Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho Tim's Vermeer (2013)

"Johanes Vermeer merupakan salah satu pelukis terbaik sepanjang masa" Begitu ucap banyak andal dan penikmati lukisan. Saya sendiri bukan orang yang memahami atau menyukai lukisan, tapi bagi mata orang awam pun karya-karya Vermeer memang luar biasa. Lihat contoh-contoh lukisannya, menyerupai The Geographer, The Music Lesson atau yang paling terkenal Girl with a Pearl Earring. Dari situ dengan segera kita akan menyadari betapa tinggnya tingkat kedetailannya. Yang lebih luar biasa lagi, disaat kebanyakan lukisan elok dari era 17 tetap terasa 2 dimensi, lukisan Vermeer bagaikan hidup, bagaikan sebuah gambar foto berkat kehadiran aspek cahaya. Mungkinkah hanya dengan berbekal imajinasi atau pengamatan sederhana beliau sanggup membuat efek warna yang sebegitu nyata? Seorang andal mata menyatakan mustahil retina insan sanggup menangkap citra cahaya senyata itu. Kemudian muncul aneka macam macam teori perihal cara melukis yang digunakan Vermeer. Salah satu yang paling banyak dianut yakni teori bahwa Vermeer melukis dengan pertolongan kamera obscura. Hal itulah yang mendorong Tim Jenison untuk meluangkan waktunya selama kurang lebih lima tahun untuk meneliti dan melaksanakan eksperimen perihal Vermeer dengan tujuan mereka ulang proses dan karyanya.

Dia yakni penemu yang telah banyak membuat aneka macam jenis barang mulai dari yang amat berkhasiat hingga yang paling aneh. Dia juga spesialis desain grafis komputer sekaligus perusahaan besar NewTek yang memproduksi software LightWave 3D. Tim yakni seorang jenius, tapi terang ia bukan merupakan pelukis ataupun seniman jenis apapun. Salah satu pola pikir "populer" (yang saya sendiri tidak setuju) yakni bahwa seni dan teknologi merupakan hal yang bertolak belakang dan tak sanggup disatukan. Hal ini berdasar pada pernyataan seni itu menggunakan rasa, sedangkan teknologi menggunakan otak dan logika. Karena itulah ketika muncul aneka macam teori yang menyatakan bahwa Vermeer menggunakan teknologi untuk membuat lukisan, banyak pakar hingga budayawan yang melancarkan protes. Bagi mereka itu yakni penodaan terhadap seni dan peninggalan budaya. Di dunia film sendiri pendapat macam ini sempat hadir dan mencapai puncak perdebatan ketika Tron menggebrak dengan teknologi CGI-nya pada 1982. Bagi juri Oscar ketika itu, apa yang dilakukan Tron adalah kecurangan, dan membuat mereka enggan memasukkan film tersebut ke daftar nominasi Best Visual Effect. Sekarang? Coba sebutkan daftar nominator di kategori tersebut yang tidak menggunakan CGI sedikitpun.
Menurut saya pribadi, penggunaan teknologi dalam karya seni sanggup sangat membantu meningkatkan kualtias asal tidak dieksploitasi secara berlebihan, dan hal itu juga yang coba dibuktikan oleh Tim. Dia melaksanakan riset perihal Vermeer hingga begitu dalam, membangun sebuah gudang untuk didesain biar semirip mungkin dengan setting lukisan The Music Lesson yang akan ia lukis ulang, membuat banyak barang di ruangan itu sendiri, hingga alhasil melaksanakan proses melukis dengan pertolongan lensa selama lebih dari empat bulan setiap harinya. Ini sebuah dedikasi, obsesi, atau apapun itu, terserah anda mau menyebutnya apa. Satu yang pasti, hal yang ia lakukan ini begitu luar biasa. Daripada melaksanakan debat kusir tanpa ujung alasannya faktanya tidak ada dokumen resmi yang menyatakan teknik melukis Vermeer, kenapa tidak dilakukan pembuktian secara langsung? Terlepas dari benar atau tidaknya teori Tim, terang beliau sudah melaksanakan hal yang lebih bermanfaat bagi perkembangan seni dan teknologi daripada mereka yang terus skeptis akan adanya keterlibatan teknologi dalam karya lukis Vermeer. Saya sendiri termasuk pihak yang berhasil diyakinkan oleh Tim. Melihat proses reka ulang itu, rasanya sudah cukup banyak bukti bahwa Vermeer menggunakan metode yang kurang lebih sama dengan Tim. 

Mungkin agak mengganggu ketika pada alhasil Tim menggunakan pertolongan alat yang sedikit lebih maju daripada Vermeer, menyerupai penyangga untuk model biar badan mereka tidak bergerak. Tapi toh itu sama sekali tidak mengurangi esensi dari eksperimen tersebut. Memang sedikit (saya tekankan, SEDIKIT) mengurangi tingkat validitasnya, tapi toh apa yang dibuktikan sudah cukup banyak. Secara lebih luas, Tim's Vermeer adalah bentuk perjuangan melogiskan seusatu. Tentu cara gampang untuk menanggapi begitu nyatanya lukisan Vermeer yakni dengan menyatakan bahwa beliau pelukis berbakat yang jenius. Well, sebegitu dangkalnya pendapat itu. Film ini mengatakan bagaimana sebuah pencarian kebenaran itu dilakukan. Tim sama sekali tidak pernah merendahkan atau menyebut Vermeer penipu alasannya penggunaan teknologi. Yang Tim lakukan bukan untuk menunjukan bahwa sang pelukis itu menipu, tapi untuk berguru dan mencari tahu suatu metode yang oleh insan zaman modern ketika ini tidak sanggup dicapai (baca: terlupakan). Bagi saya, mereka yang tetap skeptik pada penggunaan teknologi Vermeer justru meremehkan segala kreatifitas dan kejeniusan sang seniman.
Tim's (left) & Vermeer's (right)
"Lukisan yakni dokumen", begitu kata beberapa andal ketika menanggapi ketiadaan dokumen yang menuliskan teknik Vermeer. Maksudnya yakni dari lukisan itu sendiri ktia sanggup mengetahui banyak hal, menyerupai abjad sang pelukis, kondisi sosial ketika itu, hingga teknik yang ia pakai. Seperti itu jugalah film ini dikemas. Saat sudah memasuki proses melukis, kita tidak banyak dipandu dengan narasi ataupun interview. Kita lebih banyak diajak menyaksikan sapuan kuas dari Tim bertahap mewujudkan kembali The Music Lesson, dan secara perlahan menguatkan bukti otentik akan hipotesisnya. Film ini sendiri yakni dokumen. Saat lukisan bicara tanpa teks, film ini banyak bicara tanpa dialog. 

Keduanya sama-sama mengandalkan visual sebagai bentuk komunikasi pada penikmatnya. Pada momen ini penonton diajak untuk melihat sendiri proses eksperimen Tim tanpa banyak dijejali kata-kata. Beberapa sempilan obrolan memang muncul, tapi kebanyakan hanya berupa intermezzo tentang insiden sehari-hari, sedikit permasalahan yang hadir, atau sekedar curhatan "ah, saya lelah" dari Tim. Adegan 130 hari proses melukis Tim memang salah satu yang paling esensial, tapi juga yang paling melelahkan, baik bagi Tim maupun bagi saya sebagai penonton. Proses yang berjalan lambat dan penuh detail itu memang sering melelahkan untuk disimak. Tapi menyerupai Tim yang alhasil merasa semua kelelahan itu terbayar ketika lukisan selesai, begitu juga saya yang terpuaskan ketika melihat hasil akhirnya.

Artikel Terkait

Ini Lho Tim's Vermeer (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email