Thursday, January 17, 2019

Ini Lho The Lord Of The Rings Trilogy

 Kali ini saya kembali akan menulis review lebih dari satu film dalam sekalin posting. Saya akan menulis wacana sebuah trilogi yang tentunya sudah diketahui oleh semua orang baik yang memang pecinta film atau bukan. Yak, trilogi The Lord of the Rings yang disutradarai Peter Jackson ini memang fenomenal. Trilogi ini sukses baik secara finansial maupun dari segi kualitas. Total ketiga filmnya berhasil meraup pendapatan hampir $3 Miliar untuk peredarannya di seluruh dunia. Di ajang Oscar juga ketiga film ini sangat berhasil dimana dari total 30 nominasi yang didapat 17 piala berhasil dibawa pulang dimana 11 diantaranya didapatkan oleh film ketiganya, The Return of the King yang berhasil melaksanakan sapu bersih. Menjelang perilisan The Hobbit: An Unexpected Journey simpulan tahun nanti saya kembali menonton trilogi luar biasa ini. Bedanya, jikalau sebelumnya saya menonton versi biasa, kali ini saya menonton versi extended-nya yang masing-masing filmnya berdurasi 200-an menit. Bahkan film ketiganya menyentuh durasi 240 menit alias 4 jam!
THE FELLOWSHIP OF THE RING (2001)
Saya tidak akan terlalu panjang menceritakan sinopsisnya alasannya saya rasa hampir semua orang sudah tahu apa yang diceritakan oleh ketiga film ini. Di bab pertamanya kita akan mulai diajak berkenalan dengan para Hobbit termasuk Froddo Baggins (Elijah Wood) yang tinggal bersama pamannya, Bilbo Baggins (Ian Holm). Froddo kemudian mendapat sebuah kiprah yang berat sekaligus penting untuk membawa sebuah cincin yang diwariskan oleh sang paman. Cincin itu sendiri dahulu dibentuk dan dimiliki oleh Sauron sang penguasa kegelapan. Meski raganya telah mati, jiwa Sauron masih berusaha untuk kembali bersatu dengan cincinnya. Untuk itulah Froddo dibantu para "Fellowship of the Rings" yang terdiri dari 3 hobbit lain yaitu Sam (Sean Astin), Merry (Dominic Monaghan) dan Pippin (Billy Boyd), sang penyihir Gandalf the Grey (Ian McKellen), Legolas (Orlando Bloom) yang berasal dari ras peri, Gimli (John-Rhys Davies) dari ras kurcaci, dan dua orang ras manusia, Aragorn (Viggo Mortensen) dan Boromir (Sean Bean). Kesembilan fellowship ini harus membawa cincin tersebut untuk kemudian dimunashkan di kawah Mordor.

Seri pertama ini sudah menyuguhkan kepada kita adegan-adegan pertempuran yang cukup epic. Meski skala peperangannya masih lebih kecil jikalau dibandingkan dengan kedua film berikutnya, tapi Fellowship of the Ring sudah bisa memperlihatkan peperangan yang megah ibarat peperangan melawan Sauron di bab awal, kemudian kemunculan Orc dan Troll, munculnya Balrog si setan api, dan tentunya pertempuran melawan pasukan Uruk-Hai di simpulan film. Balutan CGI yang canggih dan scoring megah yang menambah kesan epic.  Beginilah seharusnya musik menggelegar yang meninggalkan kesan epic itu dibentuk dan bukan ibarat musik yang dipakaidi film-film Spielberg yang walaupun megah tapi terasa sudah bau dan sering overdramatic. Efek CGI yang digunakan terang jawara. Dari yang megah ibarat dikala peperangan, yang membangun dunia Middle Earth, hingga yang sederhana ibarat yang digunakan untuk menciptakan ukuran para Hobbit. Secara keseluruhan Fellowship of the Rings adalah pembuka yang cantik dan tensinya tidaklah tanggung meski yang disoroti barulah awal petualangan. Versi extendend ini mempunyai perhiasan durasi sekitar 30 menit dengan beberapa perhiasan adegan ibarat derma hadiah yang dilakukan oleh Galadriel. Versi theatrical-nya memang lebih padat, tapi jikalau ingin lebih banyak melihat eksplorasi dan pengembangan kisah sekaligus karakternya, versi yang lebih panjang ini patut dilihat.







THE TWO TOWERS (2002)
Melanjutkan simpulan kisah film pertamanya, Froddo dan Sam sekarang mulai mencari jalan menuju Mordor. Ditengah perjalanan mereka diserang oleh Gollum/Smeagol (Andy Serkis) yang menginginkan cincin tersebut. Sedangkan dua hobbit lainnya, Merry dan Pippin yang ditangkap oleh Orcs dan Uruk-hai berhasil kabur dan bertemu dengan makhluk penjagahutan berjulukan Treebeard. Sedangkan Aragorn, Legolas dan Grimli yang berusaha mencari mereka berdua justru bertemu dengan Gandalf yang telah berdiri kembali dan menjadi Gandalf the White yang balasannya bergabung kembali menuju Rohan. Peperangan besar melawan 10.000 pasukan Saruman yang terdiri dari Orcs dan Uruk-hai. Peperangan yang dikenal sebagai "Battle of Helm's Deep" yang di film kedua ini jadi sebuah sajian titik puncak luar biasa. Peperangan yang amat seru dan epic dilengkapi dengan visual imbas dan scoring megah menciptakan pertempuran ini tidak berlebihan jikalau mendapat gelar sebagai salah satu adegan perang terbaik dalam sejarah film.

Peperangan di Helm's Deep terang menambah daya tarik The Two Towers, karena bagi saya dibanding film pertamanya, film keduanya ini justru berjalan dengan tempo yang sedikit lebih lambat di tengah padahal durasinya lebih panjang. Tapi kehebatan Peter Jackson dalam meramu film ini kembali terbukti. The Lord of the Rings memang punya naskah yang berpengaruh dan berbobot, tapi Peter Jackson bisa membuatnya sangat gampang diikuti meskipun banyak intrik didalamnya. Hebatnya, ia bisa menciptakan penontonnya tidak bosan dengan durasi film yang nyaris 3 jam. Dan saya sendiri kali ini menonton versi extended yang berdurasi hampir tiga setengah jam dan bisa terpuaskan meski di tengah saya agak merasa sedikit bosan. Tapi siapa yang tidak terpana melihat peperangan di simpulan film? The Two Towers juga menandai kemunculan Gollum yang memang sangat luar biasa baik dari CGI maupun  performa seorang Andy Serkis. Salah satu aksara CGI paling ikonik sepanjang sejarah lahir di film ini. Tokoh-tokoh lainnya juga masih mendapat porsi yang berimbang dimana di versi extended ini cukup banyak humor-humor lucu yang diselipkan dimana lebih banyak didominasi melibatkan Gimli ataupu Eowyn. Yang masih mengecewakan yakni Froddo tentunya. Sebagai aksara utama, ia sama sekali tidak menarik perhatian saya. Secara keseluruhan film keduanya ini juga bagus, tapi saya sedikit lebih suka film pertamanya.







THE RETURN OF THE KING (2003)
4 Jam terakhir (200 menit untuk versi bioskop) dari trilogi TLOTR yakni sebuah sajian epic dengan titik puncak dan penyelesaian yang sangat baik dan sangat memuaskan. Saya tidak bilang film ini sempurna, tapi untuk dikatakan nyaris tepat film ini sudah sangat pantas. Melanjutkan kisah di film keduanya, kali ini peperangan terjadi di Minas Tirith yang berada di Gondor. Jika film keduanya punya peperangan di Helm's Deep dan penyerbuan para ent di Isengard, maka The Return of the King punya perang epic mempertahankan Minas Tirith. Sudah jadi ciri khas trilogi ini untuk menyajikan perang seru dengan skala besar, jumlah prajurit mencapai puluhan ribu, dan tentu saja tetap dibalut dengan Istimewa imbas dan scoring musik yang megah. Salah satu favorit saya tentunya dikala "Army of the Dead" terjun ke pertempuran. Apalagi yang bisa saya katakan untuk film ini selain epic? Tapi film ini juga punya kedalaman kisah dan tidak hanya mengandalkan peperangan. Kisah-kisah dan usaha didalamnya cukup menyentuh.

Mungkin kekecewaan hanya tiba dari sosok Frodo Baggins yang tetap tidak bisa memikat saya sebagai sosok pahlawan. Hobbit-hobbit lain macam Sam dan Pippin masih lebih heroik daripada Frodo. Bahkan saya jauh lebih menyukai Gollum daripada Frodo. 240 menit atau 4 jam yakni durasi terlama saya menontonfilm dan saya tidak sedikitpun merasa bosan yang berarti film itu istimewa. Untuk versi extended film ketiga ini lebih banyak adegan menarik daripada dua film sebelumnya ibarat kematian Saruman, lomba minum yang cukup lucu antara Legolas dan Gimli, porsi Gollum yang ditambah dan masih banyak lagi. Film ketiga ini balasannya menutup saga TLOTR dengan sangat baik dan menjadikannya sebagai salah satu trilogi terbaik yang pernah ada.


Artikel Terkait

Ini Lho The Lord Of The Rings Trilogy
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email