Polisse yakni film yang berhasil meraih Jury Prize pada Cannes Film Festival tahun 2011 lalu. Kemudian di ajang Cesar Awards (Oscar-nya Prancis) film ini juga berhasil meraih 13 nominasi yang merupakan jumlah nominasi terbanyak sepanjang sejarah ajang penghargaan tersebut. Jumlah tersebut juga mengalahkan film peraih Oscar, The Artist yang "hanya" meraih 10 nominasi walaupun pada jadinya Polisse hanya memenangkan 2 diantaranya yaitu Most Promising Actress dan Best Film Editing. Judul filmnya sendiri yakni bentuk pengucapan anak kecil terhadap kata Police. Filmnya sendiri berkisah wacana salah satu divisi dalam kepolisian Prancis yang mengurusi problem santunan anak, yakni CPU (Child Protection Unit). Kisahnya sendiri didasarkan pada banyak sekali masalah konkret yang terjadi di Prancis yang didapat menurut penelitian yang dilakukan oleh Maiwenn yang merupakan sutradara, penulis naskah sekaligus salah satu pemain utama film ini. Disajikan dengan gaya dokumenter, film ini cukup unik dengan tidak menyajikan masalah kekerasan atau pemerkosaan terhadap anak sebagai poros utama ceritanya, tapi lebih menyoroti anggota CPU.
Film ini akan membawa kita mengunjungi kehidupan beberapa anggota CPU dan menengok konflik-konflik dalam kehidupan eksklusif mereka. Dari situ kita akan diajak untuk melihat sosok polisi sebagai insan biasa yang punya setumpuk masalah. Tidak menyerupai film lainnya mengenai sepak terjang polisi yang biasanya menciptakan sosok para polisi sebagai pendekar meski tetap mempunyai banyak kekurangan, dalam Polisse bukan itu yang ditampilkan. Para polisi khususnya yang tergabung dalam CPU yakni para polisi yang amat manusia. Kita akan melihat para polisi ini terkadang begitu peduli pada korban, terkadang terkesan tidak ramah, bahkan dominan dari mereka yakni orang yang terkesan membenci para pelaku pemerkosaan pada anak. Mereka bukan lagi menegakkan aturan saja tapi terkadang juga terbawa kedalam area personal dimana mereka membenci para pelaku tersebut. Polisi disini bukan sosok pendekar meski melaksanakan banyak hal berjasa tapi mereka juga bukan oknum yang penuh kejelekan dan pantas dipersalahkan meski seringkali melaksanakan kekeliruan dalam bertugas. Terkadang juga disinggung hal mengenai sulitnya menjadi polisi dimana mereka selalu dibenci masyarakat entah bagaimanapun kondisinya. Kita juga akan melihat sisi insan para polisi dari cara mereka berinteraksi satu sama lain, mereka bercengkerama bersama, bertengkar, bahkan timbul benih cinta diantara mereka. Semuanya tersaji dengan begitu realistis.
Dibalut dengan gaya semi dokumenter akan menciptakan penonton lebih gampang masuk kedalam film ini. Selain menyoroti kisah para polisi, tentunya Polisse juga akan menyuguhkan kepada kita beberapa masalah yang ditangani oleh mereka meski tidak semuanya akan dibahas detil hingga kepada penyelesaian kasusnya. Tapi yang coba disuguhkan dalam pemaparan kasus-kasus tersebut memang bukan pada penyelesaiannya tapi lebih kepada biar penonton tahu bahwa ternyata begitu banyak masalah pelecehan dan kekerasan terhadap anak yang jenisnya begitu beragam, terkadang terasa miris tapi adakala juga cukup menggelikan. Berbagai masalah yang ditampilkan sukses mengaduk-aduk emosi saya. Mulai dari rasa murung dan terharu menyerupai ketika ada seorang ibu yang menitipkan anaknya pada CPU alasannya yakni tidak tega sang anak harus hidup miskin bersama beliau (momen ini dibalut juga dengan akting sang bocah yang entah bagaimana bisa luar biasa). Selain itu ada juga momen yang bisa memancing tawa menyerupai ketika ada seorang gadis yang terkena masalah rave (rape or love) dimana gadis itu rela melaksanakan blow job hanya untuk mendapat handphone miliknya. Sungguh itu sebuah momen yang luar biasa lucu yang juga menyindir fenomena smartphone dengan pengguna yang lebih terbelakang dari smartphone miliknya.
Jika para polisi disini tidak digambarkan sebagai pahlawan, begitu pula para korban yang disini juga tidak selalu digambarkan sebagai seorang korban yang menderita, contohnya yakni gadis yang melaksanakan blow job demi smartphone miliknya itu yang tentu saja tidak bisa dikategorikan sebagai korban. Atau seorang bocah yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari pelatihnya tapi bocah itu sendiri merasa kasihan kalau sang instruktur dipenjara. Pada pada dasarnya terkadang kita selalu memandang problem dari satu sudut pandang saja. Kita selalu dengan gampang menghakimi para pedofil contohnya tanpa lebih jauh dan dalam melihat masalah tersebut. Pada intinya, Polisse mencoba menangkap sosok para polisi dan korbannya dari sebuah sisi lain ang selama ini jarang dilihat oleh masyarakat umum, dan semuanya bisa ditampilkan dengan baik dan berhasil "mempermainkan" perasaan penonton. Polisse yakni sebuah film yang realistis, menyentuh, hangat dan terkadang luc. Karakter yang mempunyai konflik memang cukup banyak dan tidak kesemuanya bisa terasa mengena tapi sudah cukup menciptakan kita terikat pada mereka, bukan satu per satu tiap abjad tapi terikat pada keseluruhan anggota CPU. Sampai jadinya kita akan dibawa pada sebuah ending yang tidak saya perkirakan kedatangannya. Sebuah ending yang mengagetkan, tragis namun menyentuh dan dikemas begitu indah.
Ini Lho Polisse (2011)
4/
5
Oleh
news flash