Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho The Rocket (2013)


Setiap tahunnya Australia selalu berhasil menghasilkan film-film yang sukses menyita perhatian dunia khususnya lewat aneka macam festival-festival. Sebut saja Snowtown, Lore, Samson and Dellilah, dan masih banyak lagi film manis lainnya dari negeri kanguru tersebut. Untuuk tahun 2013 sendiri The Rocket-lah yang mencuri perhatian. Tidak hanya menjadi perwakilan Australia di ajang Oscar tahun ini, film garapan sutradara Kim Mordaunt ini juga berhasil meraih kesuksesan di aneka macam macam festival. Pada Tribecca Film Festival, The Rocket berhasil meraih dua penghargaan di ajang Audience Award, yaitu untuk Best Narrative Feature dan Best Actor bagi pemeran cilik Sittiphon Disamoe. Meskipun ini merupakan film Australia, tapi setting tempatnya berada di Laos, tepatnya di sebuah desa tradisional yang terletak di bersahabat hutan. Ceritanya dimulai ketika seorang perempuan berjulukan Mali (Alice Keohavong) tengah menjalani proses persalinan dengan dibantu oleh ibunya, Taitok (Bunsri Yindi). Tentu saja kebahagiaan begitu terasa sesudah anak Mali yang berjenis kelamin pria hasilnya lahir. Tapi kebahagiaan tersebut eksklusif bermetamorfosis kekhawatiran disaat Mali ternyata mengandung anak kembar. Berdasarkan iman lokal, bila ada bayi kembar maka salah satu diantaranya akan membawa keberuntungan dan satunya lagi membawa kutukan kesialan.


Tapi ternyata bayi yang kedua meninggal dalam proses persalinan, menciptakan Taitok menyarankan untuk membunuh bayi pertama lantaran dapat saja bayi yang bertahan hidup itulah yang membawa kutukan. Tapi tentu saja Mali tidak bersedia membunuh puteranya. Akhirnya mereka berdua setuju untuk menguburkan bayi yang meninggal di bawah pohon mangga dan merahasiakan hal tersebut dari sang suami, Toma (Sumrit Warin). Bayi yang bertahan hidup diberi nama Ahlo (Sittiphon Disamoe). Ahlo tumbuh menjadi bocah yang ceria dan begitu aktif. Taitok sendiri masih tidak menyukai Ahlo lantaran kekhawatirannya akan kutukan yang dapat dibawa oleh anak itu. Disisi lain Mali terus bersikukuh bahwa puteranya itu bukanlah seorang pembawa sial dan amat menyayanginya. Sampai suatu hari terjadi sebuah bencana yang menciptakan Ahlo disalahkan atas insiden tersebut. Berbagai hal jelek pun mulai terjadi di sekitarnya. Benarkah Ahlo memang seorang anak yang membawa kesialan? Ahlo pun berusaha menunjukan bahwa ia tidak membawa kesialan sambil dibantu oleh seorang gadis cilik berjulukan Kia (Loungnam Kaosainam) yang tinggal bersama pamannya yang eksentrik dan penggemar James Brown berjulukan Purple (Suthep Po-ngam) sesudah orang tuanya meninggal akhir malaria.

Sebagai sebuah drama yang mengakibatkan anak kecil sebagai sosok sentral, The Rocket harus berhadapan dengan sebuah dilema besar yang sering dihadapi film serupa, ialah jangan hingga konflik dan pengemasannya terlalu sampaumur sehingga terasa dipaksakan. Banyak sekali film yang mengakibatkan bawah umur sebagai huruf utama tapi bukannya berfokus pada kepolosan yang natural dari seorang bocah, film tersebut justru memaksakan diri untuk memasukkan konlik dewasa. Hal itu justru membuatnya menjadi kurang mengena. The Rocket sendiri memang terasa dewasa, mulai dari segi konflik hingga dialog-dialog yang terlontar dari verbal kedua huruf anak kecilnya. Sesekali saya sedikit terganggu dengan hal itu tapi hebatnya tidak hingga terasa benar-benar dipaksakan dan tidak abnormal sama sekali. Meski kalimat demi kalimat yang keluar dari verbal Kia terasa terlalu bijak dan Ahlo terlalu sampaumur saya tidak mencicipi itu sebagai hal yang buruk. Semua itu disebabkan oleh kehebatan berakting kedua pemain utamanaya. Sittiphon Disamoe dan Loungnam Kaosainam berhasil mengemban kiprah berat. Mereka harus berdialog layaknya orang sampaumur dan memainkan aneka macam adegan yang cukup menguras emosi khususnya bagi Sittiphon Disamoe. 
Film ini juga tidak terasa kaku berkat beberapa sentuhan humor yang efektif. Jelas konfliknya serius, tapi ada aneka macam momen lucu yang secara kuantitas minim tapi dari segi kualitas amat baik dengan timing yang juga sempurna, menciptakan setiap kemunculannya berhasil menciptakan saya tertawa. Keunggulan lain film ini berasal dari sinematografinya yang berhasil menagkap dengan tepat keindahan-keindahan alam di Laos. Tidak ada pemandangan yang benar-benar megah, tapi pengemasan sinematografi yang baik menciptakan kesederhanaan itu tetaplah terasa indah. Sutradara Kim Mordaunt mampu memanfaatkan dengan baik setiap keunggulan yang beliau punya dan menyatukan semuanya menjadi satu kemasan yang bagus. Padahal secara tempo, The Rocket tidaklah berjalan cepat, bahkan di beberapa cuilan terasa lambat. Tapi walaupun lambat, temponya tidak pernah terasa diseret, semuanya berjalan dengan lancar dan nyaman untuk diikuti. Belum lagi ditambah beberapa letupan-letupan yang hadir baik dari adegan emosional hingga beberapa adegan mengejutkan dengan timing sempurna hingga menciptakan saya tidak menyadari adegan itu akan datang. Begitu tiba saya pun hanya dibentuk ternganga dan terdiam.

Berbicara ihwal adegan yang emosional, The Rocket punya puncak yang emosional. Klimaksnya cukup "kurang ajar" dalam mengaduk-aduk perasaan saya. Saya dibentuk mencicipi aneka macam jenis emosi pada titik puncak film ini. Saya dibentuk tegang, takut, haru, hingga pada hasilnya meneteskan air mata akhir sebuah adegan yang begitu uplifting di akhirnya. Menonton titik puncak film ini rasanya menyerupai mirip ketika saya menonton tim sepak bola favorit saya bertanding. Berasa harap-harap cemas, hingga ketika momen terjadinya gol saya bersorak kegirangan, sama menyerupai yang saya rasakan ketika melihat roket milik Ahlo hasilnya turut serta dalam pekan raya roket. Secara keseluruhan The Rocket sebenarnya cukup sederhana dari segi cerita. Bertutur ihwal para outsider yang berusaha untuk menunjukan pada orang-orang bahwa mereka bukanlah seorang yang jelek menyerupai yang dikira oleh masyarakat sekitar, film ini bantu-membantu predictable. Pertanyaan ihwal "apakah Ahlo pembawa sial atau bukan" sudah dapat diduga jawabannya sesaat sesudah pertanyaan tersebut terlontar. Tidak ada kejutan. Namun perjalanan menuju pertanyaan itulah yang memiliki banyak kejutan dan naik turunnya emosi, mengakibatkan The Rocket sebagai film yang sederhana diluar, tapi di dalam begitu penuh warna.

Artikel Terkait

Ini Lho The Rocket (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email