Pernahkah anda bermimpi perihal seseorang yang terasa begitu sempurna, dan dalam mimpi itu anda jatuh cinta pada orang tersebut? Anda tidak tahu siapa dia, sosoknya terasa asing, tapi anda merasa ia begitu tepat dan anda mencicipi cinta yang luar biasa dikala itu. Lalu pernahkah anda mengalami sebuah keajaiban dalam hidup anda hingga anda tidak sanggup percaya keajaiban tersebut terjadi? Inilah Ruby Sparks sebuah film yang disutradarai oleh Jonathan Dayton dan Valerie Faris (dua orang yang dulu mempersembahkan Little Miss Sunshine pada kita) serta ditulis naskahnya oleh Zoe Kazan. Zoe Kazan sendiri ikut bermain di film ini menjadi huruf Ruby Sparks. Sedangkan jajaran nama lain yang menjadi pemain juga menjanjikan, mulai dari Paul Dano, Annette Bening, Antonio Banderas, Eliott Gould hingga Chris Messina. Banyak yang membandinkan film ini dengan (500) Days of Summer yang notabene yakni film favorit saya. Pada jadinya kisah yang ditampilkan memang jauh berbeda, tapi Ruby Sparks punya pernak-pernik cinta yang sama, huruf yang sama-sama lovable, dan sama-sama mendobrak batas sebuah komedi romantis. Beda kisah, namun keindahan dan keajaiban cinta yang disuguhkan kedua film ini sama.
Calvin Weir-Fields (Paul Dano) yakni seorang novelis muda yang begitu berbakat. Novel yang dulu ia tulis laris keras dan mendapat kebanggaan dimana-mana. Namanya populer sebagai novelis muda jenius, meski ia sendiri mengaku membenci sebutan jenius tersebut. Tapi sekarang ia sedang mengalami writer's block. Disaat semua orang masih percaya akan kejeniusan dan menunggu karya berikutnya dari Calvin, ia justru sedang mengalami fase yang sulit. Dia ditinggalkan oleh kekasihnya, buntu ide, dan merasa benar-benar kesepian. Bahkan Calvin hingga harus bertemu dengan therapist untuk mengangani masalahnya ini. Namun akhir-akhir ini Calvin sering mendapat mimpi yang aneh. Dia bermimpi ada seorang perempuan yang tidak ia kenal muncul di mimpinya. Tapi ia merasa begitu mengenal perempuan tersebut. Sampai disaat ia mendapat kiprah untuk menulis satu halaman kisah dari sang terapis, Calvin tetapkan menulis perihal perempuan tersebut yang ia beri nama Ruby Tiffany Sparks. Menulis perihal Ruby menciptakan Calvin penuh dengan pandangan gres lagi, hingga suatu hari dikala ia berdiri sosok Ruby sudah menjadi faktual dan tinggal bersamanya.
Mungkin anda akan berpikir bagaimana mungkin hal ibarat itu sanggup terjadi? Tidak mungkin sesosok huruf fiksi sanggup menjadi nyata? Pertanyaan "bagaimana" mungkin akan muncul dari pikiran banyak penonton. Ide perihal huruf fiksi yang menjadi faktual bukan hal baru, dimana beberapa film pernah memakai ide serupa, Stranger Than Fiction misalnya. Tapi ibarat yang dikatakan Calvin pada salah satu dialognya, dalam menonton film ini saya tidak perlu berpikir masuk logika dan saya tidak peduli mengenai ada atau tidaknya klarifikasi yang logis perihal bagaimana sosok Ruby sanggup menjadi nyata, alasannya yakni yang saya tahu yakni saya jatuh cinta pada film ini, tidak peduli perihal ketidak logisannya, sama ibarat Calvin yang menyayangi Ruby tanpa peduli apakah ia faktual atau tidak. Saya ikut mencicipi indahnya cinta yang bergelora dalam diri Calvin begitu ia sadar bahwa Ruby memang benar-benar menjadi nyata. Saya sangat senang melihat bagaimana Calvin dan Ruby berbahagia, saya ikut murung dikala kekerabatan mereka mulai dibumbui oleh aneka macam macam konflik dan masalah. Saya ikut berharap kekerabatan keduanya baik-baik saja dan mereka berbahagia, sama ibarat yang saya rasakan dikala bersimpati pada Tom Hansen di (500) Days of Summer.
Ruby Sparks terasa sebagai sebuah film perihal seorang penulis yang menciptakan karakternya menjadi nyata. Tapi bersama-sama ada jauh lebih banyak hal yang terkandung dalam film ini. Melihatnya dari beling mata cinta, ini yakni kisah perihal bagaimana sebuah kekerabatan berjalan. Calvin berusaha menciptakan Ruby sesuai dengan apa yang ia inginkan, tapi ia sendiri tidak pernah menyadari bahwa dirinya juga perlu untuk berubah. Ini yakni perihal sebuah keseimbangan dan toleransi dalam sebuah hubungan, dalam film ini yaitu kekerabatan percintaan. Ini yakni mengenai sosok insan sempurna. Biar bagaimanapun tidak akan ada sosok orang yang sempurna. Apapun yang ia lakukan untuk menciptakan Ruby tepat selalu ada ketidak sempurnaan dalam hal itu. Kenapa? Karena yang seharusnya tepat bukanlah sosok orang tersebut tapi bagaimana kita bersikap dan beradaptasi dengan orang itu. Jangan hanya menuntut orang lain untuk menjadi tepat bagi kita tapi sadari juga bagaimana diri kita harus bersikap. Akhir filmnya sendiri agak mengingatkan saya dengan (500) Days of Summer, bukan dari apa yang terjadi, tapi lebih kepada konten dan rasa yang tersampaikan. Masih ada begitu banyak hal yang terkandung di dalam film ini, silahkan tonton dan rasakan sendiri keindahan cinta yang terkandung di dalamnya.
Sedari awal Ruby Sparks sanggup memikat saya dan menciptakan emosi saya ikut naik turun. Sudah niscaya bab titik puncak yakni sebuah momen yang begitu emosional, ironis dan mengharukan. Disitulah terlihat Calvin sebagai sosok orang yang benar-benar kesepian dalam hidupnya, yang ia mau yakni orang yang menghargainya dan mencintainya secara tulus. Ya, Ruby Sparks juga bertutur perihal ketulusan. Apa gunanya sesuatu kalau terjadi dan dilakukan atas dasar paksaan dan bukan alasannya yakni niat yang tulus? Tidak hanya penuh romantisme, film ini juga diisi aneka macam momen komedi yang cukup lucu. Kemunculannya tidak terlalu sering, tapi cukup efektif menawarkan kesejukan pada filmnya. Diluar ketidak logisan ceritanya, saya betul-betul menyayangi film ini. Mengingatkan saya akan keindahan dunia fiksi yang penuh imajinasi liar tanpa batas. Mengingatkan saya kenapa saya begitu menyayangi sebuah film yang sanggup menciptakan angan-angan saya terbebas dan ikut terbawa secara emosional pada kisah yang terkandung dalam sebuah film. Inilah alasan kenapa saya begitu menyayangi film dan segala hal yang terkandung di dalamnya...and of course, I love this movie. I love Ruby Sparks!
Ini Lho Ruby Sparks (2012)
4/
5
Oleh
news flash