Film yang memiliki judul Italia La Grande Bellezza ini ialah karya terbaru Paolo Sorrentino yang populer lewat film-filmnya ibarat Il Divo hingga This Must Be the Place yang dibintangi oleh Sean Penn. The Great Beauty sendiri merupakan film perwakilan Italia di ajang Oscar tahun 2014 ini dan berhasil menembus list bulan Januari sebelum nanti akan dipilih nominasi final. Film yang berdurasi 142 menit ini akan mengajak kita mengajak kita mengikuti kehidupan Jep Gambardella (Toni Servillo) beserta kehidupan di seluruh penjuru kota Roma dari aneka macam sudut. Ada kehidupan malam yang penuh nuansa hedonisme dan musik disko, tapi ada juga sudut-sudut yang menyajikan mahakarya seni yang begitu indah. Jep Gambardella sendiri populer sebagai seorang penulis novel yang dianggap sebagai salah satu masterpiece di bidang sastra. Namun itu terjadi dikala usianya 20-an tahun yang mana sudah 40 tahun lalu. Kini di usianya yang menginjak 60-an tahun, Jep tengah menikmati hidupnya yang bergelimang harta, rutin mengadakan pesta di rumahnya mengundang para sosialita, dan namanya pun dikenal di seluruh penjuru kota Roma. Namun di tengah segala kemewahan itu Jep mencicipi adanya kekosongan dalam hidupnya. Dari situlah kita akan diajak menonton perjalanan Jep ke aneka macam sudut Roma, melihat aneka macam karya seni, bertemu orang-orang baik itu orang gres maupun yang berasal dari masa lalunya.
Paolo Sorrentino mengemas film ini tanpa plot yang niscaya alasannya ialah sepanjang film kita hanya akan terus diajak mengikuti perjalanan Jep yang penuh dengan sentuhan surealisme yang cukup kental. Naskah yang ditulis oleh Sorrentino dan Umberto Contarello ini memang bagaikan sebuah visualisasi dari karya sastra ibarat puisi yang berisikan pemaknaan kehidupan hingga kematian menjemput. Tidak ada konflik utama, tidak ada plot yang terus berjalan secara kontinyu, yang ada hanya perjalanan penuh imajinasi dari pencarian makna hidup yang dilakukan oleh Jep. The Great Beauty secara garis besar merupakan penggambaran rasa dari seseorang yang hidupnya begitu meriah, ramai dan gegap gempita serta dikelilingi banyak orang. Namun itu semua hanya pemandangan di luar belaka, alasannya ialah di dalam sadar atau tidak orang tersebut bergotong-royong mencicipi kekosongan dan kesepian. Siapa sangka Jep yang dikenal semua orang dan pestanya selalu didatangi banyak orang mencicipi rasa sepi dalam hatinya. Kekosongan itu pula yang menciptakan Jep tidak lagi bisa menulis alasannya ialah pencariannya terhadap The Great Beauty belumlah berhasil. Di samping itu ia pun merindukan sosok perempuan yang benar-benar menjadi cinta sejatinya. Inilah sindiran Sorrentino terhadap gaya hidup hedonisme yang "ramai diluar tapi kosong di dalam".
Menyaksikan Jep berusaha mengisi kekosongan hidupnya selama hampir dua setengah jam tanpa sebuah alur yang niscaya terperinci tidak mudah. Apalagi Sorrentino banyak menyelipkan momen abstrak yang rawan menciptakan penonton kurang memahami maksudnya. Tapi toh sesungguhnya apa yang disajikan oleh The Great Beauty sangatlah sederhana bila diperhatikan secara lebih seksama. Diluar pencarian Jep akan ada aneka macam konflik-konflik kecil yang secara bergantian menemani pencariannya. Dan dari setiap konflik tersebut akan ada aneka macam pesan yang coba disampaikan oleh Sorrentino, mulai dari kisah wacana cinta hingga kritikan terhadap mereka para seniman yang terkadang "sok nyeni" tanpa memahami esensi dibalik kesenian mereka sendiri. Sorrentino mengemasnya tidak selalu dengan serius, terkadang ada satir komedi yang menciptakan filmnya terasa lebih "santai" meski komedinya terperinci bukan komedi yang akan menciptakan semua penonton tertawa. Tidak lupa film ini mencoba menangkap esensi dan sedikit kesan historik dari kota Roma dalam ceritanya. Kehebatan Sorrentino ialah bisa menampilkan dengan begitu detail setiap pesannya dalam hal-hal terkecil sekalipun dalam filmnya.
The Great Beauty sendiri tidak hanya andal dari ceritanya, dari aspek teknis pun film ini turut menguatkan kesan filmnya sebagai sebuah visualisasi indah nan megah dari sebuah puisi. Sinematografi dari Luca Bigazzi benar-benar luar biasa dan merupakan salah satu sinematografi terbaik yang pernah saya saksikan. Lihat bagaimana ia bisa dengan tepat mengkreasi citra pesta yang begitu gemerlap dan seksi sekaligus meriah. Tapi lihat juga bagaimana gambar-gambar dalam film ini menangkap keindahan aneka macam sudut kota Roma lengkap dengan rangkaian mahakarya kesenian yang tersebar dimana-mana.Sudut kamera ditempatkan pun semakin memeprindah gambar-gambar yang muncul. Lalu ada pula musik gubahan Zbigniew Preisner yang menyajikan iringan musik orkestra klasik yang megah, dan mengingatkan saya pada scoring yang muncul dalam The Tree of Life. Bukan berlebihan, namun memang sulit mendeskripsikan keindahan The Great Beauty dengan kata-kata. Mungkin ini perjalanan spiritual puitis paling indah yang pernah saya tonton sejak The Tree of Life-nya Terrence Malick. Hanya saja Sorrentino masih mengemas film ini dengan tone yang lebih cerah.
Akting dari Toni Servillo yang disini wajahnya mengingatkan saya pada Bill Murray pun turut menambah keunggulan film ini. Tanpa terlihat depresif ekspresinya berhasil memancarkan sosok yang begitu kesepian namun tetap memandang konkret kehidupannya. Mungkin anda akan tersesat dalam menonton The Great Beauty, namun itu tidak masalah. Pasrah dan nikmati sajalah momen perjalanan puitis dari Paolo Sorrentino ini. Durasinya memang panjang namun saya tidak akan pernah keberatan diajak berjalan-jalan lagi menikmati kota Roma bersama Jep entah itu mengunjungi pesta meriahnya yang penuh hedonisme atau tiba ke sudut penuh karya seni luar biasa dari kota Roma. Mungkin saya juga akan merenungi hidup bersama Jep nantinya, dan merindukan rasa cinta yang tengah berada dalam pencarian.
Ini Lho The Great Beauty (2013)
4/
5
Oleh
news flash