Monday, January 14, 2019

Ini Lho The Terminator (1984)

Bersamaan dengan kembalinya Arnold Schwarzenegger dalam dunia akting lewat The Last Stand, saya pun tertarik untuk menonton kembali film yang menciptakan namanya terkenal, apalagi kalau bukan The Terminator. The Terminator adalah pelontar karir dari banyak pihak yang terlibat dalam film ini. Bagi Arnold Schwarzenegger kiprahnya sebagai Terminator juga melambungkan namanya sebagai action movie star kelas satu sesudah sebelumnya hanya dikenal lewat kiprahnya sebagai Conan dalam Conan the Barbarian dan sekuelnya Conan the Destroyer. Sedangkan untuk  James Cameron ini yaitu momen dimana namanya mulai dikenal sebagai sutradara papan atas sesudah film debutnya, Piranha II: The Spawning yang hancur-hancuran. Sedangkan bagi Linda Hamilton sendiri kiprahnya sebagai Sarah Connor tidak hana menciptakan namanya dikenal luar sebagai aktris tapi juga sebagai heroine alias jagoan wanita. Tidak hanya itu, The Terminator yang hanya punya bujet $6,4 Juta juga berhasil menjadi sebuah standar gres dalam film action dengan polesan CGI di dalamnya...tentunya sebelum kemunculan Terminator 2: Judgment Day yang fenonemal itu.

Kisah dalam film ini akan terasa begitu biasa jikalau dilihat sekarang. Pada tahun 2029, mesin sudah menjadi penguasa dan dunia sudah dalam kondisi hancur. Pihak mesin yang sudah begitu canggih dan cendekia bisa mengalahkan para manusia. Namun di masa itu insan tetap melaksanakan perlawanan di bawah pimpinan John Connor. Pihak mesin yang merasa bahwa keberadaan John Connor yaitu bahaya yang cukup serius kemudian mengutus sebuah cyborg pembunuh yang disebut Terminator (Arnold Schwarzenegger) untuk kembali ke masa kemudian dan membunuh Sarah Connor (Linda Hamilton) yang notabene yaitu ibu dari John Connor. Jika Sarah dilenyapkan maka otomatis tidak akan ada John Connor, yang berarti tidak akan ada perlawanan dari umat manusia. John Connor sendiri tidak tinggal diam. Dia mengirim Kyle Reese (Michael Biehn), salah seorang tentara insan di masa depan untuk melindungi sang ibu. Lalu terjadilah kejar-kejaran antara sang robot brutal berdarah hambar dengan Kyle Reese dan Sarah Connor. Sebuah alur yang sangat sederhana jikalau dilihat sekarang, tapi di masa perilisannya dulu The Terminator sempat dianggap mind blowing dan revolusioner untuk urusan cerita.


Konsep yang ditawarkan James Cameron bergotong-royong tidak terlalu asli alasannya yaitu sudah sempat beberapa kali dipakai, dan memang Cameron tidak pernah menghadirkan kisah yang sangat asli dalam film-filmnya. Tapi kelebihan yang ia miliki dan juga terlihat di film ini yaitu bagaimana dengan konsep dasar yang ada bisa ia kembangkan dengan cukup kreatif dan ia kemas dengan sangat menarik. Kisah time traveler wacana prajurti dari masa depan yang kembali ke masa kemudian sudah sempat disinggung di cerita-cerita lain termasuk serial televisi The Outer Limits yang sempat menyebabkan tudingan bahwa Cameron melaksanakan penjiplakan. Namun dalam pengemabangannya beliau punya visi sendiri. Misalkan ada kisah wacana bagaimana mesin yang kini yaitu alat bantu yang diciptakan insan bisa melaksanakan pembrontakan dan mengalahkan insan itu sendiri. Cameron juga memasukkan unsur paradoks dalam kisah perjalanan waktunya. Mungkin jikalau dilihat kini yaitu sebuah paradoks super sederhana, namun dulu hal ini yaitu konsep yang cerdas. Cameron juga sempat menyelipkan kisah wacana bagaimana hilangnya rasa kepedulian dan kemanusiaan mereka. Apakah insan sendiri sudah mulai menjadi sebuah mesin?
Bagaimana James Cameron mengemas film ini menjadi sebuah menu yang sangat menghibur juga luar biasa. Tensi filmnya sudah terasa cepat dari awal. Dari adegan pertama dimana kita diperlihatkan kondisi di tahun 2029, tensinya sudah menegangkan. Gambaran masa depannya begitu terasa kasatmata dengan mesin-mesin canggih menerang insan dan tentunya disisi lain terasa menakutkan membayangkan hal tersebut benar-benar terjadi. Lalu kemunculan Terminator untuk pertama kalinya, hingga kejar-kejaran antara Reese dengan para polisi di awal film sudah terasa menegangkan. The Terminator memang punya kejar-kejaran mobil, berondongan peluru dan banyak ledakan, tapi yang menciptakan film ini Istimewa yaitu bagaimana tidak hanya unsur action yang terasa tapi juga horror yang disajikan lewat teror Terminator. Sosoknya yang brutal, hambar dan berbadan rakasa begitu intimidatif. Saya ingat betul begitu mengerikannya wajah Arnold dengan balutan CGI yang menawarkan separuh mukana yang rusak. Bagaikan sebuah body horror yang creepy. Lalu dikala Terminator menawarkan wujud aslina sebagai sebuah rangka robot, kengerian masih terasa. Memang efek stop-motion yang digunakan akan terlihat bergairah dikala ini, tapi unsur kengeriannya tetap terasa. Robot bermata merah menyala dan berjalan patah-patah yaitu pemandangan mengerikan.

Sosok Terminator begitu cocok dengan Arnold, dan nampakna tidak ada pemain drama lain yang bisa menggantikannya. Fisiknya terang begitu pas sebagai robot pembunuh yang intimidatif. Lalu kejelian James Cameron mengakali aksen dan akting Arnold yang jelek juga menciptakan penampilannya di film ini begitu pas. Arnold memang punya akting yang tidak cantik dengan intonasi datar dan ekspresi yang datar (jika tidak datar maka akan muncul muka asing nan berlebihan khas Arnie). Tapi disini semua itu justru terasa pas alasannya yaitu sosok yang ia mainkan yaitu robot berdarah dingin. Jangan lupakan juga bahwa disini Arnold mmengucapkan line paling populer yang ia miliki, apalagi kalau bukan "I'll be back". The Terminator yaitu bukti kehebatan Cameron dalam berbagi sebuah kisah kemudian merangkumnya sebagai sebuah hiburan yang berbobot dan sangat menghibur. Cameron mampu memaksimalkan semua aspek yang ada mulai dari efek komputer dan sumber daya pemainnya meski dikala itu ia dipenuhi dengan segala keterbatasan. Bukti sebuah kejeniusan.


Artikel Terkait

Ini Lho The Terminator (1984)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email