Kisah yang ditawarkan dalam Weekend sebetulnya punya poin yang sudah sering dimunculkan dalam film-film drama romantis, yaitu perihal "bagaimana kalau sebuah relasi yang awalnya direncanakan hanya sebagai relasi seksual atau one night stand malah berjalan lebih jauh dan dalam?" Beberapa film khususnya yang mempunyai genre romcom sudah sering mengangkat sobat macam ini, sebut saja No Strings Attached yang dibintangi duet Portman-Kutcher. Hanya saja Weekend mengambil pendekatan yang lebih serius dan mendalam dan menambahkan satu pokok permasalahan lagi yaitu "bagaimana kalau kedua tokoh yang saling menyayangi tersebut yaitu gay?" Sutradara Andrew Haigh yang juga merupakan penulis naskah film ini mencoba mengangkat dilema yang terjadi antara kedua tokohnya perihal bagaimana mereka menghadapi dilema akan relasi yang awalnya direncanakan hanya sebagai have fun tersebut dan tentunya bagaimana mereka menghadapi kenyataan bahwa gay masih belum sepenuhnya diterima masyarakat.
Sepulang dari sebuah pesta dirumah temannya, Russell (Tom Cullen) tidak pribadi pulang tapi mampir dulu ke sebuah gay kafe dimana disana ia bertemu dengan Glen (Chris New). Keduanya kemudian menghabiskan malam bersama dan berafiliasi seks dirumah Russell. Hubungan tersebut awalnya memang hanya sebatas bersenang-senang saja, tapi ternyata kenyataannya lebih dari itu. Mereka mulai secara perlahan menjalin relasi yang lebih bersahabat dengan lebih sering bertemu. Tidak hanya bertemu untuk seks saja, keduanya juga makin sering bercerita perihal hal-hal yang sifatnya pribadi menyerupai masa kemudian mereka, suka sedih sebagai gay dan banyak lagi. Tentunya makin dalam sebuah relasi maka satu sama lain akan makin banyak mengetahui dan akan makin banyak rintangan yang mereka temui. Meskipun dari sinopsis diatas dan dari apa yang juga saya tuliskan sebelumnya bahwa Weekend punya konflik mengenai sulitnya menjadi gay, tapi sebetulnya menyampaikan ini yaitu film perihal gay juga kurang tepat. Konflik perihal gay dan kedua karakternya yang gay hanyalah sebagai "bumbu penyedap" atau aksesoris belaka dari film ini.
Yang menjadi hidangan utama dari film ini yaitu mengenai bagaimana sebuah relasi perlahan menajdi semakin dalam dan berjalan jauh, padahal relasi itu gres terjalin dalam waktu yang amat singkat dimana dalam film ini diceritakan kisahnya hanya berjalan tidak hingga genap tiga hari. Ini yaitu film yang bercerita mengenai bagaimana sebuah rasa cinta tumbuh diantara dua insan tanpa mempedulikan orientasi mereka apakah gay atau straight, cinta akan tetap dalam posisi yang sama. Disaat dua orang sudah saling mencicipi kenyamanan dan relasi mereka sudah beranjak tidak lagi hanya untuk mencari kesenangan lewat kepuasan seksual tapi lebih kepada saling menyebarkan maka tidak peduli jenis kelamin hingga waktu sekalipun cinta yaitu hal yang akan tumbuh diantara mereka. Itulah kurang lebih yang coba diangkat dalam Weekend dimana sebetulnya posisi kedua tokoh utama ini bisa saja diganti sebagai pasangan hetero, pasangan lesbian atau apapun itu yang mana tidak jadi duduk kasus alasannya yaitu ini yaitu film perihal cinta dan intimasi.
Kisahnya berjalan dengan baik dan yummy untuk diikuti lengkap dengan banyak sekali bumbu yang tidak berlebihan. Akan ada beberapa percik kejutan yang tentunya menciptakan kisahnya makin tidak membosankan. Kesederhanaan dan kealamiahan yaitu kekuatan utama dari film ini. Kisahnya yang begitu gampang diterima hingga akting para pemainnya yang begitu natural dan terlihat begitu alami dalam berututr ataupun bertingkah laris dalam film ini yaitu bukti bagaimana sebuah film sederhana menyerupai Weekend tetap bisa tampil menarik. Mungkin tidak akan hingga pada titik yang begitu menyentuh atau sangat mengharukan, namun Weekend yaitu sebuah romansa antar dua insan yang menarik diikuti dan cukup mengingatkan saya pada Before Sunrise dan Before Sunset dilihat dari banyak sekali aspek.
RATING:
Ini Lho Weekend (2011)
4/
5
Oleh
news flash