Thursday, January 10, 2019

Ini Lho Omar (2013)

Nama Hany Abu-Assad mulai dikenal ketika sutradara asal Palestina ini membuat Paradise Now, sebuah film yang berhasil menjadi film Palestina pertama yang menerima nominasi Oscar serta berhasil memenangkan Golden Globe untuk kategori Best Foreign Language Film. Sebagai sutradara asal Palestina, tentunya info mengenai pertikaian antara Palestina dengan Israel tidak akan terlewatkan untuk ia angkat kedalam film. Setelah Paradise Now bicara wacana cerita pelaku bom bunuh diri, maka lewat Omar giliran cerita para gerilyawan Palestina dalam perjuangan mereka mengatakan perlawanan pada pihak Israel. Omar sendiri berhasil mengulangi keberhasilan Paradise Now dengan meraih nominasi Oscar sebagai film berbahasa absurd terbaik meski lagi-lagi gagal meraih kemenangan. Bahkan dalam ajang Cannes Film Festival, film ini berhasil memenangkan Jury Prize. Kisahnya sendiri akan memadukan banyak unsur, mulai dari romansa, drama wacana persahabatan, hingga sentuhan thriller "double agent" semua dimiliki oleh film ini. Kita akan dibawa eksklusif untuk melihat sosok Omar (Adam Bakri) yang kesehariannya bekerja sebagai pembuat roti. Tapi layaknya kebanyakan cowok Palestina, Omar juga ingin turut berkontribusi pada tanah airnya dengan cara melaksanakan perlawanan terhadap Israel bagaimanapun caranya.

Untuk itulah beliau bergabung dengan dua sahabatnya, Tarek (Iyad Hoorani) dan Amjad (Samer Bisharat) sebagai pemberontak terhadap pihak Israel. Tapi kehidupan Omar tidak hanya diisi dengan membuat roti atau latihan menembak saja, sebab ia juga tengah menjalin korelasi "rahasia" dengan Nadia (Leem Lubany) yang tidak lain ialah adik dari Tarek. Mereka pun berencana untuk menikah sesudah semua planning perlawanan selesai dilakukan. Tapi sesudah menjalankan sebuah misi dimana ketiganya berhasil membunuh seorang prajurit Israel, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran para pasukan Israel. Omar pun tertangkap dan dipenjara serta disiksa guna menyaring informasi mengenai kelompok perlawanan yang ia ikuti. Tentu saja Omar tidak membocorkan informasi yang tidak ia ketahui, tapi akhir jebakan licik dari Agen Rami (Waleed Zuaiter), Omar pun kini tersudut. Rami memperlihatkan kolaborasi dimana Omar harus bersedia membantu pihak Israel untuk menjebak Tarek. Jika Omar bersedia dan misi belakang layar itu berhasil, beliau sanggup lepas dari eksekusi penjara, tapi bila ia menolak Omar harus menghabiskan sisa hidupnya dalam penjara yang mirip neraka itu. Omar pun terjebak dalam duduk kasus untuk membela negara dan para sahabatnya atau menyelamatkan dirinya sendiri dan berkesempatan untuk menerima kehidupan yang lebih baik bersama Nadia.
Menonton Omar ibaratnya menikmati sebuah roti isi cokelat dan keju yang masing-masing rasanya begitu terasa dan punya porsi seimbang sehingga saling mengisi untuk membuat satu kesatuan yang rasanya dua kali lipat lebih lezat. Aspek thriller-nya sanggup mengatakan ketegangan yang membuat mata saya terpaku dan tanpa sadar mencengkeram kaki saya sendiri. Akan ada ketegangan luar biasa ketika melihat Omar dikejar-kejar oleh polisi Israel di tengah perkampungan Palestina, menembus rumah-rumah dan melompat dari satu atap ke atap yang lain. Bahkan adegan kejar-kejaran dalam film blockbuster yang diproduksi Hollywood tidak banyak yang sanggup seintens dan semenegangkan apa yang disajikan oleh film ini. Bahkan adegan pertengkaran antar karakternya juga sanggup terasa menegangkan meski hanya menampilkan tabrak ekspresi tanpa ada tabrak jotos apalagi tabrak tembak. Hany Abu-Assad begitu piawai dalam merangkai banyak sekali momen sederhana atau momen luar biasa klise menjadi rangkaian adegan yang luar biasa menarik dengan tingkat intensitas yang selalu terjaga. Dari awal hingga final Omar memang selalu menarik kecuali mungkin mendekati balasannya yang sedikit kedodoran. Saya mencatat sebelum ending yang sesungguhnya, ada dua momen yang pantas sebagai epilog dan ketika kisahnya terus bergulir justru membuat alurnya terasa diulur. Untung pada balasannya Omar tetap punya epilog yang memuaskan, dan seolah menjadi redemption bagi sosok Omar.
Tapi tentu saja Omar tidak akan sebagus itu bila satu "rasa" lagi yang mengisi film ini tidak maksimal, yaitu dramanya. Ada banyak cerita wacana kesetiaan disini, mulai dari kesetiaan pada negara, pada sahabat, hingga pada kekasih. Banyak karakternya yang dibenturkan pada duduk kasus untuk menentukan antara menjaga kesetiaan pada hal-hal tersebut atau keselamatan diri sendiri. Tentu saja apapun yang dipilih akan mempunyai akhir yang tidak ringan entah dicap sebagai pengkhianat atau harus menjalani sisa hidup sebagai tahanan. Hampir semua aksara utamanya menghadapi dilema, tapi tentu saja fokus utamanya tetap ada di Omar. Sepanjang film Omar bagaikan tidak pernah lepas dari nasib buruk, tapi yang membuat saya begitu bersimpati pada sosoknya ialah sebab di tengah segala nasib jelek dan duduk kasus besar itu, motivasi Omar dalam berbuat tidak pernah atas dasar keegoisan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Motivasi yang mendorongnya selalu dilandasi oleh rasa kepedulian dan cintanya kepada orang-orang di sekitarnya. Tapi itu bukan berarti Omar hadir sebagai sosok tepat sebab sesungguhnya segala kesulitan yang dialami Omar memang berasal dari dampak perbuatannya sendiri yang perlahan mulai "menghancurkan" hidupnya.

Tapi dari banyak sekali macam konflik yang ada, cerita cinta antara Omar dan Nadia ialah yang paling menarik. Hubungan keduanya menjadi aspek paling menyentuh di film ini. Sosok Omar dalam hubungannya dengan Nadia berhasil membuat saya ikut tersentuh, mendukung dan bahkan juga mencicipi sakit luar biasa yang beliau rasakan. Momen menjelang titik puncak film ini sanggup membuat saya ikut merasa sesak dijejali momen sakit hati dan luka yang diterima oleh Omar. Apalagi ketika pada balasannya beliau melaksanakan sebuah pengorbanan besar sesudah itu, saya pun semakin dibentuk tersentuh dan makin menyukai sosok Omar, sungguh laki-laki yang luar biasa. Uniknya cerita cinta antara Omar dan Nadia tidak hanya mengatakan hati yang paling besar dalam film ini tapi juga misteri yang paling menarik. Ada misteri besar wacana sebuah belakang layar milik Nadia serta pertanyaan besar wacana perasaan sesungguhnya yang dimiliki Nadia kepada Omar. Pada balasannya misteri itu akan berujung pada twist yang sebetulnya tidak terlalu unpredictable tapi tetap terasa shocking karena imbas perasaan yang dibawa oleh kejutan tersebut. Sedikit kedodoran di final memang membuat Omar gagal menjadi film yang sempurna, tapi tetap saja secara keseluruhan ini ialah film yang begitu berpengaruh dalam menghadirkan materinya dengan penuh rasa yang dinamis dan intensitas yang terus menerus dijaga dengan baik. Penuh dengan rasa sakit hati yang menyesakkan, Omar berhasil menggerakkan perasaan saya.

Artikel Terkait

Ini Lho Omar (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email