Monday, January 14, 2019

Ini Lho The Impossible (2012)

Bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 kemudian tentunya masih belum lepas dari ingatan. Saya masih ingat dikala itu saya berusia 12 tahun, terpaku di depan layar televisi alasannya yakni merasa ngeri dengan apa yang saya saksikan. Saya ingat betul sempat menangis melihat kondisi para korban di layar televisi. Total sekitar 230.000 orang meninggal dunia dikala itu, dimana lebih dari setengahnya setengahnya berasal dari Indonesia. Hingga kini pun dampak tragedi tersebut masih terasa khususnya dampak psikologis yang dialami para saksi mata yang selamat. Tapi di balik kejadian memilukan tersebut beredar banyak dongeng perihal kejadian-kejadian luar biasa yang dialami oleh korban yang selamat. The Impossible karya sutradara Juan Antonio Bayona menceritakan satu dari sekian banyak kisah luar biasa dan sulit untuk dipercaya yang terjadi pada petaka tersebut. Film yang naskahnya ditulis oleh Sergio G. Sanchez ini dibentuk menurut kisah positif dari Maria Belon yang bersama suami dan ketiga anaknya berhasil selamat dari tragedi tsunami tersebut. Sosok Maria Belon sendiri dalam film ini menjadi Maria Bennett yang diperankan oleh Naomi Watts dengan akting luar biasa yang membawanya meraih nominasi Best Actress untuk kedua kalinya di ajang Oscar. 

Maria Bennett beserta suaminya Henry Bennett (Ewan McGregor) dan tiga orang anak mereka masing-masing Lucas (15 tahun), Thomas (8 tahun) dan Simon (6 tahun) sedang berlibur di Thailand untuk merayakan Natal di sana. Awalnya semua berjalan menyenangkan penuh dengan kehangatan dalam liburan keluarga. Sampai pada tanggal 26 Desember 2004 datanglah tragedi tersebut. Saat itu Maria dan semua anggota keluarganya tengah berada di kolam renang. Gelombang raksasa menerjang dan memisahkan mereka semua. Tentu saja dengan membaca judulnya pun saya yakin semua penonton niscaya sudah tahu akan berjalan kearah mana film ini. Bahkan saya yakin secara umum dikuasai orang sudah bisa menebak ending dari film ini. Mungkin sekilas akan terasa cheesy, terlalu berlebihan dan klise. Tanpa bermaksud spoiler, dari judulnya sudah terlihat kelima anggota keluarga ini akan bertemu lagi lewat jalan yang tidak terduga sesudah mengalami usaha berat. The Impossble memang punya naskah yang biasa saja dan jikalau tidak dihukum dengan baik hanya akan menjadi tontonan cheesy penuh dramatisasi berlebihan yang alurnya predictable.

Film ini beruntung punya sutradara menyerupai Juan Antonio Bayona. Bayona yang punya dasarnya sutradara film horror (The Orphanage) tahu betul cara mengeksekusi adegan tsunami dengan luar biasa. Gelombang raksasa yang menyapu daratan dengan dahsyat itu ditampilkan dengan sangat bagus, detail, positif dan mengerikan. Diluar penggabungan efek CGI dan penggunaan tangki air raksasa yang baik sampai menciptakan adegan tsunami dan banjirnya begitu nyata, Bayona bisa menyajikan momen tersebut begitu menggetarkan, mengerikan sekaligus menyedihkan. Tsunami yang menenggelamkan orang-orang dan menghancurkan semua yang ada itu berhasil mengikat emosi saya dikala melihatnya. Ini bukan sekedar adegan banjir raksasa yang asal menghancurkan menyerupai film-film Roland Emerich, ini sebuah adegan petaka yang mampu menciptakan penonton ikut mencicipi kengerian dan kesedihannya. Secara visual adegan ini berada di level yang sama dengan Hereafter milik Clint Eastwood, tapi secara emosi, The Impossible jauh diatasnya. 
Kemudian dikala film ini mengatakan bagaimana para survivor bertahan, Bayona masih mampu mempertahankan hal-hal tersebut. Saya masih dibentuk merinding dikala ombak besar berhenti menyapu dengan melihat kerusakan dimana-mana dan bagaimana luka fisik yang diderita korbannya. Ini bukan sekedar luka aksesori menyerupai yang biasa kita lihat di film-film Hollywood lainnya. Ini yakni luka yang bisa menciptakan saya ikut mencicipi perihnya. Tanpa perlu dramatisasi berlebihan saya sudah dibentuk terenyuh oleh momen demi momen yang disajikan disini. Penonton akan dibentuk begitu emosional melihat Maria berusaha bertahan dari sapuan ombak, kemudian kemudian berusaha juga menyelamatkan Lucas. Tentu saja The Impossible yakni sebuah tearjerker, namun tidak dihukum secara berlebihan. Dari awal saya sudah dibentuk menangis disaat Maria dan Lucas menyelamatkan Daniel, bocah cilik yang terjebak dibawah reruntuhan. Begitu miris rasanya melihat bocah tersebut menangis mencari orang tuanya dan menjerit dikala mencicipi sakit di tubuhnya. Setelah itu masih banyak adegan demi adegan yang bisa menciptakan saya menangis akhir duka dan rasa haru, menyerupai dikala Lucas membantu orang-orang disekitarnya, dan tentunya dikala ia bertemu dengan kedua adiknya menjadi momen yang menciptakan semua air mata saya tumpah.

The Impossbile mengusung kisah mengenai harapan. Bagaimanapun beratnya kondisi seseorang, cahaya keinginan belum akan padam jikalau orang tersebut juga belum mengenal kata menyerah. Dalam menghadirkan hal tersebut, The Impossible bisa saja terasa cheesy, apalagi ada beberapa momen yang menunjukkan kebetulan demi kebetulan yang dialami tokohnya. Tapi momen-momen tersebut punya porsi yang pas sehingga tidak terasa berlebihan. Apalagi saya tahu bahwa The Impossible yakni sebuah kisah positif yang betul-betul nyata, bukan sekedar interpretasi penulis naskahnya yang berdasar kisah nyata. Dari situ saya tidak lagi terlalu mempermasalahkan kebetulan demi kebetulan yang terjadi alasannya yakni semuanya yakni hal yang sungguh-sungguh terjadi dan justru menyadarkan saya bahwa hal yang nampaknya tidak mungkin masih bisa terjadi jikalau kita tidak pernah berhenti menyimpan keinginan dan usaha. The Impossible juga mengatakan bahwa seberat apapun kondisi kita tetaplah buka mata untuk penderitaan orang lain. Saya terenyuh melihat bagaimana film ini beberapa kali menunjukkan bahwa kebahagiaan seseorang bisa muncul dengan melihat orang lain senang berkat pemberian mereka. Seperti sebuah momen sederhana dikala Henry menerima pinjaman handphone dari korban lainnya.

Bicara soal akting tentunya Naomi Watts jadi yang paling mencuri perhatian. Lihat bagaimana ia berteriak ketakutan disaat sedang bertahan di pohon begitu tsunami menghantam. Itu bukanlah teriakan ketakutan ala screaam queen Hollywood yang tengah dikejar pembunuh berantai, itu yakni sebuah ketakutan seseorang yang gres saja digoncang kejadian luar biasa angker yang nyaris merenggut nyawanya. Kemudian momen demi momen yang dimiliki Watts berhasil ia jalani dengan luar biasa, termasuk momen dimana ia "hanya" perlu terbaring lemah dengan polesan make-up yang menghilangkan wajah cantiknya tersebut. Ketiga pemain film ciliknya juga tampil dengan akting yang baik dan bisa menciptakan saya tersentuh dengan porsi mereka masing-masing. Ewan McGregor juga tampil baik, hanya saja momen kemunculannya tidak sekuat momen milik Naomi Watts.

The Impossible yakni sebuah disaster movie yang tidak hanya tampil begitu megah dalam sanksi bencananya, namun juga bisa terasa begitu emosional dan menyenuh. Mungkin terasa sulit dipercaya, namun ini yakni sebuah kisah positif perihal bagaimana keajaiban terjadi dan memang pada kenyataannya di dunia positif ini masih banyak kejadian-kejadian yang bahkan lebih terasa tidak mungkin daripada dalam film sekalipun. The Impossible juga secara tersirat masih menyadarkan pada kita bahwa Maria dan keluarga hanya satu dari sekian banyak keluarga yang mengalami tragedi tersebut. Ada yang sama-sama selamat dan mengalami kejadian tidak disangka menyerupai mereka, namun ada juga yang pada alhasil harus berpisah dengan orang-orang tercinta mereka.


Artikel Terkait

Ini Lho The Impossible (2012)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email