Sunday, January 13, 2019

Ini Lho Lore (2012)

Sudah begitu banyak film yang berkisah seputar nazi dan perang dunia II. Kebanyakan dari film tersebut akan menyoroti bencana hollocaust dengan seorang Yahudi sebagai tokoh utamanya, ataupun menceritakan kisah Adolf Hitler. Namun sudut pandang serta konflik yang diangkat dalam film Lore garapan Cate Shortland ini cukup unik. Alih-alih menyoroti bencana hollocaust, film yang menjadi perwakilan Australia pada Oscar 2013 ini justru menyoroti perjuangan bawah umur dari seorang anggota nazi untuk bertahan hidup disaat Jerman sudah dinyatakan kalah dan Hitler telah tewas. Film ini sendiri ceritanya berbasis dari buku The Dark Room karya Rachel Seiffert yang dipublikasikan pada tahun 2001 lalu. Judul film ini berasal dari nama tokoh utamanya, Lore (Saskia Rosendahl) yang merupakan puteri sulung dari lima bersaudara. Suatu hari mereka harus pergi dari rumah bersama sang ibu sehabis ayah mereka berada dalam daftar anggota nazi yang diburu oleh pasukan sekutu. Untuk itu mereka harus melaksanakan perjalanan sejauh 900 km untuk menuju rumah sang nenek yang terletak di Hamburg. Tidak hanya jauh alasannya yaitu mereka juga harus menempuh perjalanan tersebut dengan berjalan kaki serta perbekalan seadanya. Padahal empat orang adik Lore masih kecil, bahkan si bungsu masih bayi.

Keadaan bertambah sulit bagi Lore ketika sang ibu meninggalkan mereka dan menyerahkan tanggung jawab pada Lore untuk menjaga adik-adiknya dalam sisa perjalanan yang berbahaya dan penuh rintangan tersebut. Sampai di tengah perjalanan mereka bertemu dengan seorang laki-laki Yahudi misterius berjulukan Thomas (Kai Malina) yang pada akibatnya melaksanakan perjalanan bersama lima bersaudara tersebut. Menonton Lore bukan hal yang dapat dikatakan gampang alasannya yaitu penyajiannya yang punya rasa arthouse serta Eropa yang cukup kental dimana film berjalan dengan tempo yang lambat, konflik realis serta dinamika dongeng yang bila diperhatikan sekilas akan terasa datar bahkan di titik puncak sekalipun. Bahkan tidak menyerupai film-film besar ala Hollywood yang "berbaik hati" menunjukkan pembagian terstruktur mengenai atas semua yang terjadi di dalamnya, film macam Lore akan seringkali hanya menunjukkan citra tersirat ataupun sekilas saja. Tapi disinilah yang menciptakan film ini menarik, alasannya yaitu lebih menyoroti konflik internal serta perasaan karakternya beserta banyak sekali pesan yang tersirat yang menghiasi sepanjang filmnya. Seperti yang sudah aku singgung sebelumnya bahwa film ini mengambil sudut pandang yang menarik dalam narasinya. Dengan menjadikan anak seorang petinggi nazi sebagai sentral kita akan diberikan sudut pandang lain mengenai pergolakan di Jerman pada masa itu.

Benarkah mereka para nazi hanyalah sekumpulan orang-orang kejam tanpa peri kemanusiaan? Ataukah mereka hanya "korban" dari doktrinasi ideologi serta fanatisme yang diberikan secara turun temurun? Faktanya bawah umur yang notabene belum paham apa itu politik dan makna dalam ideologi nazi sudah mempunyai fanatisme serta begitu memuja sosok Hitler bagaikan prang suci. Apa mereka tahu apa yang Hitler perbuat? Tentu tidak, namun pemujaan terhadapnya yang mereka dengar tiap hari terperinci membentuk kepercayaan termasuk kebencian pada orang Yahudi. Namun bahwasanya Lore tidak hanya berfokus pada nazi dan perang dunia. Memang suasana horor nan mencekam yang terjadi jawaban perang begitu terasa disini. Tidak hanya final hayat saja yang menjadi pemandangan horor namun juga bagaimana hal tersebut kuat pada kondisi psikis seseorang. Akan ada orang yang depresi bahkan mengalami gangguan jiwa, kerusakan moral dimana-mana, serta sebuah keluarga yang kehilangan kehangatan di dalamnya. Semua bentuk tersebut tergambar pada orang-orang yang ditemui Lore dalam perjalanannya
.
Tapi di samping itu semua, film ini juga merupakan kisah coming of age yang terasa aktual dan cukup kelam. Kita akan melihat bagaimana Lore ikut berkembang seiring dengan perjalanan yang ia lalui. Meski dibebani tanggung jawab yang begitu besar, Lore tetaplah gadis remaja biasa yang tengah tumbuh dewasa. Dia mulai mengenal cinta bahkan hasrat serta rasa ingin tau akan hal seksual tengah mencapai puncaknya. Disisi lain bagi Lore hal tersebut ia rasa tidak dapat berjalan seiringan dengan tanggung jawab serta kepercayaan yang ia pegang. Itulah momen dimana perasaan bertabrakan dengan pikiran. Apakah kita harus menentukan salah satunya? Itulah yang menjadi konflik dalam diri Lore. Berlawanan dengan itu, kita akan melihat ibu Lore yang makin merasa dirinya sudah renta dan tidak lagi menarik.  Hal itulah yang berujung terhadap padamnya gelora seksual serta hasrat yang ia miliki. Meski berjalan lambat, film ini juga mempunyai beberapa kejutan yang terletak menjelang akhir. Beberapa kejutan yang cukup tragis dan akan membawa kita pada sebuah ending yang kelam serta depresif. Konklusinya sendiri akan menjadikan pertanyaan "apakah lebih baik mati atau hidup dalam penderitaan serta penyesalan yang tidak kita ketahui kapan berakhir?"Lore adalah bentuk realisme yang ditampilkan secara realistis namun juga penuh makna. Nuansanya kelam tapi juga mempunyai sinematografi yang indah. Hanya saja dengan alur yang lambat serta dramatisasi yang minim menciptakan Lore tidak menjadi tontonan semua orang. Tempo yang lambat ini jugalah yang menciptakan aku tidak merasa maksimal dalam menikmati film ini.

Artikel Terkait

Ini Lho Lore (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email