Friday, January 11, 2019

Ini Lho Stranger By The Lake (2013)

Jika Blue is the Warmest Color yang berkisah perihal pasangan lesbian berhasil memenangkan Palme d'Or, maka Stranger by the Lake yang berceritan perihal sepasang gay berjaya di Un Certain Regard sesudah Alain Guiraudie menjadi Best Director. Kedua film ini memang terasa punya kemiripan dari segi tema namun sebenarnya berbeda. Keduanya sama-sama mengangkat korelasi sesama jenis yang dibumbui banyak sekali adegan seks yang vulgar, namun Blue is the Warmest Color merupakan sebuah drama coming-of-age panjang penuh letupan emosi berdurasi hampir tiga jam sedangkan Stranger by the Lake adalah drama sunyi dengan bumbu thriller pembunuhan yang berdurasi hanya 92 menit. Stranger by the Lake juga berhasil memenangkan Queer Palm di ajang Cannes tahun lalu, yakni sebuah penghargaan bagi film-film yang mengangkat tema LGBT (Lesbian-Gay-Bisexual-Transexual). Berlokasi di danau Sainte-Croix yang terletak di Prancis pada suatu isu terkini panas, awalnya film ini akan membawa kita berkeliling pantai bersama Franck (Pierre de Ladonchamps) seorang gay yang rutin tiba ke danau tersebut entah sekedar untuk berenang, berjemur atau mencari laki-laki lain untuk diajak berafiliasi seks. Di kawasan tersebut memang merupakan hal yang masuk akal ketika dua orang laki-laki yang tidak saling kenal menghabiskan hari bersama dengan berafiliasi seks. Bahkan dominan laki-laki disana telanjang bulat.

Disana juga Franck berkenalan dengan Henri (Patric d'Assumcao) seorang laki-laki straight yang gres saja berpisah dengan istrinya. Keduanya pun mulai sering ngobrol meski hanya sebentar. Namun sebenarnya perhatian Franck tertuju pada seorang laki-laki berjulukan Michel (Christophe Paou) yang begitu ia sukai dan telah usang ia perhatikan. Namun ternyata Michel sudah mempunyai pasangan lain, hal yang menciptakan Franck sangat kecewa. Namun di suatu senja ia tidak sengaja melihat pemandangan mengerikan ketika Michel menenggelamkan pacarnya di tengah danau. Ironisnya sejak kejadian itu Franck dan Michel malah menjadi erat dan rutin bersama di danau tersebut. Stranger by the Lake akan mengajak kita mengamati hari demi hari yang berlalu secara perlahan dimana setiap hari gres diawali dengan adegan Franck memarkir mobilnya di erat mobil-mobil pengunjung danau lainnya. Bagi banyak orang film ini akan terasa repetitif alasannya yang hadir selalu hampir sama, diawali dengan Franck memarkir mobil, berbicara dengan Henri, bertemu dengan Michel, berafiliasi seks, ngobrol sebentar hingga gelap kemudian kembali lagi, begitu seterusnya. Sebuah hal yang repetitif saja mungkin sudah menciptakan filmnya susah dinikmati, apalagi ditambah dengan temponya yang lambat, suasana yang sunyi dan sepi, hingga adegan gay seks yang vulgar. Saat saya bilang vulgar disini artinya benar-benar faktual dimana hampir setiap momen disajikan secara vulgar entah itu handjob, blowjob sampai ejakulasi yang menunjukkan sperma berceceran.

Anda yang tidak terbiasa mungkin akan merasa tidak nyaman apalagi filmnya setia menunjukkan para laki-laki berjemur dan berjalan di danau tanpa pakaian dengan penis yang terpampang jelas. Filmnya juga berjalan dengan tempo yang lambat. Lambat bukan hanya alasannya banyaknya momen repetitif tapi alasannya alurnya memang bergerak dengan begitu lambat. Kesunyian setia menghiasi film ini dimana obrolan tidak terlalu banyak, letupan emosi hampir tidak ada, obrolan antar huruf yang bagaikan tanpa hook meski esensial, banyaknya long take yang menampilkan gambar-gambar statis, sampai fakta bahwa filmnya sama sekali tidak mempunyai scoring semakin menambah kesunyian yang ada. Memang Stranger by the Lake adalah film yang sepi tapi bukanlah film yang hampa. Kesunyian dan atmosfer kelam (di samping banyaknya adegan yang literally gelap secara pencahayaan) terasa begitu mencengkeram. Cara Alain Guiraudie memaparkan kisahnya menciptakan saya sulit mengalihkan padangan dari tiap adegannya, tidak peduli sesulit apapun untuk dinikmati berkaitan dengan konten vulgar dan temponya yang begitu lambat. Kita diajak untuk melaksanakan observasi terhadap apa yang terjadi di danau tersebut lengkap dengan segala interaksi yang terjadi antara tiap-tiap karakternya. Belum lagi perasaan ngeri yang selalu menghiasi filmnya sesudah momen pembunuhan yang terjadi.
Ya, diluar dugaan meski dengan segala kesunyiannya Stranger by the Lake sanggup menawarkan kengerian dan ketegangan yang tidak main-main. Beberapa kali muncul adegan yang berfokus pada situasi danau yang sepi dibandingkan karakternya, dan hal tersebut sukses menciptakan saya seolah ikut berada di danau yang sunyi dan gelap tersebut. Perasaan yang muncul ialah saya bagaikan berada sendirian di danau tersebut, lengkap dengan suasana sepi dan hambar yang begitu menyayat. Belum lagi ketika adegan pembunuhan terjadi dimana saya merasa menjadi saksi mata pribadi di lokasi kejadian. Lewat sebuah adegan long take selama beberapa menit yang diambil dari jarak jauh, bersama Franck saya merasa ikut mengintip terjadinya pembunuhan. Tidak ada darah, tidak ada teriakan, tidak terlihat pula lisan korban, hanya sebuah pemandangan mengerikan ketika sesuatu yang awalnya terlihat menyerupai main-main menjadi horor faktual yang pribadi mencengkeram. Belum lagi klimaksnya yang begitu menegangkan. Kejar-kejaran di titik puncak memang masih hadir dengan tempo yang lambat, sunyi dan banyak menghadirkan gambar-gambar gelap, tapi lagi-lagi ketegangannya terasa begitu faktual alasannya saya seolah diajak ikut berada disana. Saya diajak ikut bersembunyi dalam gelap diantara rumput-rumput ilalang sambil sesekali mengintip dan mencuri dengar untuk mencari tahu kondisi sekeliling. 

Tapi diluar konten seksual dan kisah pembunuhannya, Stranger by the Lake juga berkisah perihal banyak hal. Ada sebuah studi huruf disaat seseorang dihadapkan pada situasi yang dilematis. Begitu dilematis alasannya situasi tersebut berkaitan dengan sesuatu yang telah usang ia dambakan dan tentus saja tidak gampang bagi Franck untuk menuturkan kebenaran alasannya itu artinya ia harus rela kehilangan kesempatan bersama Michel, laki-laki yang sudah usang ia kagumi. Seperti judulnya, film ini juga bertutur perihal keasingan dimana semua karakternya ialah orang gila satu sama lain, bahkan bagi penonton mereka pun ialah orang gila yang latar belakangnya tidak kita ketahui. Yang kita tahu hanyalah mereka dipersatukan di danau tersebut. Stranger by the Lake memang mengingatkan pada ketegangan yang tersaji dalam film-film Alfred Hitchcock disaat penonton diposisikan tidak hanya sebagai orang yang mengamati dari "dunia lain" yang terpisah dari filmnya tapi seolah diajak turut berada di dalam filmnya. Pada jadinya Stranger by the Lake bukanlah menjadi sebuah porno meski punya banyak konten seksual yang vulgar, semuanya terasa seksi, mencengkeram, menegangkan bahkan mengerikan. Bonus juga untuk poster filmnya yang begitu keren dengan menampilkan tabrakan penuh warna yang unik.

Artikel Terkait

Ini Lho Stranger By The Lake (2013)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email