Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Locke (2013)

Film-film yang mengambil lebih banyak didominasi setting hanya pada satu kawasan sempit memang selalu menarik, unik dan penuh kreativitas. Tidak semua film menyerupai ini anggun memang alasannya yakni banyak juga yang dimulai dengan meyakinkan sebelum mengendor di final alasannya yakni kehabisan ide. Tapi tetap saja single location movie selalu menarik apalagi menanti menyerupai apa ceritanya berkembang dan tentunya akting pemainnya yang harus benar-benar maksimal. Tom Hardy menyusul jejak Ryan Reynolds dan James Franco dengan tampil sendirian dalam film yang berlokasi di satu tempat. Jika Reynolds harus terkurung di peti dan Franco terjebak di himpitan watu besar, maka disini Tom Hardy hanya berada di dalam kendaraan beroda empat BMW miliknya, melintasi jalan raya selama kurang lebih dua jam. Dalam film yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Steven Knight (Hummingbird) ini, Tom Hardy berperan sebagai Ivan Locke, seorang mandor konstruksi bangunan yang di suatu malam melaksanakan perjalanan sendirian dari Birmingham menuju London. Hanya itu saja sinopsis yang dapat saya tuliskan, alasannya yakni salah satu keasyikan terbesar menonton Locke adalah mengikuti perkembangan alur dan konfliknya dari awal hingga final bahkan hingga detail yang terkecil sekalipun. 

Yang jelas, sepanjang perjalanan yang ia tempuh Ivan Locke harus terlibat banyak pembicaraan lewat telepon dengan beberapa orang yang masing-masing dari mereka memegang peranan penting dalam banyak sekali konflik yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh Ivan Locke. Secara keseluruhan film ini memang hanya menunjukkan abjad Locke menyetir dan terlibat banyak sekali pembicaraan lewat telepon. Bahkan jikalau dibandingkan dengan Buried maupun 127 Hours, Locke terasa jauh lebih sederhana dan lebih minim gejolak. Buried setidaknya menawarkan rasa terancam, ketegangan akhir berpacu dengan waktu hingga beberapa misteri, sedangkan Locke meski berlokasi di dalam kendaraan beroda empat tidak ada ketegangan apapun yang melibatkan kendaraan beroda empat dan pengendaranya. Jangankan kejar-kejaran mobil, "nyaris kecelakaan" yang dapat menjadikan pengaruh kejut pun tidak ada. Tapi daya tarik utama Locke yang juga membuatnya bakal terasa "berat" memang yakni eksplorasi abjad Ivan Locke dimana seiring dengan berjalannya durasi kita akan semakin memahami bahkan bersimpati pada sosok laki-laki yang satu ini. Locke adalah kisah ihwal seorang laki-laki biasa yang ingin memperbaiki dirinya dan berusaha untuk tidak menjadi menyerupai sosok yang begitu ia benci.
Berbagai konflik yang hadir begitu sederhana bahkan mungkin pernah kita semua alami di kehidupan sehari-hari. Sosok Ivan Locke sendiri yakni laki-laki biasa yang melaksanakan kesalahan tapi ingin menebus semua itu. Beberapa obrolan yang hadir mampu menciptakan saya memahami segala keputusan yang ia ambil, ikut mencicipi kegundahan dan keresahan yang ia rasakan, hingga karenanya bersimpati padanya. Dengan segala kesederhanaan dan rasa minimalis yang ada, Steven Kngiht nyatanya tetap dapat menjadikan film ini sebagai sebuah tontonan yang dinamis, terasa emosional bahkan juga menegangkan. Konfliknya dibangun begitu rapih secara bertahap, dari yang tadinya kita merasa semuanya dapat diatasi hingga usang kelamaan menjadi semakin kacau. Tensi semakin meningkat disaat semua duduk masalah terasa semakin kacau dan menciptakan Ivan Locke semakin frustrasi. Disaat dering telepon semakin sering berbunyi dengan jeda waktu yang sebentar disitulah ketegangan film ini semakin memuncak. Locke memperlihatkan bahwa sebuah perjalanan yang hanya berlangsung tidak hingga dua jam dapat merubah segalanya, dan bagaimana satu permasalahan, satu kesalahan dapat besar lengan berkuasa pada banyak hal dan menghancurkan semuanya. 
Meski tidak mempunyai camera work yang luar biasa menyerupai Buried, Locke tetap punya aspek sinematografi dan editing yang menarik sehingga setting BMW-nya tidak pernah terasa monoton. Hal ini memang beresiko, alasannya yakni artinya film ini begitu mengandalkan kualitas penulisan naskah yang punya konflik minimalis, eksplorasi karakter, dan tentu saja akting Tom Hardy. Tidak hanya bagi penonton yang "awam", bagi mereka yang menyukai film-film menyerupai inipun Locke bisa saja membosankan jikalau ada aspek yang gagal dihukum secara maksimal. Tapi untungnya Steven Knight mampu mengemas semuanya dengan baik. Ceritanya terbangun dengan sempurna, eksplorasi karakternya berhasil dan cukup dalam, Tom Hardy pun mampu menghadirkan salah satu akting terbaik sepanjang karirnya. Bicara soal yang terbaik, gampang saja menyebut aktingnya di Bronson sebagai yang nomor satu, tapi sebagai Ivan Locke bekerjsama Hardy tidak kalah hebat, alasannya yakni dengan abjad yang "biasa" dalam artian tidak eksentrik menyerupai Charles Bronson, ia tetap mampu membawa beban film ini sendirian. Hanya lewat gestur serta ekspresi kecil, hingga sesekali letupan yang hadir lewat umpatan "fuck!" sudah mampu menciptakan saya ikut mencicipi rasa dilema dan frustrasi yang ia rasakan.

"Nagih" yakni kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang saya rasakan ketika mengikuti alur film ini. Saya terus menerus dibentuk ingin tau menantikan siapa yang menelepon Locke disaat sekali lagi telepon dalam mobilnya berbunyi. Siapa lagi yang menelepon? Perkembangan apa yang terjadi? Akan ada gangguan serta duduk masalah apalagi? Seperti itu secara terus menerus sepanjang kurang lebih 84 menit durasinya. Tidak pernah ada rasa bosan alasannya yakni rangkaian obrolan yang hadir antara Locke dengan lawan bicaranya selalu terasa dinamis. Disaat seorang laki-laki berusaha memperbaiki kesalahan yang ia lakukan dengan tulus, ia justru terancam kehilangan semuanya. Terasa ironis bukan? Saat filmnya berakhir walaupun ada secercah cita-cita tidak dapat dipungkiri kehampaan serta kesepian lah yang paling terasa, entah itu dalam diri Locke maupun saya sebagai penonton.

Artikel Terkait

Ini Lho Locke (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email