Found footage horror tidak akan pernah mati, setidaknya dalam waktu akrab ini. Meski sudah kehilangan kesan realistis menyerupai yang berhasil dibangun The Blair Witch Project atau kalau ditarik lebih ke belakang Cannibal Holocaust tetap saja sub-genre horor satu ini masih mampu menghadirkan kengerian yang menyenangkan. Disaat franchise Paranormal Activity semakin kehilangan daya tariknya lewat hantu-hantu yang membosankan, bermunculan aneka macam macam mockumentary lain yang mengusung konsep jauh lebih unik, sebagai teladan dari Norwegia ada Trollhunter. Dengan keberhasilan film tersebut tidak mengejutkan kalau sehabis itu akan bermunculan mockumentary lain yang mengangkat monster mitologi sebagai fokusnya. Kali ini giliran sutradara Bobcat Goldthwait yang selama ini dikenal lewat film-film komedi hitam (God Bless America, World's Greatest Dad) yang melaksanakan hal itu dengan menciptakan film wacana perburuan Bigfoot. Willow Creek terinspirasi dari footage terkenal buatan Roger Patterson dan Robert Gimlin pada tahun 1967 yang menampilkan sosok Bigfoot sedang berjalan di tengah hutan. Sampai kini footage itu masih menuai perdebatan, apakah faktual atau sekedar hoax?
Sepasang kekasih berjulukan Jim (Bryce Johnson) dan Kelly (Alexie Gilmore) melaksanakan perjalanan ke sebuah hutan di California yang dikenal sebagai daerah Patterson dan Gimlin merekam sosok Bigfoot. Perjalanan itu dilakukan sebagai hadiah ulang tahun Kelly untuk Jim yang memang menggilai teori-teori Bigfoot. Keduanya pun melaksanakan perjalanan dengan bermodalkan sebuah kamera, berharap dapat menemukan bukti atas keberadaan Bigfoot. Mereka pun mulai melaksanakan pengambilan gambar sambil sesekali melaksanakan wawancara terhadap penduduk sekitar yang tahu atau diduga pernah melihat pribadi sosok monster itu. Meski sempat ada dua orang laki-laki yang dengan perilaku tidak mengenakkan coba menghentikan perjalanan Jim dan Kelly, mereka berdua balasannya tetap meneruskan perjalanan. Akhirnya mereka memasuki hutan yang masih amat liar tanpa tahu teror telah menanti mereka di bab terdalam hutan. Dengan sinopsis sependek ini dan durasi yang hanya mencapai 79 menit sudah dapat diraba akan menyerupai apa Willow Creek berjalan. Tentu saja tidak akan ada dongeng kompleks dan menyerupai mockumentary horror lain, pada paruh awal kita masih disuguhi momen-momen non-horor sebelum balasannya berjalan kencang menjelang akhir.
Konsep dasarnya amat menarik, dan tentu saja aspek yang paling saya nantikan yakni akan menyerupai apa sosok Bigfoot itu ditampilkan dan bagaimana mereka meneror sepasang kekasih ini. Pastinya saya sudah tahu bahwa saya harus bersabar dulu sebelum mendapat semua itu. Selain konsep Bigfoot, film ini memang masih mengatakan formula lama, dengan paruh awal berjalan lambat, mencoba bertahap membangun misteri wacana mitologi Bigfoot dengan tujuan membangun antisipasi penonton. Tapi sayang perjuangan untuk membangun daya tarik itu kurang berhasil. Saya merasa momen itu kurang berhasil menciptakan penonton terbayang-bayang sosok Bigfoot yang menyeramkan. Beberapa interview dan momen penggiring yang hadir hanya terasa sambil lalu, tanpa ada kesan berarti. Tidak hingga seburuk pembukaan di film-film Paranormal Activity memang, tapi tetap saja kurang menggigit. Andai saja footage Patterson-Gimlin ditampilkan mungkin tensi akan semakin meningkat. Saya yakin hampir semua penonton sudah pernah melihatnya, tapi penayangan lagi rekaman itu akan menciptakan penonton dapat mengulang kembali rasa creepy saat pertama melihat tayangan itu. Untung saya rasa ingin tau saya akan sosok Bigfoot di titik puncak menciptakan saya masih antusias.
Keberadaan Jim dan Kelly juga cukup berhasil menghidupkan paruh awal film ini. Karakter keduanya menarik, pertukaran obrolan yang hadir juga tidak terasa kosong, plus sosok Kelly yang tidak sulit mengundang simpati. Sosok Jim memang kadang terasa menyebalkan dengan ego dan perilaku kekanak-kanakkannya, tapi untungnya mendekati final kedua abjad ini menyerupai dibalik, menciptakan saya tidak terlalu merasa kesal pada sosok Jim. Tapi biarlah, sebaik atau seburuk apapun momen awal dalam mockumentary, bab titik puncak dan balasannya lah yang akan memilih anggun atau tidaknya film tersebut. Willow Creek memulai terornya pada sebuah adegan malam hari dikala Jim dan Kelly berada di dalam tenda. Adegan itu yakni adegan long shot yang berjalan lebih dari 20 menit, dan hanya menampilkan Jim dan Kelly berada di dalam tenda. Teror yang hadir pun hanyalah bunyi demi bunyi plus beberapa gerakan mengejutkan dari luar tenda. Sederhana, tapi sukses membangun ketegangan. Penonton dibentuk berada dalam kondisi yang sama dengan pasangan itu, merasa galau dan takut mendengar suara-suara gila tanpa tahu sedikitpun siapa dan apa yang terjadi diluar tenda. Saya selalu suka dikala film horor membangun keseraman lewat suasana, dan Willow Creek berhasil melaksanakan itu.
Sayang, saya dikecewakan oleh titik puncak dan ending-nya. Setelah penantian cukup panjang dan sebuah adegan menegangkan selama 20 menit, film ini hanya menyuguhkan sebuah titik puncak singkat di tengah kegelapan yang itu bahkan sama sekali tidak menampilkan sosok Bigfoot. Tentu saja akan terasa menggelikan kalau desain monster dalam bujet murah coba ditampilkan secara gamblang, tapi setidaknya berikan sedikit penampakan yang didukung dengan shaky cam untuk menyamarkan keburukan desain monsternya, guna menambah tingkat kengerian dan mengatakan kepuasan bagi penonton yang menunggun-nunggu kemunculan monster itu. Pada balasannya menyerupai yang telah saya sebutkan diatas, akan menjadi percuma kalau sebuah mockumentary seperti Willow Creek ini menghadirkan pembangunan tensi yang cukup baik tapi gagal membayar lunas semua penantiannya. Jauh dari kesan buruk, tapi terang kurang memuaskan, dikala aspek hiburan dari kegilaan klimaksnya kurang terasa maksimal.
Ini Lho Willow Creek (2014)
4/
5
Oleh
news flash