Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Heathers (1988)

Melihat judulnya, posternya, hingga deskripsi singkat di halaman atas Wikipedia menciptakan saya pada awalnya menerka bahwa Heathers adalah komedi-romatis klasik yang klise dari Hollywood. Dengan gampang saya menerka bahwa film garapan sutradara Michael Lehmann ini berkisah perihal seorang gadis sampaumur berjulukan Heather yang harus menghadapi banyak sekali konfik perihal cinta dan persahabatan. Dugaan itu tidak sepenuhnya salah. Memang benar ini merupakan film klasik atau lebih tepatnya cult classic karena diawal perilisannya film ini tidak terlalu sukses (pendapatan $1.1 juta dari bujet $2 juta). Baru sesudah beberapa tahun penggemar film ini semakin bertambah banyak. Karakter utama film ini memang seorang perempuan yang harus menghadapi banyak sekali konflik termasuk cinta dan persahabatan. Tapi Heathers bukanlah komedi romantis, apalagi tontonan klise. Film ini justru banyak mengandung unsur komedi hitam dan satir. Karakter utamanya juga bukan berjulukan Heather, melainkan Veronica Sawyer yang diperankan oleh Winona Ryder. Satu lagi yang niscaya bahwa Heathers ternyata berada jauh diatas ekspektasi saya. 

Veronica ialah seorang gadis sampaumur yang cerdas dengan IQ tinggi, tapi menyerupai yang ia utarakan kecerdasan tersebut ia korbankan demi mendapat popularitas. Caranya ialah berteman dengan tiga orang gadis cantik, kaya dan popular di sekolahnya. Ketiga gadis itu punya nama depan yang sama, yaitu Heather. Mereka ialah Heather Chandler (Kim Walker) sebagai pemimpin, Heather Duke (Shannen Doherty) dan Heather McNamara (Lisanne Falk). Veronica terpaksa harus menuruti harapan para Heather dan mengikuti semua tingkah laris mereka yang sebetulnya tidaklah ia sukai. Bahkan Veronica hingga terpaksa meninggakan sahabat lamanya, seorang gadis cupu berjulukan Betty Finn (Renee Estevez). Disaat kesabaran Veronica atas segala tingkah laris teman-temannya itu habis, beliau bertemu dengan Jason Dean (Christian Slater). Dengan segala kharisma yang ia miliki, gampang bagi Jason untuk menciptakan Veronica jatuh hati. Bagi Veronica, Jason ialah laki-laki yang keren dan sanggup diandalkan. Suatu hari keduanya berencana membalas perbuatan Heather Chandler yang sudah menciptakan kesabaran Veronica habis. Tapi ternyata pembalasan dendam itu berujung fatal, dan balasannya makin berkembang luas menjadi rangkaian bencana yang penuh ajal dan kegilaan sosial.
Saya menyadari ada yang "tidak beres" pada film ini mulai dari adegan pembukanya ketika ketiga Heather berjalan membawa tongkat kriket sambil diiringi lagu "Que Sera Sera" yang dinyanyikan Syd Straw. Terasa ada aura creepy yang mustahil muncul dalam film romcom disitu. Sampai balasannya muncul adegan ketika kepala Veronica terkena bola kriket yang dipukul Heather, saya mulai yakin bahwa film ini bukan sekedar romcom menyerupai yang saya kira. Heathers merupakan sebuah komedi satir yang disajikan dengan cukup ekstrim mengenai banyak sekali permasalahan di sosial masyarakat termasuk keluarga, sahabat dan pacar. Namun bab "masyarakat" itu diwakili oleh lingkungan sekolah. Banyak aspek yang disentil dengan baik dan menghadirkan humor yang sangat lucu. Dalam lingkup persahabatan ada cerita yang saya yakin pernah dialami oleh semua penontonnya. Pasti kita semua pernah memendam rasa benci, tidak suka yang luar biasa pada sobat akrab kita sendiri tapi lebih menentukan untuk memendamnya entah alasannya ialah rasa takut atau tidak lezat untuk mengungkapkannya alasannya ialah menghindari konflik. Untuk aspek sosial yang lebih luas pun ada banyak hal yang disinggung. Paling utama tentu saja mengenai bagaimana orang-orang menyikapi rangkaian insiden tragis dengan cara yang "tidak seharusnya." Hal ini sangat sering ditemui di kehidupan sehari-hari. Saya sering mendapati pasca terjadinya hal tragis, yang muncul pada orang-orang bukanlah rasa simpati atau berduka tapi justru beropini miring atau malah memanfaatkan momen tersebut.
Sedangkan hal minor mengenai aspek sosialnya sanggup kita lihat pada adegan pemakaman. Saya sendiri sering bertanya-tanya khususnya ketika melihat gosip ajal di televisi dan ada kerabat yang diwawancarai. Saya bertanya "apakah memang orang ini menganggap almarhum ialah sosok sebaik/sehebat yang ia utarakan?". Hal itu dikemas dengan begitu baik oleh Michael Lehmann menjadi sebuah adegan pemakaman yang (ironisnya) amat lucu. Ya, bahkan Lehmann sanggup bermain-main dengan penontonnya disaat menciptakan mereka tertawa melihat adegan pemakaman padahal yang tersaji bukanlah adegan komedi yang konyol, melainkan sebuah realita yang memang menggelitik. Sedangkan untuk cerita keluarganya memang lebih minim tapi tetap saja mengena. Perhatikan dua kali interaksi Veronica dengan orang tuanya. Dengan setting waktu yang berbeda, jalannya situasi dan dialognya sama, seolah memperlihatkan begitu repetitif dan membosankannya kondisi sebuah keluarga. Adegan itu juga ditambah sebuah adegan lain ketika orang renta Veronica menasehatinya perihal bunuh diri tanpa terlihat benar-benar menasehati beliau dengan kepedulian, menyentil bagaimana tugas orang renta yang tidak sanggup mengambil hati dan memperlihatkan kepedulian pada anak turut berperan serta menghancurkan kehidupan anak tersebut. 

Disitulah hebatnya Michael Lehmann dalam menggarap film ini. Semua yang hadir disini ialah hal-hal yang kasatmata dan realitas sehari-hari yang bahkan masih masuk dengan zaman sekarang. Tapi dengan segala realita tersebut, Lehmann sanggup mengemasnya dengan amat sangat lucu tanpa berlebihan. Memang ada banyak sekali adegan absurd, tapi itu bukan untuk melebihkan faktanya. Apa yang disindir tetaplah sama, tidak dilebihkan, hanya pengemasannya saja yang aneh tapi tetap tidak terasa dipaksakan maupun berlebihan. Heathers memang lucu, tapi beberapa selipan komedi hitam menciptakan film ini kadang bagaikan sebuah teenage horror yang terasa mencekam. Ada banyak ajal bahkan darah pun ada disini. Hebatnya lagi, hingga final film ini tetap konsisten dan masih memiliki sense of humor. Penampilan para pemainnya pun patut mendapat apresiasi. Christian Slater begitu baik disini. Pada awalnya saya melihatnya sama menyerupai apa yang dilihat oleh Veronica, seorang laki-laki misterius yang keren dengan coat dan pistolnya. Tapi usang kelamaan Slater berhasil menampilkan kegilaan dari sosok J.D. hingga balasannya meledak, menjadi seorang psikopat yang mengerikan. Winona Ryder dengan ekspresi dan caranya menghantarkan obrolan sanggup memancing tawa berkali-kali. Satu lagi, Winona Ryder yang masih berusia 17 tahun disini terlihat begitu cantik. Overall, Heathers diluar dugaan menjadi tontonan yang tidak hanya lucu, tapi juga cerdas dengan banyak sekali satir sosial yang masih berlaku hingga hari ini. Lehmann tanpa sadar menciptakan saya mentertawakan sebuah realita yang begitu akrab dengan kehidupan sehari-hari. Jenius!

Artikel Terkait

Ini Lho Heathers (1988)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email