Bukan hal gampang untuk membuat abjad yang mengundang simpati penonton. Tapi jauh lebih sulit lagi ketika simpati tersebut hadir sebab adanya perasaan "senasib". Sebuah perjalanan menyenangkan ketika kita mendapati menonton suatu film dimana kita pernah mencicipi hal sama ibarat yang dirasakan karakternya, mengalami tragedi yang serupa pula, sehingga kita merasa familiar dan terikat dengan mereka. Pemaparan konflik pun tidak lagi terasa sebagai perjuangan "formalitas" demi membentu dinamika suatu film. Konflik jadi suatu cerminan realita yang kita sadari memang positif keberadaannya dalam hidup. Itulah yang saya rasakan dari karya terbaru Noah Baumbach ini. Mungkin kita semua pernah berada dalam posisi layaknya Josh (Ben Stiller), seorang pembuat dokumenter yang selama 10 tahun terhambat dalam menuntaskan film terbarunya. Kondisi itu juga yang menjadi salah satu pemicu problem dalam pernikahannya dengan Cornelia (Naomi Watts). Keduanya merupakan pasangan paruh baya, tidak mempunyai anak, dan mendapati kemesraan diantara mereka mulai luntur.
Beberapa kali baik Josh maupun Cornelia menyatakan pada satu sama lain ketidak inginan mempunyai anak, sebab bagi mereka hal itu bisa menghilangkan kebebasan melaksanakan apapun yang dimau. Namun kita bisa melihat bahwa kenyataan yang mereka pendam justru sebaliknya. Cornelia masih merasa stress berat dengan dua kali pengalamannya mengalami keguguran. Sedangkan Josh pun dipenuhi aneka macam macam ketakutan yang saling berpengaruh. Seperti kutipan obrolan dari pementasan The Master Builder karya Henrik Ibsen yang menjadi pembuka, While We're Young banyak menampilkan rasa takut yang berujung pada terhambatnya kehidupan tokoh-tokohnya (especially Josh). Josh takut mempunyai anak, takut memotong dokumenternya sehingga berujung sebagai bahan kompleks nan membosankan selama enam jam yang tidak pernah keluar dari ruang editing, Josh tidak meminta pertolongan mertua sekaligus mantan mentornya, Leslie (Charles Grodin) sebab tanpa pernah diakui ia takut Leslie memandangnya sebagai penerus sekaligus menantu yang gagal.
"Ketakutan yang menghentikan langkah seseorang". Baumbach kemudian menggabungkan itu dengan tema penuaan, menerapkannya pada pasangan Josh dan Cornelia. Keduanya merasa kehidupan yang mereka jalani "payah", dan berkat penggabungan dua hal di atas, penonton bisa melihat itu secara jelas. Semakin terang sehabis kehadiran Jamie (Adam Driver) dan Darby (Amanda Seyfried), sepasang suami-istri muda yang nampak berkebalikan dari Josh dan Cornelia. Jamie dan Darby gres berusia 25 tahun, tampak begitu passionate dalam menjalin hubungan, melaksanakan hal-hal penuh kebebasan yang dirasa "liar" atau "aneh" oleh Josh dan Cornelia. Lucu, sebab mereka selalu beranggapan tidak mempunyai anak yakni perjuangan untuk mempertahankan kebebasan tapi selama ini keduanya tak pernah melaksanakan apapun. Pertemuan dengan pasangan muda itu mulai merubah rutinitas mereka. Mulai dari Josh yang mencoba berandan layaknya anak muda, Cornelia yang mengikuti kelas tari hip-hop, sampai mengikuti upacara Ayahuasca (just google it).
While We're Young adalah film yang dengan cerdiknya men-"tackle" konflik lintas generasi. Mereka yang bau tanah akan menganggap para anak muda absurd dan sering melaksanakan hal-hal "berbahaya", sedangkan sebaliknya bagi pemuda, generasi bau tanah sering dianggap membosankan. Siapa benar dan siapa salah, film ini mengajak kita melihat bahwa hal itu tidak ada. Untuk yang sudah berumur layaknya Josh dan Cornelia, memang anggun sesekali meluangkan waktu bersenang-senang menikmati kebebasan, Pada awalnya itu terbukti mengembalikan hasrat serta romantika mereka berdua. Tapi sehabis itu justru kepalsuan yang tercipta. Keduanya lupa bahwa semua itu hanyalah pecahan dari perjalanan hidup, dan dulu, masa penuh kesenangan itu pun pernah mereka alami. Sedangkan bagi para perjaka pun sama, tidak peduli seunik apapun kalian sekarang, pada ketika bau tanah nanti juga akan berakhir sebagai "orang bau tanah membosankan" ibarat pada umumnya. Jamie dan Darby mungkin liar, tapi bukan sebab mereka "gila" tapi sebab mereka masih muda. Semuanya hanya problem perspektif, dan Baumbach begitu lancar menuturkan konflik yang jawabannya akan sulit diungkapkan lewat kata-kata tersebut.
Pada awal goresan pena saya membahas perihal abjad simpatik. Keterikatan saya akan sosok Josh begitu kuat disini. Kecemburuan, takut akan kegagalan, takut mengecewakan orang lain, takut membuang segala kesempatan, saya tahu rasanya semua itu. Saya pernah, bahkan sering berada dalam posisi ibarat Josh. Melihatnya, saya bagaikan dipertontonkan suatu refleksi oleh Noah Baumbach. Refleksi hidup dan diri saya sendiri. Emosi sukses diaduk-aduk seiring dengan aneka macam kesulitan yang menghampiri Josh. Setiap kesulitan dan kegagalan yang menghampiri, rasa sakit yang saya rasakan juga semakin menumpuk. Sosoknya nampak menyedihkan, dan Ben Stiller memang sesuai dengan tugas ibarat itu. Sesekali mengatakan talenta komedinya, tapi akting dramatis dari ekspresi wajah "tak berdaya" itulah yang mencuri perasaan saya. Beginilah keindahan dari kekuatan realisme abjad dalam film. Bukan hanya sesosok tokoh fiksi, tapi miniatur kehidupan sehari-hari. Seperti fim garapan Jamie, bukan problem orisinil atau tidak, tapi sejauh mana hal itu bisa mewakili orang-orang yang menontonnya.
Tapi bukan film Noah Baumbach namanya, jikalau tanpa selipan komedi sederhana namun bisa memancing tawa. Sederhana, sebab banyolan Baumbach tidak akan jauh-jauh dari situasi awkward atau tingkah polah abjad yang absurd namun masih sangat masuk akal terlihat di sekitar kita. Ben Stiller dan Naomi Watts sama-sama melakoni momen dramatik maupun komedik dengan baik. Tapi Naomi Watts dengan segala tarian hip-hop-nya yakni pemancing tawa paling besar di paruh pertama. Kenapa paruh pertama? Well, karena pada paruh kedua, filmnya bergerak kearah yang jauh lebih serius dan emosional. Filmnya memang emosional, tapi apakah hanya untuk mereka yang mencicipi kemiripan dengan karakternya? Saya jawab "ya", tapi hampir semua penonton setidaknya akan merasa terwakili pada salah satu momen. Karena begitu banyak konflik yang kuat berpijak pada realita hadir dalam film ini, dan hebatnya Noah Baumbach begitu mulus merangkum semua itu, tanpa harus terasa sebagai kepingan-kepingan terpisah yang dipaksakan menjadi satu.
Verdict: Another funny and bittersweet movie by Noah Baumbach with relatable characters. The story looks simple on the surface but have much deeper complexity about fear, ageing and relationship inside it.
Ini Lho While We're Young (2014)
4/
5
Oleh
news flash