Tuesday, January 8, 2019

Ini Lho Happy Christmas (2014)

Walau mengusung judul Happy Christmas, film mumblecore terbaru Joe Swanberg ini sekilas tidak akan terlihat sebagai film yang menjadikan natal sebagai fokus utamanya. Tapi pada resolusi konflik yang hadir, sejatinya fim ini justru mengusung semangat dan esensi natal yang meliputi keluarga, cinta kasih dan saling memaafkan. Seperti mumblecore pada umumnya, film ini pun bakal menghadirkan banyak obrolan yang kesemuanya merupakan hasil improvisasi dari tiap-tiap aktor. Ceritanya sendiri berfokus pada sebuah keluarga kecil senang milik Jeff (Joe Swanberg). Jeff yang bekerja sebagai seorang filmmaker tinggal bersama sang istri, Kelly (Melanie Lynskey) yang sebelum mempunyai anak yaitu seorang novelis dan putera mereka yang masih balita, Jude (diperankan anak Joe Swanberg sendiri). Kehidupan mereka begitu senang dan penuh kedamaian, hingga suatu hari adik Jeff, Jenny (Anna Kendrick) tiba untuk tinggal sementara disana sehabis putus dengan pacarnya. Sikap Jenny yang masih "liar" terperinci mengakibatkan permasalahan bagi Jeff dan Kelly yang terbiasa hidup penuh ketenangan dan keteraturan.

Joe Swanberg dianggap sebagai salah satu sutradara terbaik pada genre ini alasannya yaitu kepiawaiannya untuk merangkai keliaran improvisasi itu menjadi satu kesatuan drama yang penuh kesederhanaan tapi juga begitu kuat. Disini, kesederhanaannya masih begitu berpengaruh dan konfliknya cukup menarik. Hanya saja, sekilas keliaran Swanberg kali ini terasa cukup berantakan. Kesan awut-awutan dan kacau jadi begitu terasa jawaban dialognya yang sering terdengar tumpang tindih. Tapi bekerjsama tidak ada yang salah dari cara Swanberg mengemas dialognya. Pertama, alasannya yaitu amat sangat lumrah di kehidupan sehari-hari terjadi sebuah obrolan panjang kesana kemari yang begitu seru sampai-sampai terjadi tukar barang kalimat yang begitu cepat antara satu dengan yang lain. Mereka akan saling memotong kalimat lawan bicara, bahkan terkesan "berlomba" untuk terdengar lebih keras berbicara. Kedua, karakterisasi Jenny memang mendukung tipikal interaksi semacam itu. Jenny yaitu tipikal gadis yang doyan bicara. Saat beliau excited dia akan berbicara, bahkan ketika terjadi awkward moment dia akan berusaha menutupi itu dengan kata-kata (yang tentunya tidak akan berhasil).
Kedua poin diatas amat mendukung perjuangan Swanberg untuk mengemas filmnya serealistis mungkin. Pada awalnya terasa mengganggu, tapi sehabis beberapa ketika saya pun mulai terbiasa. Lewat Happy Christmas, Joe Swanberg kembali memperlihatkan bahwa mumblecore merupakan salah satu cara ampuh untuk menangkap realita kehidupan secara positif guna diterjemahkan kedalam film. Bukan berarti tidak megindahkan aspek estetik, tapi memang itu merupakan salah satu fungsi dan esensi film. Dengan kebebasan improvisasi yang diberikan, masing-masing pemain drama pun lebih berhasil menyebarkan abjad mereka secara natural tanpa harus keluar jalur berkat outline yang ditetapkan oleh Swanberg ketika syuting. Sebagai tumpuan lihatlah Anna Kendrick sebagai Jenny. Caranya bertutur yaitu apa yang selama ini sudah sering kita lihat dalam sosok Anna Kendrick, yaitu gadis elok yang banyak bicara. Tapi kita tidak melihat Kendrick melainkan abjad Jenny berkat suplemen beberapa detail yang membedakan keduanya. Kesan cute yang hadir dalam kecerewetan Kendrick diubah menjadi annoying, independen menjadi liar dan seenaknya, serta pengurangan aura "gadis cerdas" alasannya yaitu apa yang diucapkan Jenny bukan sesuatu yang sanggup disebut "intelek".
Metode ini memang membebaskan para pemain drama dan menciptakan mereka natural. Terlebih lagi fakta bahwa Joe Swanberg dan putera balitanya memerankan ayah dan anak disini makin menciptakan interaksi yang terjadi begitu menarik dan natural. Pada akhirnya, sebagus apapun akting para aktornya tetap tidak sanggup menghalangi Jude yang masih berusia 2 tahun untuk menjadi scene stealer. Sosoknya Istimewa alasannya yaitu bukan hanya menjadi seorang bayi lucu yang menggemaskan, tapi juga ahli berbicara dan berinteraksi. Ya, bahkan pemain drama balita di film ini pun mewakili secara tepat esensi dari mumblecore. Tapi sayangnya keberhasilan Swanberg mempertahankan kekuatan interaksi dalam filmnya tidak menular ke aspek emosi. Konflik yang dihadirkan tidaklah mengikat. Saya merasa hanya diajak untuk mengamati dari balik sebuah beling tebal sebagai pemisah antara saya dengan film ini. Saya tidak merasa pernah dibawa untuk turut masuk kedalam dunia ceritanya. Alhasil yang saya sanggup hanya kesan "interaksinya menyenangkan", tidak lebih. Terasa dingin disaat pada kesannya keberhasilan aspek-aspek teknikal diatas tidak diimbangi dengan aspek rasa.

Seperti yang telah saya singgung, hari natal pada film ini dipakai untuk membangun esensi dari konklusi yang hadir, dan pada kesannya hal itu dilakukan dengan baik. Tapi jujur saja saya lebih menyukai jikalau pada kesannya resolusi konflik yang muncul tidak sesederhana dan se-happy ending itu. Maka yang akan muncul yaitu bulat setan yang mengandung ironi, pilu dan bittersweet. Lebih kompleks dan bagi saya akan lebih mendalam. Tapi toh memang intinya bukan itu tujuan Joe Swanberg, dan jikalau berkaca dari tujuannya, film ini sudah cukup berhasil mencapai kearah sana. Meski jauh dari kata maksimal, saya tetap menyukai kesederhanaan dan rasa realistis yang dihadirkan film ini, alasannya yaitu intinya saya memang sangat menyukai mumblecore dengan segala kecerewetannya. Saya juga selalu menyukai Anna Kendrick, dan sebagai bonus yaitu pengemasan visual Happy Christmas yang menarik dengan kentalnya rasa home video era 90-an berkat gambar, font, dan musik yang hadir diawal film.

Artikel Terkait

Ini Lho Happy Christmas (2014)
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email