Wednesday, January 16, 2019

Ini Lho Saving Private Ryan (1998)

Jika anda menanyakan kepada orang-orang awam atau bisa dibilang orang yang "suka nonton" dan bukan "suka film" wacana film perang apa yang bagus, maka jawabannya tidak akan jauh-jauh dari dua judul, yaitu Pearl Harbour atau Saving Private Ryan. Setidaknya itulah pengalaman saya ketika iseng-iseng bertanya pada beberapa orang. Hal itu tiddak mengejutkan alasannya yaitu kedua film tersebut termasuk film perang yang diprduksi pada masa kini dan meraih keberhasilan komersial. Tapi Saving Private Ryan jauh lebih Istimewa jikalau dibandingkan film perang aba-aba Michael Bay tersebut. Selain pendapatannya yang sedikit diatas Pearl Harbour, film aba-aba Spielberg itu lebih superior secara kualitas dimana kita bisa lihat ketika Pearl Harbour dicerca habis-habisan alasannya yaitu dramanya yang luar biasa kacangan, Saving Private Ryan justru menerima 11 nominasi Oscar termasuk Best Picture dan memenangkan lima diantaranya meski pada hasilnya gagal menjadi film terbaik. Namun Spielberg sendiri berhasil meraih Best Director keduanya. Berdurasi 15 menit lebih pendek dari Pearl Harbour, film ini nyatanya yaitu pola dan bukti bahwa Steven Spielberg yaitu orang yang sanggup menggabungkan action sequence memikat dengan kisah dramatik yang mengena sehingga menciptakan filmnya tidak terasa kering layaknya film-film Michael Bay.

Mengambil setting pada masa Perang Dunia II, film ini akan mengajak kita melihat kenyataan pahit yang mengiringi keluarga Ryan ketika tiga dari empat Ryan bersaudrara harus gugur dalam medang perang dalam waktu yang bersamaan. Bahkan satu dari empat bersaudara tersebut yang berjulukan James Ryan (Matt Damon) hingga kini tidak diketahui kabarnya dan menghilang sehabis terjadi kesalahan teknis dalam misinya. Maka demi ibu dari keempat bersaudara tersebut diutuslah sepasukan yang terdiri dari delapan prajurit yang dipimpin Kapten John Miller (Tom Hanks) untuk mencari Ryan dan membawanya pulang. Tapi tentunya tidak gampang mencari seorang prajurit dalam sebuah medan perang. Seperti yang dikatakan Kapten John Miller, mencari Ryan sama saja menyerupai mencari jarum di tumpukan jarum, sulit membedakan satu sama lain. Jika belum menonton filmnya dan hanya mendengar premisnya saja mungkin terasa tidak masuk akal, dimana untuk menyelamatkan nyawa seorang prajurit hingga harus mengirimkan sepasukan beranggotakan delapan prajurit. Mempertaruhkan banyak nyawa untuk menyelamatkan satu nyawa. Tapi begitu menonton pribadi filmnya kita akan mulai memaklumi dan bahkan mungkin mendukung keputusan tersebut.

Spielberg memang tahu betul bagaimana untuk mengikat penontonnya agar sedari awal sudah betah menonton film ini. Impresi awal memang sangat penting dalam sebuah film dan Spielberg sangat menyadari hal tersebut. Maka untuk menciptakan penontonnya terikat sedari awal, dimunculkanlah opening yang luar biasa itu. Sebuah adegan peperangan di Pantai Omaha yang disajikan selama kurang lebih 27 menit seolah benar-benar menjerat penonton agar tidak memalingkan pandangan sedikitpun dari filmnya. Adegan pembuka tersebut memang terasa bombastis dengan menampilkan ledakan dan desingan peluru yang bergemuruh. Lokasi yang ditampilkan  dengan begitu detil sekaligus positif dan menggunakan sekitar 1.500 figuran menciptakan adegan tersebut makin terasa luar biasa. Tidak hanya bombastis namun juga terasa realistis. Yang makin menciptakan adegan tersebut Istimewa yaitu ditampilkannya momen-momen yang menawarkan betapa mengerikannya perang itu. Memang tidak sehorror dan segelap yang ditampilkan dalam Platoon atau Apocalypse Now memang, tapi kita masih tetap akan melihat sajian horror tersebut menyerupai prajurti yang terluka parah hingga kehilangan anggota tubuhnya, kegugupan dan ketakutan yang mereka rasakan sebelum dan ketika perang dimulai. Adegan muntah di kapal dan adegan ketika ada seorang prajurit yang mencari-cari pecahan tangannya yang terputus yaitu dua pola adegan yang dengan baik menggambarkan itu semua.
Meski masih tampil layaknya film-film Spielberg lain yang terasa ringan dan bisa ditonton oleh semua kalangan sebagai film hiburan, Saving Private Ryan juga masih punya kandungan dongeng dan makna yang kaut didalamnya. Nuansanya juga lebih gelap dibandingkan film-film Spielberg yang dirilis akhir-akhir ini. Jika dibandingkan dengan War Horse yang sesama film perang, Saving Private Ryan terperinci lebih mendalam dan lebih gelap. Film ini berusaha mempertanyakan beberapa aspek dan pertanyaan yang sering muncul di medan perang. Yang paling positif tentu saja mengenai harga nyawa setiap orang di medan perang. Apakah harga nyawa mereka semua sama? Disaat biasanya yang jadi perdebatan yaitu mengorbankan satu orang demi nyawa banyak orang, maka disini yang muncul yaitu mengorbankan nyawa banyak orang hanya demi satu orang yang bisa jadi tidak pantas mendapatkan pengorbanan sebesar itu. Pergiolakan yang terjadi mengenai hal itu ditampilkan dengan baik disaat para pasukan penyelamat saling mempertanyakan pentingnya misi tersebut. Ada juga sebuah hal yang disinggung mengenai pihak kita dan pihak lawan dalam perang. Ada sebuah obrolan menarik yang kira-kira berbunyi "Jika Tuhan ada di pihak kita kemudian siapa yang ada di pihak musuh?" 

Saya tidak tahu apakah para prajurit di medan perang pernah iseng berpikir "Siapa yang bergotong-royong benar? Pihak kita atau musuh?" Sebuah pertanyaan yang tentu bisa mengancam nyawa sang prajurit jikalau ia berperang dengan memikirkan hal tersebut. Tentu saja dalam medan perang sudah niscaya pihak yang kita bela akan kita anggap sebagai yang paling benar dan apa yang musuh lakukan selalu salah. Itu juga yang menciptakan saya cukup tergelitik melihat bagaimana para prajurit disini begitu kasar membunuh begitu banyak musuh tapi begitu satu saja teman mereka terbunuh seolah musuh telah melaksanakan sebuah dosa yang begitu besar dan tak terampuni. Semua pertanyaan moral tersebut tersaji dengan baik disini meskipun tidak hingga begitu mendalam alasannya yaitu Saving Private Ryan memang lebih menekankan pada momentum perangnya tapi selalu berusaha agar tidak pernah kehilangan hati. Masing-masing abjad utamanya juga berhasil ditampilkan dengan baik dengan ciri ataupun problem masing-masing meski tidak terlalu ditonjolkan tapi tetap efektif. Hal itu menciptakan momen ketika ada abjad yang terbunuh, kematiannya tidak terasa lewat begitu saja. Mulai dari Jackson (Barry Pepper) si sniper dengan kemampuan luar biasa yang selau berdoa, Fish (Adam Goldberg) yang seorang Yahudi dan sering berkata seenaknya, hingga Upham (Jeremy Davies) yang gres pertama terjun ke medan perang dan mengalami ketakutan luar biasa. Tentunya ada juga Vin Diesel sebagai Caparzo walaupun sayangnya hanya muncul sebentar. Saving Private Ryan memang tidak terlalu mendalam untuk urusan mengangkat ambiguitas moral dan horor dalam perang, namun semua itu tetap ada. Akhir ceritanya juga sangat gampang ditebak, tapi proses menuju selesai itulah yang menyenangkan. Lagipula momen perang sebelum ending juga punya tingkat keseruan yang tidak kalah dengan opening-nya. Sebuah film perang yang begitu seru tanpa pernah kehilangan bobot ceritanya.

Artikel Terkait

Ini Lho Saving Private Ryan (1998)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email