Wednesday, January 9, 2019

Ini Lho Heaven Is For Real (2014)

Surga merupakan sebuah konsep yang tidak gampang dijelaskan dan diterima oleh banyak orang bahkan oleh para pemeluk agama yang dalam ajarannya meyakini keberadaan nirwana sekalipun. Seperti apa bentuknya? Ada apa saja disana? Tapi mungkin pertanyaan paling fundamental yakni "apa nirwana benar-benar ada?" Pada alhasil nirwana memang masih menjadi suatu konsep yang absurd dijelaskan secara nalar. Lalu apa jadinya kalau ada orang yang mengaku pernah "mampir" ke surga? Pasti banyak yang akan menyebutnya gila atau sekedar cari perhatian. Tapi apa jadinya kalau yang mengaku pernah ke nirwana yakni seorang anak kecil berusia 4 tahun yang tentunya masih amat polos? Hal itulah yang terjadi dalam Heaven is For Real garapan sutradara Randall Wallace ini. Kisahnya diangkat dari buku berjudul sama goresan pena Pastur Todd Burpo dan penulis Lynn Vincent. Buku itu sendiri ditulis menurut kisah aktual yang dialami oleh Todd Burpo disaat suatu hari puteranya yang masih berusia 4 tahun, Colton mengalami near-death experience saat tengah dioperasi dan begitu sadaar ia mengaku sempat berada di nirwana bahkan duduk di pangkuan Yesus. 

Tentu saja pada awalnya tidak gampang bagi Todd dan istrinya, Sonja untuk percaya pada kisah puternya yang bagaikan sebuah dongeng imajinasi dari isi pikiran belum dewasa tersebut. Tapi kemudian dikala Colton mulai bercerita ihwal hal-hal yang seharusnya tidak ia ketahui menyerupai apa yang dilakukan orang tuanya dikala ia sedang menjalani operasi, Todd mulai memikirkan kisah anaknya tersebut. Bahkan kepercayaan Todd mulai digoncang dikala Colton mulai bertutur ihwal hal-hal lain yang ia lihat di surga. Ironis memang, bagi Todd yang selama ini selalu berkhotbah di Gereja, kisah sang anak ihwal nirwana ia rasa mustahil, tapi disisi lain Colton terasa amat jujur dikala bercerita. Hal itulah yang menciptakan Todd mulai sering membahas kisah "kunjungan" Colton ke nirwana dalam tiap khotbahnya, suatu hal yang tidak terlalu disukai oleh para jemaat dan pengurus gereja. Bagi mereka kisah ihwal nirwana itu terlalu mengada-ada dan hanyalah dongeng semata yang tidak pantas untuk diceritakan dalam sebuah khotbah. Dilema yang dialami Todd pun semakin berat dikala disatu sisi ia harus berusaha memperbaiki kondisi finansial keluarganya tapi disisi lain kisah yang ia ceritakan itu mulai menciptakan jemaat-jemaatnya tidak lagi menyukai Todd.
Tidak hanya bagi mereka yang tidak religius apalagi tidak percaya akan agama, bagi mereka yang taat sekalipun saya yakin kisah ihwal Colton yang melihat nirwana itu akan terasa sulit untuk dipercaya. Alasan yang paling gampang tentu saja sebab bagaimana mungkin seseorang yang masih hidup (Colton tidak pernah dinyatakan meninggal dalam catatan medis) dapat berada di surga? Tapi dibalik itu, kisah ihwal Colton ini akan menguji kepercayaan dalam diri tiap-tiap orang yang memeluk agama dengan kepercayaan akan nirwana di dalamnya. Film ini menawarkan dengan baik bagaimana sisi ironis dari mereka yang (mengaku) religius dan selalu taat beribadah namun disaat harus menghadapi sesuatu yang diluar kecerdikan menyerupai keajaiban ihwal kepercayaan tersebut mereka justru meragukannya. Mereka cenderung berpikir secara logis dan mengkritisi insiden itu daripada coba merenung dan menggali makna dari "keajaiban" tersebut. Sedangkan dari sisi Todd akan ada observasi ihwal seorang Pastur, ihwal seorang pemimpin umat yang kepercayaannya goyah, dan ironisnya kegoyahan itu hadir sebab sebuah insiden yang bersama-sama spiritual. Todd yang selalu bicara ihwal agama dan nirwana selalu berada di posisi sebagai orang yang lebih menguasai ihwal agama harus goyah dikala ia dibentuk tidak tahu apa-apa di hadapan anaknya sendiri yang gres 4 tahun.
Meskipun punya unsur Kristiani yang kental tapi naskah goresan pena Randall Wallace dan Christopher Parker ini tetaplah terasa universal. Tentu saja masih ada aneka macam gimmick tentang Kristen, tapi tidak akan menciptakan mereka yang memeluk agama lain termasuk saya merasa tersesat, terasing apalagi tidak terima sebab ajarannya berbeda. Heaven is For Real sesungguhnya yakni kisah ihwal bagaimana sebuah kepercayaan yang goyah, ihwal ironi dalam diri para pemeluk agama dan ihwal sebuah keajaiban.Sayang dala pengemasannya, Randall Wallace gagal menciptakan film ini terasa menggugah sekaligus ajaib. Saya paham maksud Wallace yang tidak mengemas ini denga aneka macam adegan fantasi khususnya yang menampilkan kunjungan Colton ke nirwana sebab hal itu akan menyebabkan film ini terasa terlalu fantasi dan bagaikan dongeng. Padahal esensi bersama-sama dari film ini yakni ihwal kisah layaknya dongeng yang (bisa jadi) merupakan insiden nyata. Bujet yang hanya $12 juta pun jadi salah satu pertimbangan untuk tidak menggunakan banyak CGI. Kaprikornus keputusan untuk mengemasnya menjadi serealistis mungkin yakni keputusan yang tepat. Tapi sayangnya Randall Wallace gagal untuk tetap menciptakan filmny ini terasa magical tanpa harus menambahkan banyak unsur fantasi.

Kegagalan tersebut memang sering menciptakan Heaven is For Real terasa datar, tapi untungnya berkat naskah yang intinya sudah kuat, film ini tidak menjadi sebuah drama yang buruk. Masih ada aneka macam adegan yang menarik, bahkan momen tamat di Gereja itu terasa cukup mengharukan. Akting cantik dari para pemain film khususnya Greg Kinnear sebagai Todd dan Connor Corum sebagai Colton juga turut memperkuat menu dramanya. Khusus untuk Connor Corum terperinci akting bocah cilik ini paling menarik perhatian. Disatu sisi ia terlihat sebagai seorang anak kecil polos yang lucu, tapi dikala harus bercerita ihwal pengalamannya di nirwana dan bertemu Yesus ia begitu meyakinkan. Saya dapat melihat sosok seorang bocah cilik polos yang menceritakan sesuatu dengan apa adanya. Ditambah lagi terpancar juga sedikit perubahan dalam diri Colton sehabis ia mengalami perjalanan spritiual itu dimana ia nampak sedikit lebih sampaumur bahkan terkadang lebih bijak tanpa harus dibuat-buat. Pada alhasil Heaven is For Real memang gagal menjadi sebuah drama yang menginspiratif dan menggugah, tapi tetaplah berhasil menyajikan tontonan yang menarik untuk disimak. Durasinya yang tidak hingga 100 menit pun membuatnya tidak terasa membosankan.

Artikel Terkait

Ini Lho Heaven Is For Real (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email