Empat tahun kemudian Todd Phillips berhasil meraih kesuksesan luar biasa dikala The Hangover yang memiliki bujet hanya $35 juta mampu meraup pendapatan $467 juta dan memenangkan Golden Globe untuk kategori Best Musical or Comedy. Film pertamanya memang punya ramuan yang fresh sekaligus luar biasa atara komedi dan misteri. Filmnya juga dipenuhi banyak kejutan menyerupai kemunculan Ken Jeong dan cameo Mike Tyson yang sangat lucu. Dua tahun kemudian The Hangover Part II rilis dan berhasil meraup pendapatan sebesar $580 juta meskipun secara kualitas dianggap mengalami penurunan drastis akhir ceritanya yang bagaik copy-an film pertamanya. Bagi saya langsung kualitas film keduanya tidaklah jelek tapi memang mengalami penurunan yang cukup curam dibanding film pertama. Hilangnya unsur kejutan serta kelucuan yang menurun yakni faktor utama penurunan kualitas tersebut. Akhirnya tahun ini film ketiga yang juga dikatakan oleh Tod Phillips sebagai epilog dari trilogi The Hangover dirilis. Dengan bujet yang mencapai $103 juta dan kisah yang (katanya) berbeda dibanding dua film pertamanya, saya terperinci berharap bahwa The Hangover Part III ini akan kembali terasa fresh, sebuah impian yang pada akibatnya menghilang secara perlahan seiring dengan berjalannya film membosankan ini.
Janji Todd Phillips untuk menciptakan kisahnya berbeda memang tidak salah, sebab kali ini tidak ada lagi ijab kabul dan pesta bujang gila-gilaan semalam suntuk. Fokusnya yakni ihwal Alan (Zach Galifianakis) yang makin tidak terkontrol sehabis berhenti mengkonsumsi obat miliknya. Salah satu kegilaan yang terakhir ia lakukan yakni mengakibatkan kecelakaan besar di jalan tol akhir jerapah yang ia beli tertabrak jembatan layang dan kepalanya yang terpenggal terlempar kearah kendaraan beroda empat lain. Kejadian tersebut menciptakan ayahnya makin kecewa dan akibatnya meninggal akhir serangan jantung. Hal itulah yang menciptakan Doug (Justin Bartha) berinisiatif untuk membawa Alan ke sebuah rehabilitasi di Arizona. Supaya Alan bersedia, para wolfpack bersedia mengantarnya kesana. Jadilah Phil (Bradley Cooper) dan Stu (Ed Helms) ikut mengantar Alan ke Arizona. Tapi mereka tidak tahu bahwa nantinya mereka akan berurusan dengan ancaman yang mengancam nyawa mereka dan memaksa wolfpack untuk melaksanakan perjalanan mulai dari Meksiko sampai kembali ke Las Vegas. Tentu saja mereka juga tidak akan menyangka bahwa lagi-lagi petualangan mereka akan melibatkan Leslie Chow (Ken Jeong) yang beberapa waktu sebelumnya berhasil kabur dari penjara di Bangkok.
Jika saya diminta menyampaikan apakah akad Todd Phillips untuk membawa film ketiga ini kejalan yang berbeda dibandingkan dengan dua film pertama benar terpenuhi maka saya akan menjawab "ya". Tidak lagi mengusung dongeng ihwal misteri yang terjadi dikala para tokohnya sedang hangover, film ketiganya ini melaksanakan pendekatan dongeng layaknya film aksi-kriminal. Banyak aspek-aspek dari action-crime yang digunakan oleh film ini mulai dari agresi pencurian, pencarian orang, menyelamatkan sandera, kejar-kejaran kendaraan beroda empat absurd di kota Las Vegas, dan masih banyak lagi. Tidak ada lagi orang-orang mabuk tapi kegilaan yang ditampilkan memang coba dibentuk lebih berlipat. Yang menciptakan perbedaan lagi yakni tone filmnya yang kali ini lebih banyak komedi gelap dan mengurangi kadar komedinya untuk menunjukkan kawasan bagi kisah kriminalnya. Tapi apakah dengan begitu filmnya menjadi lebih baik? Maka bagi saya jawabannya yakni "tidak". The Hangover Part III menjadi bukti bahwa menjadi berbeda tidak selalu berkorelasi dengan peningkatan kualitas, sebab pada akibatnya ini yakni film terburuk dalam franchise The Hangover. Dasar ceritanya cukup menarik dan terperinci berpotensi menunjukkan kisah penuh misteri, kejutan dan humor-humor gila, sama menyerupai film pertamanya. Namun nampaknya Todd Phillips kebingungan untuk membagi fokusnya antara menciptakan film komedi atau film kriminal.
Pada akibatnya kebingungan fokus tersebut menciptakan film ini gagal total dalam memaksimalkan kedua aspek genre yang berbeda tersebut. Untuk komedinya menyerupai yang saya bilang tadi cukup banyak yang merupakan komedi hitam, namun sayangnya bukan komedi hitam yang berkualitas. Bahkan komedi joroknya sekalipun nyaris tidak berhasil kali ini. Mulai dari adegan awal ihwal jerapah terpenggal yang memang sinting tapi sama sekali tidak lucu, sampai adegan-adegan lain khususnya yang melibatkan Alan ataupun Chow. Entah kenapa sosok Zach Galifianakis sebagai Alan begitu digemari bahkan saya sempat membaca sebuah artikel yang memasukkan huruf Alan sebagai salah satu huruf film terbaik sepanjang masa. Kebodohan dan tingkat menyebalkan yang dimiliki Alan mencapai puncaknya di film ketiga, dan hal itu terperinci jauh dari kata lucu. Sedangkan Chow yang makin kesini porsinya makin banyak berbanding terbalik dengan kelucuannya. Di film pertama dikala ia hanya muncul di sedikit serpihan namun terasa begitu absurd dan lucu sosoknya masih begitu fresh dan layak jadi idola. Tapi makin kesini dikala porsinya makin banyak kelucuan itu makin menghilang berganti dengan ketololan luar biasa. Memang di film ketiga ini Chow tidak semenyebalkan Alan dan masih lebih lucu, namun tingkah polahnya sering menciptakan saya garuk-garuk kepala melihat kebodohannya yang tidak lucu. Todd Phillips juga memasukkan beberapa rujukan ihwal film lain ataupun pop culture misalnya film Shawshank Redemption, tapi toh pada akibatnya hal itu tetap tidak menjadi sajian yang lucu.
Jika kita bicara soal porsi crime-nya juga tidak banyak yang ditawarkan Todd Phillips meski dasarnya cukup menarik dan ada satu adegan menegangkan disaat Alan hampir terjatuh dari atap gedung di Las Vegas. Sebenarnya aspek kriminal di film ini akan efektif kalau dijadikan pondasi dan pelengkap, sedangkan komedinya silahkan dieksplorasi segila dan seliar mungkin. Namun sayangnya yang terjadi yakni kebingungan fokus dimana porsi crime yang ada hampir seimbang dengan komedinya yang kali ini berusaha absurd namun terbatasi oleh arah fokus yang tidak terperinci dan humor yang sering tidak lucu. Hal yang patut disayangkan sebab film ini punya dasar dongeng yang sederhana namun cukup menarik dengan beberapa kejutan-kejutan yang berpotensi tampil menarik. Jelas sekali kebingungan Todd Phillips disini bahkan saya ragu untuk menyampaikan bahwa film ini yakni komedi berbalut action-crime dan bukan sebaliknya. Selain kebingungan menentukan fokus, The Hangover Part III juga nampak kebingungan untuk menentukan arah perjalanan para wolfpack yang disini jadi terlihat tidak terperinci tujuannya dan pada akibatnya menciptakan saya tidak hanya menyebut film ketiga ini sebagai yang terburuk namun juga paling tidak punya arah tujuan selain untuk menutup trilogi yang memang sudah selayaknya segera diakhiri ini. Jika pada akibatnya saya ditanya adegan apa yang paling lucu dalam film ini maka saya menjawab adegan terakhir, yakni post-credit scene yang menampilkan ciri khas dari franchise ini. Jika ada film komedi yang tidak hanya tidak lucu tapi juga kurang terasa sebagai film komedi terperinci ada yang salah dengan filmnya.
Ini Lho The Hangover Part Iii (2013)
4/
5
Oleh
news flash