Tuesday, January 15, 2019

Ini Lho The King Of Comedy (1983)

Film ini dibentuk pada masa dimana Martin Scorsese dan Robert DeNiro sedang berada di puncak masa jaya dalam kerja sama mereka. Selama tiga dekade mulai dari 70-an hingga tahun 90-an keduanya memang begitu sering berkolaborasi dan menghasilkan banyak sekali film hebat. Dalam kurun waktu sekitar 23 tahun tersebut Scorsese dan DeNiro sanggup menghasilkan delapan film yang sukses meraih 21 nominasi Oscar meski hanya berhasil memenangkan tiga piala. Ya, sebelum berkolaborasi dengan DiCaprio yang hingga kini sudah menghasilkan empat film (hampir lima, The Wolf of Wall Street rilis tahun depan) Scorsese dan DeNiro lebih dulu dikenal sebagai kerja sama aktor-sutradara yang sukses. The King of Comedy sendiri yaitu film pertama dari mereka berdua yang memiliki unsur komedi didalamnya sehabis dalam kerja sama sebelumnya unsur crime menjadi unsur yang sangat dominan. Tapi sebetulnya The King of Comedy sendiri masih tidak lepas dari unsur kriminalitas dan komedinya sendiri yaitu komedi hitam dengan suasana film yang bisa dibilang cukup miris. Film ini berkisah perihal Rupert Pupkin (Robert DeNiro) yang sedang merintis karir sebagai seorang stand-up comedian. 

Rupert selama ini yaitu seorang pemburu tanda tangan selebritis dan sudah memiliki begitu banyak koleksi. Tapi mimpi sebetulnya dari Rupert yaitu menjadi stand-up comedian terkenal. Sampai suatu hari ketika Rupert sedang berada di lokasi syuting sebuah talk show yang dibintangi oleh Jerry Langford (Jerry Lewis) terjadi sebuah insiden dimana salah seorang fans berat Jerry yang sedikit gila, Masha (Sandra Bernhard) nekat masuk kedalam kendaraan beroda empat Jerry. Saat itulah Rupert mencoba mengendalikan situasi dan risikonya berhasil "menyelamatkan" Jerry dan ikut masuk kedalam kendaraan beroda empat sang bintang. Disitulah Rupert merasa bahwa jalannya menjadi sukses mulai terbuka. Rupert yang begitu naif dan polos yakin bahwa Jerry bisa membantunya menjadi populer dengan tampil di program talk show yang ia bawakan. Tapi kenyataan memang tidak semudah dan seindah mimpi Rupert. Entah sudah berapa film yang mengangkat perihal mimpi karrakternya untuk menjadi selebirits. Semuanya diakhiri dengan cara yang berbeda. Ada yang di selesai sang tokoh utama berhasil, namun ada juga yang gagal. Tapi sejauh ini tidak ada yang tampil dengan begitu menyedihkan dan penuh ironi menyakitkan menyerupai ini.

Film ini yaitu sebuah citra perihal banyak sekali hal yang berkaitan dengan ketenaran. Dalam abjad Rupert Pupkin ada citra perihal orang biasa yang punya mimpi untuk bisa menjadi populer dengan jalan yang bisa dibilang mudah. Rupert sangat berharap Jerry bisa membantunya meraih kesuksesan dan memberinya kawasan dalam program talk show yang ia bawakan. Rupert bersikeras semoga Jerry mau mengakui kemampuannya begitu saja dan memberikannya sebuah posisi dalam program tersebut. Bahkan ketika video rekamannya ditolak dan Rupert diminta mengasah pengalamannya dulu di acara-acara kecil ia menolak. Yang ia mau yaitu pribadi tampil di program besar yang dipandu oleh Jerry Langford. Tapi disisi lain, sosok Jerry Langford juga menggambarkan sosok seorang selebritis yang berada dalam puncak ketenaran. Seringkali ia terlihat tidak ramah bahkan mungkin sombong tapi hal tersebut serta merta juga diakibatkan kesibukannya yang luar biasa. Dalam The King of Comedy, sosok ini digambarkan tidak hanya sekedar sebagai selebritis yang sombong dan terpengaruhi popularitas, tapi kita sanggup melihat bahwa semua itu yaitu akhir dari banyak sekali tekanan yang ia terima. Mungkin Jerry melaksanakan hal yang salah ketika tidak melihat rekaman yang dikirim Rupert, tapi ia bukannya tanpa alasan. Dalam The King of Comedy kedua sosok diatas tidak ada yang dipersalahkan alasannya yaitu mereka memang punya alasan dan kehidupan masing-masing.
Rupert Pupkin juga yaitu citra menyedihkan perihal laki-laki berusia 34 tahun yang kehidupannya erat dengan kesendirian. Dia tidak memiliki sahabat, perempuan yang ia suka menolaknya dan karirnya tidak terlihat cerah. Rupert menjalani semuanya sendiri dan sungguh menyedihkan melihat nasibnya. Sosok yang begitu naif dan menerka semuanya akan berjalan dengan mudah. Dia menerka dengan berbicara pribadi dengan Jerry Langford maka kesuksesan sudah niscaya di tangan. Dia menerka dengan menculik Jerry Langford dan tampil di program tersebut kesuksesan akan dengan gampang ia raih. Rupert tidak pernah memikirkan segala hal dengan konsekuensi dan detailnya. Yang ia lihat yaitu semuanya akan berhasil dan baik-baik saja. Setidaknya memang itulah yang terjadi dalam mimpi-mimpinya. Semua itu didasari oleh kepolosoan yang dimiliki Rupert. Dia menjalani semuanya dengan tawa dan senyuman yang terasa begitu miris dan menyedihkan. Penonton tahu bahwa semuanya tidak akan gampang bagi Rupert, tapi penonton terus diperlihatkan sosok Rupert yang begitu yakin bahwa semuanya akan berhasil.Melihat Rupert bagaikan melihat sebuah gunung berapi yang sudah begitu erat dengan erupsi namun risikonya tidak meledak. Bagi yang berharap film ini akan berakhir dengan meledaknya kegilaan dan segala emosi Rupert mungkin kecewa, alasannya yaitu pada risikonya semua hal tersebut masih tersimpan erat dalam diri Rupert, entah akan meledak atau tidak.

Melihat perjalanan Rupert, kita akan merasa bahwa kenyataan dan mimpi seringkali batasannya sangat tipis. Saat seseorang benar-benar karam dalam impiannya, bisa jadi mimpi tersebut akan semakin terasa nyata. Hal itu jugalah yang menimpa Rupert dan akan berujung pada sebuah adegan menarik ketika ia dan Rita berkunjung ke rumah Jerry. Pada risikonya hal itu jugalah yang mengantarkan penonton pada perdebatan mengenai ending-nya yang mengingatkan saya pada ending film Taxi Driver yang juga hasil kerja sama Scorsese-DeNiro. Robert DeNiro yang ketika film ini rilis gres berumur 40 tahun bermain baik meski tidak menghasilkan nominasi Oscar. Sosoknya terlihat begitu menyedihkan namun benar-benar menggambarkan nuansa komedi hitam yang diusung oleh film ini. Memang Rupert menyedihkan namun terkadang nasibnya itu bisa menghadirkan senyum simpul dan miris di wajah penonton. Saya sendiri sangat menantikan momen dimana Robert DeNiro melaksanakan stand-up comedy di film ini, dan hasilnya memuaskan. Saya yang kurang cocok dengan banyolan di stand-up comedy beberapa kali tertawa mendengar banyolan yang ia bawakan. Overall, The King of Comedy yaitu sebuah film yang benar-benar mengatakan anggun dan pahitnya sebuah hidup yang berisi usaha karakternya. Mungkin film ini salah satu kerja sama Scorsese-DeNiro yang paling dilupakan, tapi bagi saya pribadi ini yaitu salah satu karya terbaik Martin Scorsese.


Artikel Terkait

Ini Lho The King Of Comedy (1983)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email