Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho Tusk (2014)

Kevin Smith menciptakan body horror? Mungkin ini memang bukan pertama kalinya sang sutradara menciptakan horror dimana tahun 2011 kemudian ia sempat merilis Red State yang notabene ialah adonan action dengan horror. Tusk sendiri masih menyimpan sentuhan komedi yang jadi langganan Smith, tapi tetap saja, body horror adalah konsep yang kental dengan suasana mengerikan cenderung menjijikkan ketika badan abjad dalam film mulai berubah lantaran banyak sekali sebab, bisa mutasi, mutilasi, hingga penyakit. Sedikit mengejutkan, tapi tidak sepenuhnya meragukan. Kevin Smith punya kelebihan pada cara berpikirnya yang gila dilihat dari program podcast miliknya. Makara bisa saja film ini merupakan katarsis kegilaannya. Bukankah David Cronenberg yang seorang master of body horror kini bisa bertransformasi menjadi pembuat drama satir nan sureal? Apalagi keberadaan Johnny Depp yang kabarnya bersedia tampil secara gratis makin menambah daya tarik. Jika Tom Six punya kisah ihwal insan yang dirubah menjadi kelabang, maka Kevin Smith punya transformasi insan menjadi walrus.

Wallace (Justrin Long) dan Teddy (Haley Joel Osment) ialah duet pemandu program podcast bernama The Not-See Party yang mengkhususkan pada lelucon bergairah untuk mengolok-olok banyak sekali macam video konyol di internet. Tidak ada yang selamat dari olok-olok mereka. Bahkan seorang dewasa yang tidak sengaja memotong kakinya dengan samurai pun menjadi materi banyolan. Demi mewawancarai dewasa itu, Wallace pun pergi ke Kanada, dimana beliau mendapati hal mengejutkan lantaran targetnya itu telah tewas bunuh diri. Tidak ingin pulang dengan tangan kosong, Wallace berusaha mencari dongeng gila lainnya untuk dibawa. Saat itulah ia menemukan sebuah kertas di toilet yang pada dasarnya menceritakan seorang laki-laki bau tanah dengan banyak sekali petualangan menarik selama hidupnya. Tanpa berpikir dua kali ia pun pribadi menuju rumah sang laki-laki berjulukan Howard Howe (Michael Parks) tersebut. Dirumah Howard yang terletak di pinggiran kota, keduanya pun mulai saling bertukar cerita, termasuk kisah petualangan mencengangkan sang laki-laki bau tanah mulai dari pertemuannya dengan Hemmingway hingga ketika ia terdampar di pulau kosong dan diselamatkan seekor walrus. Wallace tidak menyadari bahwa ia telah menjadi sasaran berikutnya dari agresi kejam nan gila dari Howard.
Film ini cukup ambisius, setidaknya bagi standard seorang Kevin Smith. Dasarnya ialah body horror yang berarti fokus terbesar ada pada menghadirkan kengerian yang shocking. Tapi disisi lain ada komedi satir ihwal banyak hal yang diselipkan oleh Smith. Belum lagi sentuhan drama yang berusaha diarahkan menuju tragedi. Ambisi besar itu sayangya justru berujung pada ketidak maksimalan serta fokus film yang kurang terarah. Mari kita mulai membahas horror-nya terlebih dahulu. Bagi saya keasyikan genre body horror adalah ketika dibentuk tertegun bahkan jijik melihat transofrmasi insan menjadi sosok yang amat berbeda. Melihat bertahap kepingan badan seorang abjad berubah dengan ketaknormalan dimana-mana ialah kesenangannya. So, basically it's all about the process. Sebagai rujukan lihat The Fly-nya David Cronenberg yang merupakan salah satu body horror terbaik. Kita tidak melihat abjad utama menghilang beberapa ketika untuk kemudian muncul lagi telah berubah seutuhnya menjadi monster lalat. Tapi kita diajak untuk melihat secara detail, secara perlahan bagaimana satu per satu anggota badan yang berubah. Kesakitan, penderitaan dan kegilaan sang abjad akibatnya ikut menular pada penonton, bertambah rasa jijik.
Tapi Tusk tidak melaksanakan itu. Kita hanya melihat Wallace yang tidak sadarkan diri, kemudian kakinya telah diamputasi. Kemudian beliau tidak sadarkan diri lagi, kita melihat Howard tengah menjahit sesuatu (yang kita tahu ialah badan Wallace tapi tidak diperlihatkan secara nyata), dan akibatnya kita sudah pribadi melihat Wallace secara total sebagai seekor walrus. Saya tidak paham alasan Kevin Smith melaksanakan itu, lantaran bila untuk meminimalisir grafis yang sadis, bukankah disitu poin utama body horror? Ketiadaan momen transformasi secara mendetail menciptakan durasi 102 menit yang ada jadi lebih banyak diisi hal lain diluar body horror seperti dialog antar karakter, romansa yang berisi dialog antar karakter, hingga pemeriksaan menghilangnya Wallace yang lagi-lagi diisi dialog antar karakter. Pada akibatnya daripada sumpah serapah, saya lebih sering dibentuk bosan lantaran itu. Kemudian masuk ke aspek komedi. Komedi ialah bagaimana cara Smith mengisi momen kekosongan ketika horror tidak sedang hadir. Sosok Justin Long jadi fokus utama aspek ini, untuk digantikan oleh Johnny Depp sehabis Long menjadi seekor walrus. Justin Long cukup lucu dengan gaya sesukanya itu, meski lebih sering terasa annoying. Johnny Depp? Lagi-lagi ia berperan sebagai abjad gila meski tanpa make-up tebal. Yang terang ia tidak lucu.

Kevin Smith berusaha memperlihatkan satir dan ironi disini ketika memperlihatkan Wallace yang tidak segan mengejek orang cacat bahkan berkata "aku tidak segan kehilangan kakiku kalau bisa tenar menyerupai dia" dan akibatnya berakhir menjadi seekor walrus. Masih ada hal lain menyerupai hubungan Amerika Serikat dengan Kanada, bahkan membicarakan ihwal kemanusiaan seorang manusia. Satir itu harus cerdas dalam mengkritik yang akibatnya memperlihatkan kesan menggelitik, dan Tusk sama sekali tidak cerdas. Lagi-lagi terjadi kegagalan akhir ambisi besar Kevin Smith sendiri. Beberapa momen komedi bisa menciptakan saya tertawa singkat, tapi tidak sedikit juga yang terlalu bodoh. Contoh terbaik ialah klimaksnya. Jika anda merasa premis ihwal insan yang bermetamorfosis walrus sudah absurd, tonton titik puncak film ini. Saya dibentuk speechless...in a negative way. Keanehannya masih belum hingga taraf so bad, it's good. Hanya bodoh. Semakin terasa gila disaat hal yang paling terasa seusai filmnya usai ialah drama. Sepanjang film mungkin tidak ada yang terlalu mengena baik itu romansa ataupun filosofi ihwal manusianya. Tapi begitu usai, ada sedikit perasaan tragis yang masih terngiang dalam benak saya ihwal insan yang kehilangan segalanya sehabis menyia-nyiakan semua itu selagi masih ada kesempatan. Hal itu menyelamatkan film ini sehingga tidak menjadi sebuah bencana, tapi masih merupakan kekecewaan besar.


Artikel Terkait

Ini Lho Tusk (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email