Apa yang ia inginkan? Apa yang ia rasakan? Itu ialah hal yang rumit untuk diperankan. Disisi lain lewat perbuatannya dengan gampang saya tahu betapa jeniusnya sosok Amy. Jelas kalau Amy benar-benar ada di bersahabat saya, rasa ngeri akan pribadi terasa tanpa perlu ia melaksanakan apapun. Amy ialah versi perempuan dari Jake Gyllenhaal dalam Nightcrawler. Tapi disisi lain ia punya pesona berpengaruh yang bakal menciptakan seseorang dengan gampang bertekuk lutut. That's what a scary person is. Gone Girl akan membuatmu terpaku, membuatmu membisu, menghantammu dan mempermainkan persepsimu. It's amazing.
Ini Lho Gone Girl (2014)
4/
5
Oleh
news flash