Saturday, January 5, 2019

Ini Lho Furious 7 (2015)

Fast & Furious franchise khususnya dalam tiga installment terakhir telah berubah tidak hanya menjadi mesin pencetak uang besar-besaran tapi juga film yang lebih "komikal" daripada film pembiasaan buku komik sendiri. Kata "komikal" disini merujuk pada adegan agresi over-the-top yang tidak mempedulikan logika dan aturan sains apapun. Melebihi film komik sendiri, alasannya ialah setidaknya tokoh dalam film-film tersebut ialah superhero, yang kuasa atau milyuner dengan teknologi tinggi. Sedangkan Dominic Toretto, Brian O'Conner, Luke Hobbs ialah insan biasa yang mampu bertahan hidup meski jatuh ke jurang di dalam kendaraan beroda empat mereka. Tapi itu tidak masalah, alasannya ialah disitulah daya tarik franchise ini sekarang. Furious 7 sendiri ialah film yang dibentuk pada kondisi sulit sehabis janjkematian Paul Walker, tapi sudah mendapat garansi kesuksesan baik secara komersil maupun respon penonton termasuk kritikus. 

Seperti apapun hasil final film ini (meski tidak akan menjadi sampah), secara umum dikuasai audience akan bisa menerimanya alasannya ialah hal non-teknis berupa sisi emosional pasca meninggalnya Paul. Tidak peduli seberapa ndeso dongeng yang ditulis, tidak peduli seberapa jauh film ini menyalahi logika sains, secara umum dikuasai (tidak semua) penonton akan memaafkannya. Penerapan aspek komik tidak hanya diberlakukan pada pengemasan action tapi juga pengembangan naskah. Tentu kita masih ingat ketika Letty "dihidupkan" kembali pada film keenam. Karakter yang mencurangi janjkematian lewat cara tidak masuk kebijaksanaan memang jadi senjata ampuh untuk tetap menjaga franchise ini berjalan meski dengan embel-embel dongeng yang dipaksakan. Kali ini ceritanya melanjutkan set-up menarik di final film keenam ketika Deckard Shaw (Jason Statham), abang dari Owen Shaw (Luke Evans) merencanakan balas dendam kepada Dominic dan kerabatnya sehabis apa yang mereka perbuat pada Owen. 
Dimulai dari janjkematian Han, meledaknya rumah Dominic, hingga membuat Hobbs cedera parah nampaknya agresi balas dendam Deckard ini akan seseru yang di-tease-kan sebelumnya. Tapi nyatanya tidak. Aksi perburuan Deckard terasa bukan sebagai plot utama, melainkan sub-plot yang sesekali mengisi cerita. Dalam naskahnya pun Chris Morgan begitu malas untuk berpikir lebih keras perihal bagaimana cara memunculkan Deckard. Akhirnya kita akan selalu melihat sang pemburu ini hadir secara tiba-tiba entah dari mana disaat Dominic dan teman-temannya tengah menjalankan misi demi misi. James Wan menyampaikan filmnya ini akan kental nuansa vengeance thriller era 70-an. Saya yang berharap Furious 7 bakal memperlihatkan another fresh start bagi franchise ini lewat pembangunan ketegangan yang berbeda pun dibentuk kecewa. 

Alih-alih melihat Dom dan kawan-kawan berada dalam posisi tersudut sebagai tikus yang dikejar oleh kucing berjulukan Deckard, kita hanya akan ditunjukkan plot standar Fast & Furious dimana Dominic beserta timnya berusaha memburu teroris berjulukan Mose (Djimon Honsou) untuk menyelamatkan hacker perempuan berjulukan Ramsey (Nathalie Emmanuel) yang telah menciptakan "God's Eye", sebuah software yang bisa mencari keberadaan siapapun di penjuru dunia manapun dengan mencuri kanal ke aneka macam video maupun audio mulai dari CCTV hingga kamera handphone. Tidak masuk akal? Pastinya. Tapi sebetulnya alur berisikan perjuangan mencuri barang/teknologi dari teroris semacam itu sangat cocok untuk mengemas dongeng ala Fast & Furious. Setidaknya itu sudah memperlihatkan jalan agar para aktornya bisa berkumpul, kebut-kebutan di jalan dan melakoni adegan agresi abnormal menyerupai kendaraan beroda empat yang terjun dari pesawat atau melompat diantara tiga gedung pencakar langit Abu Dhabi. Sudah memenuhi standar biasa, tapi belum cukup untuk Furious 7 yang terlanjur menjanjikan suatu hal berbeda lewat kehadiran Deckard Shaw.
Deretan action sequence yang hadir masihlah seru, berisik dan tentunya berlebihan. James Wan membuktikan ia punya kapasitas tidak kalah dari Justin Lin dalam mengemas semua itu. Dia berhasil menangani adegan agresi yang berjalan super cepat dengan baik meski saya tetap berharap influence Wan sebagai sutradara horror bakal lebih kental dalam thriller balas dendam Deckard Shaw. Saya masih terhibur oleh action yang ada, tapi jujur saja semua itu mulai terasa melelahkan. Tidak persoalan jikalau dongeng dalam film menyerupai ini terasa predictable, tapi jikalau aksinya sudah mulai bisa diprediksi serta tidak lagi mind blowing, itu artinya franchise ini mulai kehabisan materi bakar. Begitu minimnya porsi bagi Dwayne Johnson untuk beraksi (entah murni faktor jadwal atau minimalisir dana tanggapan kejadiran Statham) juga kuat besar. Johnson ialah steroid disamping Vin Diesel. Semenjak Fast Five, karakter Luke Hobbs hampir sama vitalnya dengan Dominic ataupun Brian. Untung masih ada sosok pencuri perhatian lain berjulukan Roman (Tyrese Gibson). Perannya semakin dikhususkan sebagai "badut" dan untungnya menghadirkan banyak dagelan efektif.

Memang benar salah satu pembeda film ini dengan para pendahulunya ialah keberadaan hati dan momen emosional. Siapa tidak tersentuh melihat adegan epilog yang menampilkan perpisahan huruf Dominic dengan Brian? Sebuah perpisahan hangat, mengharukan dan begitu pantas baik terhadap huruf Brian O'Conner maupun Pau Walker. Melihat wajah rekayasa CGI Paul (meski tidak bisa dipungkiri tidaklah sempurna) atau dua kendaraan beroda empat yang melaju berpisah jalan memang menyentuh. Tapi diluar itu tidak ada hati lain yang diberikan oleh filmnya. Furious 7 masihlah hiburan yang cukup menyenangkan, tapi ada menunjukan begitu kuat bahwa franchise ini sudah kelelahan. Sudah waktunya mengambil langkah yang baru/berbeda, atau bahkan diselesaikan untuk selamanya selagi masih berada di puncak kesuksesan. Menyenangkan, tapi sedikit mengecewakan. Enjoyable dumb movie.

Artikel Terkait

Ini Lho Furious 7 (2015)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email