Siapa tidak kenal John McClane dengan line ikoniknya, Yippee-ki-yay, motherfucker? Semenjak kemunculan perdananya lewat Die Hard pada tahun 1988, sosok McClane sudah menjadi salah satu legenda dalam dunia film agresi Hollywood. Selain dianggap sebagai salah satu film agresi terbaik yang pernah ada, Die Hard juga telah melahirkan tiga sekuel yang meski tidak mampu mencapai kualitas menyerupai film pertamanya tetapi masih termasuk dalam jajaran film agresi yang cukup berkualitas. Tepat 25 tahun sesudah film pertamanya atau enam tahun sesudah Live Free or Die Hard, John McClane kembali dalam film kelima yang berjudul A Good Day to Die Hard. Saya sendiri cukup menantikan film ini alasannya yaitu dibandingkan aktor-aktor sabung seangkatannya yang lain menyerupai Sylvester Stallone ataupun Van Damme, Bruce Willis masih memiliki taringnya alasannya yaitu beliau tidak hanya mengandalkan otot saja tapi juga mampu menghadirkan karakter-karakter yang cukup menarik baik itu dalam film agresi macam Die Hard hingga drama menyerupai Moonrise Kingdom. Kali ini petualangan McClane tidak hanya terjadi di New York ataupun Washington melainkan hingga ke Moscow, Russia. Jika dalam film keempatnya McClane harus memperbaiki hubungan dengan puterinya, Lucy McClane (Mary Elizabeth Winstead), dalam film kelima ini beliau harus memperbaiki hubungan dengan puteranya, John 'Jack' McClane Jr. (Jai Courtney).
McClane diceritakan sedang melaksanakan pencarian terhadap putera tunggalnya, Jack dimana ia menemukan fakta bahwa ketika ini Jack sedang menjadi tahanan di penjara Russia. McClan punpada jadinya tetapkan untuk pergi ke Moscow demi menyelamatkan sekaligus berusaha memperbaiki hubungannya dengan Jack. Namun sesampainya disana lagi-lagi McClane harus berada dalam situasi penuh masalah. Jack ternyata yaitu kepetangan CIA yang menerima kiprah untuk melindungi seorang tahanan politik yang memiliki bukti mengenai perbuatan kotor yang dilakukan oleh Viktor Chagarin (Sergei Kolesnikov). Kini John harus pundak membahu dengan Jack untuk menyelamatkan sang tahanan sekaligus menghindari bahaya dari anak buah Viktor. Tentunya dimana ada John McClane disitu ada kehancuran dan kerusakan besar-besaran. Pada awalnya saya sempat pesimistis pada film ini mengingat di mata kritkus A Good Day to Die Hard dianggap sebagai film Die Hard yang terburuk. Bahkan bila melihat rating pada situs Rotten Tomatoes, film ini punya rating yang begitu jauh dibawah film lainnya dimana film ini hanya menerima 15% sedangkan film pertama hingga keempatnya secara berurutan menerima nilai 94%, 57%, 62% dan 81%.Secara pendapatan pun film ini "hanya" memperole $306 juta dimana angka tersebut masih kalah bila dibandingkan Die Hard with a Vengeance ($366 juta) yang dirilis tahun 1995.
Ada untungnya saya menurunkan ekspektasi terhadap film ini. Saya hanya ingin dihibur tanpa mengharapkan dongeng berkualitas, dan jadinya saya tidak merasa terlalu kecewa pada film ini. Sedari awal sutradara John Moore sudah tancap gas dengan menghadirkan sajian adegan agresi yang spektakuler. Adegan kejar-kejaran yang terjadi antara John dan Jack dengan anak buah Viktor di kota Moscow memang hadir dengan begitu baik. Ratusan kendaraan beroda empat dihancurkan pada kejar-kejaran tersebut dan John McClane mengatakan betapa badass-nya beliau pada momen tersebut. Dengan mengendarai sebuah truk kecil beliau mampu memporak porandakan jalanan kota Moscow. Kemudian adegan itu masih berlanjut dengan baku tembak di safe house milik CIA yang kembali menunjukkan kehebatan seorang McClane. Bicara mengenai John McClane, sosoknya disini terang masih menjadi daya tarik utama.Bruce Willis kembali berhasil menghadirkan sosok McClane yang gila, seenaknya sendiri dan jago mengeluarkan kata-kata sarkas yang bisa memancing tawa penonton. Harus diakui memang McClane tidak lagi segila dan sebrutal dulu mengingat faktor usia,namun melihatnya disini masihlah menjadi sebuah hiburan yang menyenangkan.
Namun ada satu hal fatal mengenai McClane di film ini yang terlewatkan yakni sosoknya yang hanyalah insan biasa. Ya, dibandingkan dengan Rambo ataupun puluhan huruf yang dimainkan oleh Schwarzenegger, John McClane memang hanya insan biasa yang bisa dikalahkan, bisa terluka dan bisa ketakutan bahkan menangis. Hal itulah yang menciptakan film pertama Die Hard begitu luar biasa, alasannya yaitu disamping kegilaan McClane, beliau hanyalah insan biasa yang berada dalam waktu serta daerah yang salah. Dalam film ini, McClane digambarkan terlalu perkasa dan sisi manusiawinya kurang diperlihatkan. Hal itu jugalah yang cukup besar lengan berkuasa pada pengembangan ceritanya. Hubungan antara John dan Jack hanya menjadi tempelan yang nyaris tidak berarti. Seharusnya dua sosok ini bisa menghadirkan chemistry ayah anak sekaligus duet final hidup dalam momen aksinya, namun pada jadinya malah berakhir datar. Hubungan ayah dan anaknya terasa sangat flat, sedangkan ketika harus berduet mengangkat senjata, sosok Jack masih belum bisa menandingi John McClane.
Bicara soal cerita, terang A Good Day to Die Hard tidak terlalu mementingkan hal tersebut, tapi bahkan bila dibandingkan dengan film-film sebelumnya, dongeng di film kelima ini jauh lebih buruk. Tidak ada konspirasi atau agresi teroris menegangkan, hanya sekedar dongeng straight ala film-film agresi kebanyakan. Bahkan beberapa twist termasuk twist besar di penghujung dongeng juga termasuk sebuah twist yang terlalu dipaksakan. Secara keseluruhan A Good Day to Die Hard memang berada jauh dibawah pendahulu-pendahulunya dari banyak sekali aspek. Namun saya sendiri tidak menganggap film ini seburuk apa yang dikatakan oleh evaluasi umum. Saya masih bisa menikmati sajian aksinya yang saya akui cukup spektakuler khususnya di bab awal. Tentunya saya juga akan menantikan film keenamnya yang saya harapkan akan menjadi film terakhir dan berkualitas alasannya yaitu John McClane layak menerima film perpisahan yang luar biasa, setidaknya mendekati kualitas film pertamanya itu.
Ini Lho A Good Day To Die Hard (2013)
4/
5
Oleh
news flash