Saturday, January 12, 2019

Ini Lho Uzumaki (2000)

Bukan, ini bukan film wacana Naruto Uzumaki dan ninja Konoha dalam komik Naruto meski pada faktanya film garapan Higuchinsky ini memang diangkat dari buku komik. Uzumaki ialah pembiasaan dari komik horor berjudul sama buatan Junji Ito. Saya sendiri sudah lebih dahulu membaca versi manga-nya dan menempatkannya sebagai salah satu manga tergila yang pernah saya baca bersandingan dengan Panorama of Hell milik Hideshi Hino. Ceritanya yang mengisahkan wacana obsesi sebuah kota kecil pada objek berbentuk spiral memang sangat unik, original dan tentunya penuh keabsurdan. Tapi yang paling saya suka dari manga tersebut ialah bagaimana Hideshi Hino bisa memvisualisasikan segala kecacatan tersebut lewat gesekan gambar yang begitu disturbing sekaligus mempunyai keindahan tersendiri. Pada alhasil saya memang agak dikecewakan oleh ending-nya yang menyisakan terlalu banyak misteri sesudah selama 19 chapter saya dibentuk terus bertanya-tanya wacana asal muasal obsesi atau kutukan tersebut. 

Tentu saja saya ingin tau akan bagaimana hasilnya kalau Uzumaki dibentuk dalam media film, apalagi saya mendengar bahwa versi filmnya punya ending yang berbeda dari manga dikarenakan ketika filmnya memulai masa produksi, manga-nya belum selesai. Makara selain berharap akan menu penuh kegilaan saya juga berharap akan menemukan konklusi yang lebih memuaskan dalam versi filmnya ini. Uzumaki menyerupai yang sudah saya singgung diatas punya dongeng yang unik mengenai banyak sekali kejadian-kejadian asing yang menimpa sebuah kota kecil berjulukan Kurouzu. Fenomena yang terjadi pada awalnya ialah obsesi tidak biasa yang dimiliki oleh beberapa warga terhadap benda-benda berbentuk spiral, hingga pada alhasil kecacatan yang muncul semakin menjadi. Mulai dari insan yang berkembang menjadi siput, rambut yang tumbuh membentuk spiral, dan masih banyak lagi kegilaan lainnya. Tapi sayangnya kegilaan yang ditampilkan oleh filmnya ini berada pada level yang jauh dibawah manga-nya sendiri.

Dengan durasi yang hanya 90 menit tentu saja banyak hal yang diringkas oleh Higuchinsky dalam film ini. Bagi yang sudah membaca komiknya niscaya tahu bahwa dongeng yang disajikan oleh Uzumaki pada alhasil semakin meluas dan membesar, tidak hanya seputar teror yang dialami Kirie dan Shuichi di lingkungannya tapi makin melebar hingga penelusuran sejarah serta misteri di desa tersebut. Tentu saja mau tidak mau film ini harus berakal memilah-milah dongeng mana yang digunakan dan untuk hal tersebut saya merasa naskahnya cukup baik dalam melaksanakan adaptasi. Keputusan untuk tampil dengan skala kecil menyerupai halnya chapter-chapter awal dalam komiknya merupakan keputusan yang sempurna sehingga alurnya menjadi lebih padat dan punya fokus yang lebih pasti. Tapi yang paling penting filmnya menjadi lebih punya banyak kesempatan untuk membangun terornya dan berfokus pada aspek horornya saja. 
Berbeda dengan komiknya, film ini rupanya coba memasukkan ciri khas J-Horror yang punya alur menyeret serta atmosfer yang menyesakkan. Bahkan di beberapa momen film ini sempat memasukkan unsur penampakan hantu yang terperinci punya jalur yang berbeda dengan komiknya. Beberapa sempilan "penampakan" tersebut dan atmosfer ala J-Horror yang ada harus diakui mampu menunjukkan aura ketegangan pada filmnya. Tapi tensi yang menegangkan di beberapa bab tersebut tetap tidak bisa menghindarkan saya dari kekecewaan menonton Uzumaki. Kenapa? Alasan klise wacana sebuah pembiasaan pun terpaksa saya munculkan, yakni filmnya gagal menghadirkan kembali semangat serta kegilaan yang muncul dalam komiknya. Saya yang dibentuk melamun dan terpukau oleh panel demi panel komiknya begitu dikecewakan oleh filmnya yang nampak terlalu "sopan". Sopan? Bagaimana mungkin adegan-adegan menyerupai insan siput hingga orang yang mati berbentuk spiral dalam mesin basuh dikatakan sopan?
Salah satu momen favorit saya dalam komik Uzumaki 
Tapi memang begitulah adanya. Grafik yang ditampilkan oleh film ini tidak segila dan se-vulgar versi komiknya. Tidak ada momen dimana saya hingga bersumpah serapah melihat kutukan spiral yang terus memakan korban. Saya yang berharap kembali dibentuk jijik oleh insan siput raksasa atau badan insan yang terpelintir membentuk sprila malah dibentuk kecewa dan bosan secara terus menerus. Kekecewaan saya bertambah jawaban terlalu banyaknya sempilan komedi konyol yang sama sekali tidak lucu dalam film ini. Komedi itu jujur saja sangat mengganggu keseluruhan tone filmnya yang intinya masih belum mantap untuk menjadi film yang total seram apalagi disturbing. Belum lagi selipan-selipan gambar spiral asal taruh yang tidak penting dan konyol. Apakah kekecewaan saya terhadap film ini hanya hingga disitu? Tentu saja tidak. Salah satu impian saya ialah menemukan konklusi yang lebih memuaskan dari komiknya, tapi ternyata film ini ditutup bukan hanya dengan kurang memuaskan namun dengan begitu buruk.

Jika komiknya ditutup dengan banyak pertanyaan tanpa jawaban yang memancing diskusi, maka ending film ini sama sekali tidak bisa didiskusikan. Awalnya saya sempat tertarik dengan pendekatan misteri yang berbeda dari komiknya, tapi seolah nampak kebingungan mau dibawa kemana misteri tersebut, semuanya secara tiba-tiba menghilang dan dilupakan begitu saja. Yang tersisa hanyalah bukti bahwa para penulis naskahnya kebingungan bagaimana cara mengakhiri kisahnya sekaligus takut pada alhasil versi mereka jauh berbeda dari versi komiknya yang notabene belum selesai ditulis ketika itu. Tapi kalau hasil alhasil menyerupai ini alangkah baiknya produksi filmnya diundur beberapa bulan mengingat jarak proses produksi film dan tamatnya komik Uzumaki hanya berjarak beberapa bulan. Sayapun cukup kecewa dengan sosok Shuichi disini. Di komiknya saja Shuichi sudah menyebalkan alasannya ialah "terlalu emo" dan depresif bagi saya, disini ia malah terlihat begitu kaku berkat akting jelek Fhi Fan yang dalam kondisi apapun selalu menampilkan ekspresi, intonasi bicara serta gestur yang begitu "kalem".

Pada alhasil saya menyadari bahwa kekecewaan saya terhadap film ini mungkin saja jawaban bias yang diakibatkan kesukaan saya terhadap komiknya. Tapi toh kekecewaan saya terlalu besar untuk bisa memaklumi hasil selesai filmnya. Jika saja durasinya lebih lama, visualisasinya lebih gila dan beberapa aspeknya lebih setia dengan komiknya khususnya dalam hal atmosfer mungkin saja Uzumaki akan menjadi J-Horror favorit saya. Tapi pada kenyataannya ini ialah salah satu J-Horror paling mengecewakan yang pernah saya tonton meski pembiasaan plot-nya sendiri cukup baik.

Artikel Terkait

Ini Lho Uzumaki (2000)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email