Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho The Maze Runner (2014)

Ditengah begitu melimpahnya pembiasaan film dari novel young adult (YA) cukup asing juga mendapati fakta bahwa hanya franchise The Hunger Games yang benar-benar sukses dari sisi finansial dan kualitas. Banyak diantara pembiasaan tersebut yang pada hasilnya gagal menjadi franchise karena film pertamanya yang flop atau dicaci kritikus. Maka ketika novel The Maze Runner karya James Dashner yang sekarang telah mencapai 5 buku (tiga seri awal dan dua prekuel) coba disesuaikan oleh sutradara Wes Ball saya tidak terlalu antusias, tanpa tahu bahwa seri novel itu punya konsep kisah menarik dan tone yang jauh lebih gelap dari lebih banyak didominasi novel YA lainnya. Film ini bercerita perihal Thomas (Dylan O'Brien), seorang remaja yang tanpa tahu apa-apa terbangun di sebuah kawasan misterius berjulukan "The Glade". Disana ia "disambut" oleh remaja lain yang semuanya laki-laki. Dengan pemberian Alby (Aml Ameen) sang pemimpin, Thomas perlahan mulai mempelajari kawasan menyerupai apa "The Glade" itu. Tempat itu ialah sebuah padang rumput dan hutan yang dikelilingi oleh tembok tinggi. Disana mereka semua harus bertahan hidup dengan barang-barang seadanya, dimana tiap sebulan sekali akan ada anak gres yang tiba bersamaan dengan suplai makanan. Tiap anak gres selalu tiba dengan ingatan yang hilang dan gres sanggup mengingat nama  mereka beberapa hari kemudian.

"The Glade" hanya mempunyai satu pintu yang itupun tidak terdapat jalan keluar, alasannya ialah di seberang pintu dan tembok hanya ada sebuah labirin yang hanya terbuka di pagi hari dan tertutup di malam hari. Setiap hari labirin tersebut selalu berubah-ubah sehingga nyaris tidak mungkin untuk sanggup menemukan jalan keluar dari sana. Untuk itulah dibentuk sekelompok orang yang disebut "Runner". Mereka ialah bawah umur terkuat dan pelari tercepat diantara kelompok tersebut dan tiap hari bertugas keluar-masuk labirin guna memetakan jalan keluar dari sana. Bahaya dalam labirin itu tidak hanya dari bentuknya yang selalu berubah tapi juga dari sosok monster misterius yang disebut "Griever". Monster itu berkeliaran pada malam hari, sehingga akan sangat berbahaya kalau ada orang yang gagal keluar dari labirin dan harus menghabiskan malam disana. Konon tidak ada orang yang berhasil bertahan hidup sehabis bertemu dengan "Griever". Pada sebuah kesempatan, Thomas nekat untuk memasuki labirin tersebut dan tanpa ia sadari hal itu akan membawa ancaman besar bagi semua orang tapi disisi lain juga memperlihatkan petunjuka perihal jalan keluar dari sana.
Salah satu pembeda utama dari The Maze Runner dengan kebanyakan YA lainnya memang terletak pada tone yang lebih gelap. Jika The Hunger Games terasa kelam dan lebih cukup umur alasannya ialah sentuhan konflik politik dan pertarungan antara remaja yang harus saling bunuh, film ini lebih terasa kelam alasannya ialah banyaknya kematian, pembunuhan, pengorbanan, hingga bencana lainnya. Mungkin tidak akan Istimewa kalau kita membandingkan film ini dengan film-film action-thriller atau sci-fi bertema distopian pada umumnya, tapi terperinci untuk ukurang YA, film ini terasa lebih kelam dan membuatnya jauh lebih menarik. Cerita yang ditawarkan juga menarik dengan aneka macam macam sentuhan misteri yang secara rutin muncul sepanjang film. Pertanyaan demi pertanyaan seolah tidak berhenti dihadirkan The Maze Runner, membuat saya terus terikat pada kisahnya, bahkan tidak sabar menunggu sekuelnya. Tempat apa "The Glide"? Kenapa bawah umur itu ada disana? Apa alasan dari menempatkan mereka disana? Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang berputar di kepala saya sepanjang film. 
Film ini pun sanggup dibilang mengikuti contoh dari The Hunger Games, berkaitan dengan kenyataan bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari apa yang hadir sebagai konsep dasarnya. Ada konspirasi dan misteri yang jauh lebih besar dari sekedar remaja-remaja bertahan hidup di sebuah padang rumput yang dikelilingi labirin raksasa. Mungkin kisah dan abjad tidak sedalam The Hunger Games, tapi keseruan yang ditawarkan terperinci sama, apalagi dari apa yang terlihat dari ending, franchise ini memang gres memperlihatkan dasarnya, dan belum menampilkan plot secara menyeluruh, menyimpan aneka macam aspek kisah lain untuk dituturkan oleh sekuelnya. Untuk mendukung aspek misterinya film ini juga mempunyai tempo yang cepat sehingga intensitasnya selalu terjaga dengan baik. Wes Ball pun berhasil mengemas tempo yang cepat itu dengan baik, tidak membuatnya menjadi terasa buru-buru dan tumpang tindih. Semuanya hadir satu per satu, rapih tapi tetap berjalan dengan cepat menampilkan adegan agresi seru dan misteri yang muncul silih berganti. Pesan yang coba dihadirkan oleh film ini pun hingga dengan baik, yaitu perihal bagaimana seseorang yang ada di tengah penderitaan secara tidak sadar menikmati penderitaan itu  karena takut mengambil resiko yang harus dilalui untuk sanggup menghentikan penderitaan tersebut.

The Maze Runner terasa menyerupai adonan The Hunger Games dan serial televisi Lost, alasannya ialah di dalamnya terdapat adonan antara "permainan" mematikan antara remaja yang terjadi di alam liar dengan kisah tentag sekelompok orang yang tersesat di suatu kawasan yang ternyata punya banyak misteri serta belakang layar jauh lebih besar dari yang selama ini mereka tahu. Karakter-karakternya yang berasal dari aneka macam macam ras terasa menarik, khususnya Minho (Lee Ki Hong) sang pemimpin runners yang saya harapkan bakal menerima lebih banyak porsi untuk beraksi dan menerima lebih banyak pendalaman abjad pada sekuelnya. The Maze Runner jelas terasa begitu menyegarkan ditengah serbuan YA yang membosankan dan berkualitas buruk. Tidak sabar menunggu sekuelnya tahun depan yang berjudul Scotch Trials. 

Artikel Terkait

Ini Lho The Maze Runner (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email