Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Noah (2014)

Film Noah merupakan film pembiasaan karya Darren Aronofsky dari kisah Noah dari alkitab atau lebih dikenal sebagai Nabi Nuh dalam Al Qur'an milik umat Islam. Tentu saja tidak perlu menjadi seorang yang taat beragaman untuk tahu setidaknya dasar dongeng dari Noah. Hampir semua orang tahu perihal perahu yang ia berdiri untuk menampung umat dan para binatang dari banjir bandang raksasa yang diturunkan oleh Tuhan untuk menyapu para pendosa dari muka Bumi. Memang menarik menanti karya gres dari Aronofsky sehabis Black Swan yang rilis empat tahun lalu, namun perilisan Noah tidak hanya menarik dinantikan sebab sosok Aronofsky dan para bintangnya macam Russell Crowe, Anthony Hopkins, Jennifer Connelly hingga Emma Watson melainan juga sebab kontroversi yang selalu mengiringi film ini. Baik umat Katolik maupun Islam sama-sama banyak memprotes pembuatan film ini, termasuk di Indoneia yang melarang perilisan film ini sebab dianggap sanggup menghipnotis keimanan umat. Nyatanya kontroversi dan banyak sekali pencekalan yang ada tidak menciptakan ini ditinggalkan penonton, terbukti dengan keberhasilannya meraup pendapatan diatas $359 juta untuk peredarannya di seluruh dunia. Pertanyaannya yakni seberaa kontroversial sesungguhnya film ini?

Noah (Russell Crowe) yakni keturunan ke-8 dari Adam atau lebih tepatnya keturunan dari Seth, salah satu anak dari Adam. Noah yang pada dikala kecil menyaksikan sang ayah, Lamech (Marton Csokas) dibunuh oleh Tubal-cain (Ray Winstone) tumbuh menjadi seorang laki-laki baik yang menikah dengan Naameh (Jennifer Connelly) dan dari ijab kabul tersebut memiliki tiga orang anak laki-laki. Noah yakni sosok orang yang begitu menghargai alam, kehidupan dan percaya bahwa ia mengemban kiprah untuk melaksanakan perintah dari sang pencipta (baca: Tuhan). Suatu hari Noah mendapat sebuah mimpi yang ia yakini sebagai sebuah membuktikan dari Sang Pencipta. Dalam mimpi itu Noah melihat pemandangan mengerikan dikala dunia terendam air dan semua umat insan tewas tenggelam. Dari mimpi itulah Noah percaya bahwa Sang Pencipta akan melaksanakan penghakiman pada umat insan yang telah banyak berbuat dosa dan menghancurkan Bumi dengan cara melenyapkan seluruh umat insan lewat banjir besar. Noah yang masih gundah harus melaksanakan apa memutuskan untuk menemui kakeknya, Methuselah (Anthony Hopkins). Pertemuan tersebut menawarkan Noah petunjuk dan balasannya memutuskan untuk menciptakan perahu raksasa dengan proteksi para malaikat yang terjebak dalam badan raksasa kerikil berjulukan "The Watchers". Namun dalam prosesnya banyak konflik terjadi menyerupai perlawanan dari Tubal-cain hingga perselisihan antara Noah dan putera keduanya, Ham (Logan Lerman).
Saya bukan seseorang yang religius dalam artian tidak terlalu taat, tapi kisah Nuh dan karakternya sebagai seorang Nabi saya paham betul sebab sudah berkali-kali membaca dan mendengar ceritanya entah itu dari Al Qur'an maupun Injil. Karena itulah saya sanggup menyampaikan bahwa Darren Aronofsky yang menulis naskahnya bersama Ari Handel termasuk sangat berani dan masuk akal saja jikalau memancing kontroversi. Ada beberapa perbedaan dibandingkan sumber literaturnya, tapi yang paling berani tentu saja berkaitan dengan karakterisasi Noah dan bagaimana kiprah Sang Pencipta/Tuhan dalam film ini. Dalam setiap filmnya, Aronofsky selalu menempatkan seseorang yang sanggup dibilang "bermasalah" bahkan terganggu psikisnya. Kemudian menurut sebuah kalimat di Alkitab yang menyatakan bahwa Noah sempat mabuk-mabukan sehabis banjir menerjang dan terlibat pertikaian dengan salah seorang anaknya, Aronofsky pun mulai menyebarkan abjad Noah versinya menurut pernyataan tersebut. Karakternya memang menjadi lebih kompleks dan manusiawi dibandingkan dengan yang ada di kitab suci banyak sekali agama, dan sesungguhnya ini yakni proses kreatif yang bebas dalam adaptasi, tapi tetap saja bagi saya yang tidak terlalu religius pun ada rasa "tidak nyaman" dikala melihat abjad Noah disini. 

Disini Noah sempat mengalami dilema dan tekanan yang berat dalam menjalankan perintah dari Sang Pencipta. Hal itu membuatnya terlihat menyerupai orang absurd dan obsesif yang terasa tidak mempedulikan nyawa keluarganya. Seperti yang saya sebutkan, hal itu menciptakan karakternya lebih manusiawi, tapi apakah perlu menciptakan sosok Noah menjadi lebih manusiawi? Boleh saja menciptakan Noah lebih manusiawi tapi jangan hingga melupakan aspek bahwa ia yakni orang yang dipilih oleh Tuhan dari ratusan juta umat insan dan banyak orang baik pada dikala itu. Harus ada sesuatu yang menonjol dan menjadikannya lebih spesial. Menjadikannya manusiawi bukan serta merta menghilangkan sisi Istimewa dalam diri Noah. Sebuah pernyataan dari abjad Ila (Emma Watson) di simpulan film yang menyampaikan bahwa Noah dipilih sebab rasa belas kasih yang ia punyai tidak cukup untuk menggambarkan itu semua. Belas kasih yang ditunjukkan Noah sepanjang film hanyalah belas kasih "normal" yang dimiliki oleh hampir semua umat manusia. Bagi saya disitulah lubang terbesar film ini yang ironisnya justru hadir dari sesuatu yang biasanya menjadi kekuatan utama Darren Aronofsky, yakni abjad yang kompleks dan kelam. Sosok Tuhan atau Sang Pencipta juga malah terkesan jelek disini. Dia menyebarkan kiprah besar dan berat pada Noah tapi tidak menawarkan petunjuk yang benar-benar terang kepadanya. Tentu saja saya yakin jikalau ditanya hal itu, baik Aronofsky maupun Ari Handel akan menyampaikan bahwa itu semua sebab Tuhan peraya dan yakin pada Noah. 
Untuk abjad lain, film ini juga coba menciptakan semuanya terasa abu-abu. Bahkan Tubal-cain selaku antagonis utama juga punya banyak sekali alasan yang cukup besar lengan berkuasa untuk menentang Noah. Tapi penggunaan abjad abu-abu menyerupai ini biasanya akan menciptakan abjad yang pada awalnya terang hitam atau putih akan menjadi semakin kompleks dan abu-abu seiring dengan semakin digalinya karakterisasi mereka. Sehingga pada balasannya penonton tidak akan menemukan siapa yang baik dan siapa yang jahat. Tapi yang terjadi di Noah adalah hampir semua abjad utama khususnya Noah dan Tubal-cain "berlomba" untuk jadi yang paling buruk. Terkadang mereka terlihat simpatik tapi lebih banyak didominasi benar-benar menyerupai orang brengsek. Tentu saja lagi-lagi yang paling terasa yakni Noah. Alih-alih menjadi kompleks, Noah terlihat menyerupai orang yang benar-benar brengsek dan tidak perlu melihat dari sudut pandang agama untuk menilai bahwa pembiasaan abjad yang dilakukan Aronofsky tidak berhasil. Sosok Russell Crowe sendiri terasa miscast disini. Memang dari tampang dan aktingnya ia sempurna sebagai seorang laki-laki yang terganggu dan Crowe sudah melaksanakan yang terbaik, tapi sama sekali tidak terpancar sosok Istimewa dalam dirinya. Perpaduan antara karakterisasi yang keliru dan casting yang tidak tepat, begitulah sosok Noah disini.

Dari segi teknis khususnya visual tentu saja Noah memuaskan dengan bujetnya yang mencapai $125 juta. Polesan pengaruh CGI dikala peperangan hingga banjir bandang disajikan dengan cukup memukau. Aspek visual lain yang memuaskan yakni sinematografi garapan sinematografer langganan Aronofsky, Matthew Libatique. Ada banyak sekali gambar-gambar indah yang menghiasi sepanjang film ini. Salah satu gambar favorit saya yakni disaat Noah dan Nameeh saling berbincang di malam hari dengan hanya siluet mereka yang diperlihatkan. Tapi sayangnya hanya itu, tidak ada aspek lainnya yang benar-benar sanggup dibanggakan dari film ini. Bahkan jikalau saya mengesampingkan segala karakterisasinya yang mengecewakan itu, jalinan dongeng dalam film ini juga kurang menarik dan lebih sering terasa membosankan. Ada perjuangan yang tanggung antara menciptakan film ini menjadi sebuah sajian filosofis/religius dan film epic yang bombastis ala Hollywood. Pada akhinya Noah tidak sanggup menjadi tontonan yang memuaskan meski ditinjau dari segi mana pun diantara keduanya. Noah tidak cocok dengan Aronofsky dengan segala ciri khasnya, itu saja yang pada balasannya justru menciptakan film ini menjadi karya terburuk dari Darren Aronofsky bagi saya.

Artikel Terkait

Ini Lho Noah (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email